Inilah Sebagian Tumpukan Uang Korupsi Buku Rp 2,4 Miliar Disdik Tebingtinggi, Dikembalikan oleh PS

Pejabat Disdik Tebingtinggi yang menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan buku mengembalikan uang kerugian negara ke Kejaksaan Negeri.

Penulis: Alija Magribi | Editor: Juang Naibaho
Tribun-Medan.com/Alija Magribi
Kejaksaan Negeri Tebingtinggi menggelar press release pengembalian dugaan kerugian negara dari Kepala Dinas Pendidikan Tebingtinggi berinisial PS, Kamis (24/9/2020) 

Laporan Wartawan Tribun Medan / Alija Magribi

TRIBUN-MEDAN.com, SIMALUNGUN - Pejabat Dinas Pendidikan Tebingtinggi yang menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan buku panduan pendidikan Tahun Anggaran 2020, mengembalikan uang kerugian negara ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tebingtinggi, Kamis (24/9/2020) siang.

Pengembalian uang kerugian negara dilakukan tiga tersangka secara mencicil, yang mana dalam kasus ini Kejari menetapkan total kerugian negara mencapai Rp 2,4 miliar.

Kepala Kejari Tebingtinggi Mustaqpirin menyampaikan, upaya pengembalian uang kerugian negara dari tersangka Kepala Dinas berinisial PS pada hari ini sebesar Rp 850 juta.

"Karena kooperatif dan tidak lari dan ada jaminan dari pengacaranya, maka ketiga tersangka tidak ditahan," ujar Mustaqpirin.

Kejari Tebingtinggi, ujar Mustaqpirin, berupaya mengejar pengembalian kerugian negara sebesar Rp 2,4 miliar dari kasus ini.

Selain itu, pihak kejaksaan akan mengundang BPKP Sumut untuk menghitung total kerugian negara karena sebelumnya tersangka PS dikabarkan ada menyetor kerugian negara ke BPK.

"Pihak BPKP akan teleconference di kantor kejaksaan. Tiga tersangka dinyatakan cacat hukum meski semua uang dugaan kerugian negara dikembalikan ke negara. Besar tuntutan yang akan dituntut pada ketiganya tergantung penuntut tipikor dan hakim tipikor," jelas Mustaqpirin.

Sebelum mencicil dugaan kerugian negara sebesar Rp 850 juta ini, tersangka PS juga telah mencicil kerugian negara sebesar Rp 810 juta.

Uang ini disetorkan ke kas Pemko Tebingtinggi melalui rekening Bank Sumut.

Sehingga total pengembalian kerugian negara berjumlah Rp 1,66 miliar.

Kemudian melalui rekening Pemko Tebingtinggi bukti setornya telah diserahkan ke penyidik Kejaksaan Negeri Tebingtinggi.

Amatan wartawan, Kajari Tebingtinggi Mustaqpirin bersama para kepala seksi memaparkan cicilan kerugian negara di Kantor Kejari Tebingtinggi.

"Bahwa pada saat ini uang yang disetorkan melalui penyidik dibantu oleh pihak Bank Mandiri dan dikawal ketat oleh pihak kepolisian. Perkembangan selanjutnya akan kami laporkan kemudian," ujarnya.

SITA BUKU-Kejaksaan Negeri Tebingtinggi menyita buku pendidikan dalam korupsi pengadaan buku di Dinas Pendidikan Kota Tebingtinggi belum lama ini. Ada tiga pejabat Disdik yang kini dijadikan tersangka.(ALIJA)
SITA BUKU-Kejaksaan Negeri Tebingtinggi menyita buku pendidikan dalam korupsi pengadaan buku di Dinas Pendidikan Kota Tebingtinggi belum lama ini. Ada tiga pejabat Disdik yang kini dijadikan tersangka.(ALIJA) (Tribun Medan)

Sekda Copot Jabatan Tersangka

Sebelumnya, Sekda Kota Tebingtinggi Muhammad Dimiyathi merespons cepat kasus dugaan korupsi pengadaan buku panduan pendidikan tahun anggaran 2020 senilai Rp 2,4 miliar.

Sekda mengaku saat ini tengah memroses pencopotan pejabat di Dinas Pendidikan Tebingtinggi.

Ketiga pejabat yang terseret itu adalah:

- Kepala Dinas selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berinisial PS

- Kasi Kurikulum selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) berinisial M

- Kabid Dikdas selaku Manajer Dana BOS berinisial E.

"Kita sedang proses pemberhentiannya (Kepala Dinas) PS dan segera menunjuk Pelaksana Tugas. Semuanya sedang diproses oleh Badan Kepegawaian Daerah," ujar Dimiyathi, Jumat (18/9/2020).

Dalam kasus ini, ketiga tersangka diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,4 miliar.

Aksi para tersangka dilakukan dengan modus meminjam profil dan rekening perusahaan distributor agar anggaran yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) tersebut cair.

Selanjutnya 10 perusahaan distributor dijanjikan fee sebesar 2,5 persen dari total pembayaran usai dipotong pajak.

Kejaksaan juga telah menyita barang bukti buku panduan pendidikan dari sejumlah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Buku-buku tersebut diketahui baru keluar setelah kasus ini disidik Pidsus Kejari Tebingtinggi.

Sebelum menetapkan tiga tersangka atas kasus ini, penyidik kejaksaan menggali keterangan dari 76 kepala sekolah (Kepsek) SD dan 10 Kepsek SMP.

Selain itu, jaksa juga memeriksa 10 rekanan, Pengguna Anggaran, PPK, PPTK, Tim P2HP, Kuasa BUD, Kasubbag Keuangan, Bendahara Pengeluaran dan Penerbit.

Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Aspidsus Kejati Sumut), Agus Sampe Tuah Lumbangaol, mengatakan sudah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari Kejari Tebingtinggi.

Ia mengatakan, pengusutan kasus ini atas laporan dari masyarakat. Penyelidikan sudah dimulai pada bulan Juni lalu, dan kemudian ditingkatkan ke penyidikan pada bulan Juli.

"Ternyata menemukan tindakan perbuatan melawan hukum, yang terindikasi tindak pidana korupsi, sehingga gak lama kami lakukan penyelidikan, kita naikan statusnya ke penyidikan di bulan Juli," katanya.

Setelah naik tahap ke penyelidikan, ditemukan adanya kejanggalan yang dilakukan oleh PS selaku kadis, M selaku PPTK, dan P selaku Asisten Dana Bos.

"Nah, setelah pemeriksaan barang bukti dan dokumen ditemukan adanya kejanggalan yang dilakukan oleh PS (Kadis), M (PPTK), dan dibantu dengan P (Asisten Dana BOS). Dana yang ada di DAU tadi ditarik, seakan-akan buku itu tadi sudah ada," jelasnya.

Karena merasa janggal, pihak Kejari Tebingtinggi melakukan pemanggilan kepada enam orang distributor, dan ternyata hasilnya tidak singkron.

"Namun saat kita tanyakan keenam distributor, ternyata pengadaan buku itu yang sebagaimana diterangkan si P tadi, hanya sebagai modus untuk menutupi pencairan Rp 2,4 miliar. Terbukti, buku itu jelas-jelas pemesanannya dari dana BOS, bukan DAU," katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, buku yang sebelumnya tidak ada bentuk fisiknya, tiba-tiba datang setelah kasus naik menjadi tahap penyidikan.

"Sehingga terlihat bahwa saat pencairan itu pun buku tidak ada. Buku itu datang ketika kasus ini sudah bergulir pada tahap penyidikan. Maka dapat disinyalir bahwa pemesanan buku itu dilakukan setelah ketahuan," katanya.

Lanjutnya, saat dilakukan pemeriksaan para saksi, pihaknya menemukan keterangan para saksi yang tidak sinkron dengan dokumen-dokumen.

"Selanjutnya kami lakukan pengumpulan keterangan para saksi, kemudian kita sinkronkan dengan barang bukti dokumen atau surat, maka itu tidak singkron, sehingga terkesan dipaksakan," pungkasnya.

(Alj/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved