Penipu Arisan Online Miliaran Rupiah Asal Siantar Divonis 3 Tahun Bui, Dumaria Akan Disidang Lagi
Dumaria Yasefina Simamora (46) warga Jalan Kartini Kelurahan Timbang Galung Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar divonis 3 tahun penjara
Penulis: Alif Al Qadri Harahap | Editor: Juang Naibaho
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Dumaria Yasefina Simamora (46) warga Jalan Kartini Kelurahan Timbang Galung Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar divonis dengan hukuman 3 tahun bui atau penjara.
"Mengadili, dengan ini menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Dumaria Yasefina Simamora, dengan hukuman 3 tahun penjara," ucap Ketua Majelis Hakim Hendra Utama Sutardodo di Ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (5/11/2020).
Majelis hakim sependapat dengan JPU Abdul Hakim Sorimuda Harahap, bahwa terdakwa melanggar Pasal 378 KUHP.
Hakim menilai perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian materil terhadap para korban dan berbelit-belit memberikan keterangan.
"Sedangkan hal meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum," timbang hakim.
Sebelumnya, JPU dituntut jaksa penuntut umum, menuntut terdakwa dengan hukuman 3 tahun 8 bulan.
Seusai putusan dibacakan majelis hakim, baik JPU maupun terdakwa menyatakan sikap pikir-pikir.
Usai persidangan, JPU menjelaskan Dumaria Yasefina Simamora adalah mantan pegawai negeri sipil (PNS) di Pemkab Toba.
Ujar JPU, terdakwa diberhentikan dikarenakan ada masalah di kantor.
Menurut Jaksa Abdul, perkara atas nama Dumaria akan segera digelar kembali dengan pelapor yang berbeda.
"Ada 7 laporan masuk ke Kejati, samaku dua berkas," beber jaksa.
Mengutip surat dakwaan JPU, pada tahun 2016 terdakwa Dumaria Simamora telah membuka arisan online melalui media sosial.
Pemilik akun Meubel-meubel ini membuat nama arisan, Arisol Gina Muara Nauli yang dipimpin dan dikelola terdakwa.
Setelah membuka arisan tersebut, kemudian terdakwa mengundang para korban melalui pertemanan facebook.
Para korban bergabung ke dalam arisan dengan berbagai sistem, yang disebut Kloter Duet dan Kloter Reguler.
Adapun sistem yang dimaksud pada kloter duet tersebut di mana setiap Sit akan dikenakan atau kewajiban modal sebesar Rp 3 juta.
Setiap orang (member) dapat menentukan jumlah Sit yang akan diambil.
Sedangkan sistem Kloter Reguler yakni jumlah uang yang akan ditarik para korban telah ditentukan oleh terdakwa sesuai dengan pilihan nomor urut.
Dengan tawaran tersebut maka para korban mendaftarkan diri dan mengikuti arisan online dengan nilai jumlah uang yang berbeda-beda.
Antara lain, modal terdakwa sebesar Rp 52 juta, modal saksi Florida Pakpahan sebesar Rp 309 juta, Deby Florence Matondang sebesar Rp 12,7 juta, Luvina Mastiur Kartika Siahaan sebesar Rp 350 juta, Frisda Tetti Napitupulu sebesar Rp 284 juta, dan Roseli Aruan sebesar Rp 115 juta.
Awalnya sistem arisan yang dikelola terdakwa berjalan dengan lancar.
Seiring waktu pembayaran macet dengan alasan bahwa terdakwa sedang mengalami musibah kebakaran kafe, ada anggota meninggal atau kecelakaan.
Terdakwa pun meminta para korban untuk melanjutkan arisan, dengan tawaran terdakwa hanya memberikan profit kepada para korban.
Maka dengan alasan terdakwa tersebut, para korban telah meminta uang dikembalikan dan oleh terdakwa meminta tenggang waktu selama satu bulan.
Tetapi sampai saat ini terdakwa tidak juga mengembalikan uang para korban.
Akibat perbuatan terdakwa tersebut, para korban merasa keberatan dan dirugikan dengan total sekitar Rp 1,18 miliar, yang kemudian membuat laporan polisi di Polda Sumut.
(cr2/TRIBUN-MEDAN.com)