Peduli Setan Hukum Internasional, Apa Maunya Xi Jinping Kirim Kapal Perang China ke Laut China Timur
Tindakan itu telah memicu reaksi keras, di mana China dituduh melanggar hukum internasional.
TRIBUN-MEDAN.com - Tak peduli hukum internasional, China kirim dua kapal perang ke Laut China Timur.
Aksi Presiden China Xi Jinping itu seolah telah menyalakan lonceng peringatan untuk Jepang dan AS.
Pemerintah China selama ini memang berupaya mendominasi klaim teritorialnya.
Termasuk di Laut China Timur dimana dua kapal perangnya meluncur ke sana dekat kepulauan Senkaku
Pulau-pulau yang disengketakan itu telah diklaim oleh China dan Jepang selama bertahun-tahun.
Tindakan itu telah memicu reaksi keras, di mana China dituduh melanggar hukum internasional.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato mengatakan insiden itu benar-benar tidak dapat diterima dan disesalkan.
"Kegiatan ini merupakan pelanggaran hukum internasional," kata Kato seperti yang dikutip Express.co.uk.
Operasi terbaru ini dilakukan saat China memberlakukan "Hukum Penjaga Pantai" baru, yang memungkinkan penjaga pantai negara itu menggunakan senjata.
Undang-undang tersebut mengizinkan kapal China untuk mengambil tindakan jika Beijing memandang ada kapal yang memasuki perairan teritorialnya.
Media Jepang memberitakan, salah satu kapal Tiongkok dipersenjatai dengan meriam dan dua kapal juga mengancam kapal penangkap ikan Jepang.
Beijing membenarkan tindakannya di dekat Senkaku dengan mengklaim perairan di Laut China Timur adalah wilayahnya yang tidak terpisahkan.
Gangguan terbaru ini telah memicu kekhawatiran tentang kemungkinan insiden di wilayah tersebut karena beberapa Partai Demokrat Liberal yang berkuasa telah mendorong lebih banyak latihan militer bersama antara Pasukan Bela Diri dan militer AS.
Awal bulan ini, Perdana Menteri Yoshihide Suga dan Presiden AS Joe Biden menegaskan kembali pakta keamanan yang mengatakan Washington akan mempertahankan wilayah di bawah pemerintahan Jepang jika terjadi serangan bersenjata.
Hubungan internasional dengan China telah anjlok selama setahun terakhir setelah merebaknya pandemi virus corona, perlakuannya terhadap Muslim Uighur, dan tindakan kerasnya terhadap demokrasi Hong Kong.
Kapal Perusak AS
Sebelumnya, pada Rabu (17/2/2021), sebuah kapal perang Angkatan Laut AS berlayar di pulau-pulau yang diklaim oleh China di Laut China Selatan dalam operasi kebebasan navigasi.
Hal ini menandai langkah terbaru Washington untuk menantang klaim teritorial Beijing di perairan yang diperebutkan.
Melansir Reuters, Armada Ketujuh Angkatan Laut AS mengatakan, kapal perusak USS Russell menegaskan hak navigasi dan kebebasan di Kepulauan Spratly, sesuai dengan hukum internasional.
Di sisi lain, China mengklaim kedaulatan atas seluruh wilayah.
Akan tetapi, Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Taiwan juga telah mengajukan klaim serupa untuk beberapa pulau.
Klaim teritorial China yang luas di perairan yang kaya sumber daya telah menjadi tombol panas dalam hubungan China-AS yang semakin sulit.
Kedua negara berselisih tentang perdagangan, asal muasal pandemi Covid-19, Hong Kong, Taiwan dan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Uighur.
Washington mengecam upaya Beijing untuk menindas negara tetangganya. Sebagai balasan, China telah berulang kali mengecam upaya AS untuk memicu kerusuhan di kawasan dan mencampuri apa yang dianggapnya sebagai urusan dalam negerinya.
Kapal AS melewati Kepulauan Spratly mengikuti latihan bersama oleh dua kelompok kapal induk AS di Laut China Selatan dan kapal perang lain yang berlayar di dekat Kepulauan Paracel yang dikendalikan China awal bulan ini.
Tindakan itu menunjukkan bahwa pemerintahan Biden tidak akan mengurangi operasi yang menantang klaim Beijing setelah peningkatan ketegangan yang terjadi selama pemerintahan Trump.
Survei warga Inggris
Langkah Beijing yang dinilai mengerikan itu dilakukan setelah semakin banyak warga Inggris yang khawatir China adalah "ancaman kritis" bagi Inggris dan menyerukan diakhirinya hubungan ekonomi dengan Beijing.
Menurut survei yang dilakukan oleh Grup Kebijakan Luar Negeri Inggris, 41% responden menganggap China sebagai ancaman kritis, meningkat dari 30% tahun lalu.
Hanya 22% dari 2.002 orang yang disurvei pada periode 6 dan 7 Januari 2021, mendukung hubungan ekonomi antara Inggris dan Beijing.
Sementara 15% lainnya menginginkan larangan pada tingkat kesepakatan apa pun.
Hasil survei juga menunjukkan, hanya 13% responden yang mendukung keterlibatan China dalam infrastruktur Inggris.
Hasil lainnya adalah 21% responden mengatakan bahwa mereka mempercayai China akan bertindak secara bertanggung jawab di dunia.
Laporan tersebut mengatakan: "Selama 18 bulan terakhir, Inggris telah mengalami transformasi dramatis dalam hubungannya dengan China.
"Sebagian didorong oleh meningkatnya kesadaran akan kerentanan keamanan, tetapi juga karena meningkatnya kekhawatiran mengenai catatan hak asasi manusia China di dalam negeri dan perilakunya sebagai aktor global."
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Xi Jinping picu kepanikan dari Tokyo hingga Washington, ada apa?
