Beraninya Brigjen Prasetijo Bikin Surat Jalan Djoko Tjandra Coret Nama Kabareskrim Komjen Listyo
Brigjen Prasetijo juga memerintahkan Dodi untuk merevisi surat jalan dengan mencoret kop surat "Markas Besar Kepolisian RI Bareskrim"
Beraninya Brigjen Prasetijo Bikin Surat Jalan Djoko Tjandra Coret Nama Kabareskrim Komjen Listyo
Sidang pemalsuan surat jalan terpidana Djoko Soegiarto Tjandra dengan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan Anita Dewi Anggraeni Kolopaking digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan agenda pembacaan dakwaan, Selasa (13/10/2020).
Dalam kesempatan itu, ketiga terdakwa hadir secara virtual mendengarkan dakwaan yang dibacakan JPU.
"Telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak," ujar aksa membacakan dakwaan.
Dalam dakwaannya, dijelaskan pemalsuan surat jalan tersebut berawal ketika Djoko Tjandra berkenalan dengan Anita Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia, November 2019 silam.
Perkenalan itu dimaksudkan karena Djoko Tjandra ingin menggunakan jasa Anita Dewi Kolopaking sebagai kuasa hukumnya.
Djoko Tjandra meminta bantuan Anita untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tertanggal 11 Juni 2009.
"Saksi Anita Kolopaking menyetujui, untuk itu dibuatlah surat kuasa khusus tertanggal 19 November 2019," ucap Jaksa seperti dikutip tribunmedan.id dari tribunnews.com
Selanjutnya pada April 2020, Anita mensaftarkan PK perkara Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun dalam pengajuan PK itu, Djoko Tiandra tidak bertindak sebagai pihak Pemohon.
Namun Permohonan PK tersebut ditolak PN Jaksel dengan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012. Saat itu Djoko Tjandra tidak ingin diketahui keberadaanya.
Kemudian Djoko Tjandra meminta Anita mengatur kedatangannya ke Jakarta dengan mengenalkan sosok Tommy Sumardi.
Tommy lalu mengenalkan Anita dengan Brigjen Prasetijo Utomo.
Brigjen Prasetijo saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
"Bahwa terdakwa Joko Soegiarto Tjandra mempercayakan hal tersebut kepada saksi Tommy Sumardi di mana selanjutnya saksi Tommy Sumardi yang sebelumnya sudah kenal dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo memperkenalkan saksi Anita Dewi A Kolopaking dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo," lanjut Jaksa.
Anita mengutarakan maksud dan tujuannya kepada Brigjen Prasetijo yakni membantu Djoko Tjandra datang ke Jakarta.
Brigjen Prasetijo menyanggupi dan mengurus keprluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuatkan surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus Covid-19.
Djoko Tjandra direncanakan masuk ke Indonesia lewat Bandara Supadio di Pontianak.
Dari sana, dia direncanakan menuju Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta dengan pesawat sewaan.
Peran Brigjen Prasetijo
Dalam proses pembuatan surat-surat untuk Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo meminta Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri Dodi Jaya untuk membuat surat jalan ke Pontianak untuk keperluan bisnis tambang namun dalam surat jalan itu Brigjen Prasetijo memerintahkan agar mencantumkan keperluan diganti menjadi monitoring pandemi di Pontianak dan wilayah sekitarnya.
Brigjen Prasetijo juga memerintahkan Dodi untuk merevisi surat jalan dengan mencoret kop surat "Markas Besar Kepolisian RI Bareskrim" menjadi "Bareskrim Polri Biro Korwas PPNS" dan pejabat yang menandatangani sebelumnya "Kepala Bareskrim Polri" Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dicoret dan diganti nama "Brigjen Pol Prasetijo Utomo" dan pada bagian tembusan dicoret.
Surat itu dikeluarkan dengan tanggal 3 Juni 2020.
Brigjen Prasetijo kemudian membuat surat jalan dengan format serupa untuk identitas Anita Dewi Kolopaking.
Brigjen Prasetijo selanjutnya memerintahkan Sri Rejeki Ivana Yuliawati untuk membuat surat keterangan pemeriksaan COVID-19 yang ditandatangani dr. Hambek Tanuhita untuk Prasetijo Utomo (anggota Polri), Jhony Andrijanto (anggota Polri), Anita Dewi A Kolopaking (konsultan) dan Joko Soegiarto (Konsultan) dengan seluruhnya beralamat di Jalan Trunojoko No 3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Surat-surat itu diserahkan Brigjen Prasetijo ke Anita pada 4 Juni 2020 yang selanjutnya dikirimkan Anita melalui Whatsapp ke Djoko Tjandra.
Namun saat mengurus ke PT Transwisata Prima Aviation yang pesawatnya disewa Djoko Tjandra, ternyata ada keterangan yang kurang yaitu tinggi badan, berat badan, tekanan darah dan golongan darah.
Anita kembali menemui Brigjen Prasetijo pada 5 Juni 2020 sehingga dibuatlah surat rekomendasi kesehatan baru yang masih ditandatangani dr Hambek Tanuhita untuk empat orang tersebut.
Anita, Brigjen Prasetijo dan Jhony Andrijanto lalu berangkat ke Bandara Supadio Pontianak menggunakan pesawat King Air 350i milik PT Transwisata Prima Aviation untuk menjemput Joko Tjandra pada 6 Juni 2020.
Pada 8 Juni 2020, Anita lalu menjemput Djoko Tjandra untuk pergi ke kantor kelurahan Grogol Selatan untuk merekam KTP-el atas nama Djoko Tjandra dan selanjutnya berangkat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK.
Masih pada hari yang sama, Anita, Brigjen Prasetijo dan Jhony mengantarkan Djoko Tjandra kembali ke Pontianak menggunakan pesawat sewaan yang sama, setelah itu Anita, Brigjen Prasetijo dan Jhony langsung kembali ke Jakarta.
Pada 16 Juni 2020, Djoko menghubungi Anita dan menyampaikan akan datang ke Jakarta untuk membuat paspor sehingga Anita pun kembali meminta Prasetijo untuk mengurus dokumen yang diperlukan yaitu surat jalan, surat rekomendasi kesehatan, dan surat pemeriksaan Covid-19.
Pada 20 Juni 2020, Joko Tjandra berangkat dari Pontianak menuju Jakarta menggunakan pesawat Lion Air dan proses check in dibantu anggota Polri Jumardi.
Selanjutnya pada 22 Juni 2020, Anita menyerahkan seluruh dokumen asli untuk pembuatan paspor dan setelah paspor selesai, Djoko pulang ke Malaysia melalui Pontianak.
Namun saat berita kehadiran Djoko Tjandra mulai diberitakan media, Prasetijo disebut memerintahkan pembakaran surat jalan palsu Djoko Tjandra.
"Sekitar Juli 2020, muncul pemberitaan di media terkait keberadaan Joko Tjandra yang diketahui masuk ke Indonesia menggunakan surat jalan palsu," kata jaksa.
Jaksa juga membeberkan percakapan Brigjen Prasetijo-Jhony tersebut di persidangan.
Brigjen Prasetijo : "Jhon, surat-surat kemarin disimpan dimana...?"
Jhony: "Ada sama saya Jenderal..."
Brigjen Prasetijo: "Bakar semua...!!".
Jhony mendokumentasikan pembakaran surat-surat tersebut menggunakan HP Samsung A70 warna putih.
Kemudian Jhony datang ke kantor Brigjen Prasetijo untuk melapor sekaligus memperlihatkan bukti dokumentasi surat-surat yang telah dibakar.
Melihatnya, lalu Brigjen Prasetijo meminta Jhony tidak lagi menggunakan HP tersebut.
"HP jangan digunakan lagi..".
Sejak saat itu, HP Samsung A70 warna putih maupun sim card di dalamnya tidak dipergunakan dan disimpan di dalam mobil.
JPU menyatakan surat-surat tersebut dibakar dalam upaya menutupi penyidikan pemalsuan yang dilakukan Prasetijo.
Jenderal bintang satu itu juga bermaksud menghapus barang bukti yang menerangkan bahwa dirinya bersama Jhony ikut menjemput Djoko Tjandra.
"Bahwa dokumen/surat-surat yang dibakar tersebut dimaksudkan untuk menutupi menghalangi atau mempersukar penyidikan atas pemalsuan surat yang dilakukan oleh terdakwa sekaligus menghilangkan barang bukti bahwa terdakwa bersama dengan Jhony Andrijanto telah ikut menjemput saksi Djoko Tjandra yang merupakan buronan agar dapat masuk ke wilayah Indonesia," kata Jaksa.
Tindakan Prasetijo dalam mengeluarkan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan dinilai telah merugikan secara immateriil, serta mencoreng nama baik institusi Polri.
Mengingat, Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus korupsi dan telah buron sejak tahun 2009.
"Yang mana seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS telah memfasilitasi perjalanan, seperti layaknya perjalanan dinas yang dilakukan oleh orang bukan anggota Polri," tutur Jaksa.
Brigjen Prastijo juga didakwa melakukan perbuatan berlanjut seorang pejabat.
Dalam hal ini, ia sengaja membantu melepaskan buronan Kejaksaan Agung, Djoko Tjandra.
Sebagai anggota Polri, Brigjen Prasetijo seharusnya menyerahkan atau memberi informasi soal keberadaan buronan Djoko Tjandra.
Tapi hal itu tak ia lakukan dan malah membantu memfasilitasi pembuatan dokumen perjalanan sang buronan masuk ke Indonesia.
"Terdakwa menyanggupi dan mengusahakan dokumen perjalanan berupa surat jalan dan surat keterangan pemeriksaan Covid-19 yang isinya tidak benar guna mempermudah perjalanan dan mengamankan saksi Djoko Tjandra selama berada di Indonesia, sehingga terpidana seperti Djoko Tjandra yang selama ini melarikan diri dapat terus melepaskan dari kewajiban menjalani penahanan atau pemidanaan," ucap Jaksa.
Selanjutnya JPU juga mendakwa Brigjen Prasetijo lantaran dituding telah melakukan kejahatan dengan menghalang-halangi penyidikan.
Atas perbuatannya, Brigjen Prasetijo dikenakan pasal 263 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dan atau Pasal 263 ayat (2) KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Ia juga diancam pasal 426 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Ketiga, Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHPidana jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Artikel ini dikompilasi dari Tribunnews.com dengan judul Palsukan Surat Jalan dan Lenyapkan Barang Bukti, Brigjen Prasetijo Utomo Didakwa 3 Pasal Berbeda dari Kompas.com dengan judul "Dalam Dakwaan, Brigjen Prasetijo Perintahkan Bakar Surat Jalan Palsu Djoko Tjandra"
