Bintang Muda Indonesia Telusuri Kader Partai Demokrat di Sumut yang Dukung KLB

Bendahara Umum DPN BMI, Gomgom J Sihombing menyebutkan, pihaknya akan menjadi garda terdepan, bila ada kader atau pun pihak luar yang ingin mengkudeta

Editor: Juang Naibaho
TRIBUN MEDAN / HO
Partai Demokrat pecat 7 kadernya karena pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat atau gerakan kudeta AHY. 

Laporan Wartawan Tribun Medan/ Mustaqim Indra Jaya

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Pascapemecatan tujuh orang kader oleh DPP Partai Demokrat lantaran terlibat dalam Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) secara inskotitusional, sayap partai yakni Bintang Muda Indonesia (BMI) langsung melakukan konsolidasi.

Bendahara Umum DPN BMI, Gomgom J Sihombing menyebutkan, pihaknya akan menjadi garda terdepan, bila ada kader atau pun pihak luar yang ingin mengkudeta Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Untuk membuktikan itu, BMI akan melakukan investigasi internal, mencari tahu adanya kemungkinan kader Partai Demokrat, khususnya yang berada di Sumut turut mendukung digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB).

"Kami turun ke DPD (BMI) Sumut untuk memastikan tidak ada kader BMI yang mendukung kudeta. BMI akan mengambil peran memantau perkembangan di Sumut. BMI akan sampaikan ke seluruh struktur partai di DPD dan DPC untuk menindak setiap kader yang terindikasi menjadi bagian upaya kudeta," jelas Gomgon, Senin (1/3/2021).

Ditanya, perihal kemungkinan adanya kader Partai Demokrat di Sumut terindikasi tergabung dalam kelompok yang menginginkan kudeta AHY, Gomgom mengaku masih melakukan penelusuran.

Menurut Gomgom, pihaknya akan menyampaikan secara tertutup kepada DPP Partai Demokrat apabila pada akhirnya di Sumut ada kader aktif yang turut ikut menggagas KLB, selain tujuh nama yang telah dipecat sebelumnya.

"Kami juga tidak mau terjebak dalam rumor. Kami juga sampaikan selain tujuh orang, sampai saat ini belum menerima nama lain yang terlibat. Walau tidak tertutup kemungkinan, tapi kami akan terus kumpulkan data. Kalau ada yang terlibat, akan disampaikan secara tertutup kepada struktur partai," terangnya.

Gomgom menjelaskan, tidak ada alasan bagi kader Partai Demokrat untuk menggulingkan AHY dari kursi ketua umum. Sebab AHY dipilih oleh seluruh pemilik suara dalam kongres yang berlangsung di Jakarta pada 15 Maret 2020 lalu.

"AHY adalah pimpinan yang sah melalui kongres 15 Maret 2020. Seluruh pemilik suara secara aklamasi menunjuk AHY sebagai Ketum Partai Demokrat," sebutnya.

Sementara Dewan Pembina DPD BMI Sumut, Hendrik Holomoan Sitompul mengatakan, pihaknya mengapresiasi keputusan Ketua Umum Partai Demokrat, AHY yang memecat tujuh orang yang ingin menggagas kudeta.

Sebagai bagian dari organisasi saya partai, pihaknya akan mengawal keputusan tersebut dan siap melakukan investigasi agar tidak muncul gerakan serupa di tubuh Partai Demokrat yang ada di Sumut.

"Untuk itu BMI siap jadi garda terdepan mengawal Partai Demokrat Sumut. Kami ingatkan kepada para penggagas kudeta baik yang sudah dipecat maupun yang akan mengikuti untuk kembali ke jalan yang benar," tegas Hendrik.

Diketahui adapun tujuh orang yang diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Partai Demokrat yakni Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Jhoni Allen Marbun, Syofwatillah Mohzaib, Ahmad Yahya dan Marzukie Alie.

Baca juga: Sosok Ayu Palaretin, Kader Demokrat Kaget Dipecat AHY, Kini Minta Uang Rp 500 Juta Dikembalikan

Sementara itu, melalui video 9 menit, Jhoni Allen Marbun, yang dipecat dari Partai Demokrat karena dianggap aktor utama isu kudeta AHY, memberikan pernyataan 'menyerang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan AHY.

"AHY berada dipuncak gunung namun tak pernah mendaki gunung, karena itu dia tidak tahu turun gunung," ucap Jhoni Allen Marbun dalam cuplikan video tersebut.

Jhoni Allen Marbun pun membongkar 'dosa' SBY dan AHY.

Banyak hal disampaikan politisi asal Sumatera Utara ini, mulai penegasan kalau SBY bukan pendiri Partai Demokrat.

Bahkan, SBY-lah yang terlebih dahulu melakukan kudeta di Partai Demokrat dengan merebut kepemimpinan Anas Urbaningrum.

Dikutip Tribunnews.com pada Senin (11/3/2021), Jhoni mengatakan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat pada 2021 akan membawa Partai Demokrat menjadi partai modern dan terbuka, bukan partai dinasti.

Menurut Jhoni, Demokrat telah dianggap sebagai partai dinasti sejak 2013 saat SBY menjadi Ketua Umum dan putranya, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menjadi Sekjen melalui KLB.

"Ini baru pertama kali di Indonesia bahkan di dunia dimana pengurus partai politik, Partai Demokrat, bapaknya, SBY (menjadi) ketua umum dan anaknya (menjabat) Sekjen," kata Jhoni. 

Jhoni mengatakan, apa yang dilakukan SBY pada 2013 itu merupakan bentuk pengingkaran fakta sejarah lahirnya Partai Demokrat

Anggota DPR Partai Demokrat ini mengatakan, SBY tidak mengeluarkan keringat dalam pendirian Partai Demokrat pada 2004. 

Partai Demokrat berhasil lolos menjadi peserta Pemilu 2004, kata Jhoni, merupakan hasil kerja keras pendiri dan pengurus di seluruh Indonesia. 

"Demi Tuhan. Saya bersaksi bahwa SBY tidak berkeringat sama sekali, apalagi berdarah darah sebagaimana pernyataanya di berbagai kesempatan," ujarnya. 

Mantan Timses Anas Urbaningrum ini menyatakan SBY bergabung ke Demokrat setelah Demokrat lolos sebagai peserta Pemilu 2004. 

Saat itu, istri SBY, Ani Yudhoyono dimasukkan menjadi Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokkrat dan hanya menyumbang uang Rp 100 juta.

Jhoni mengungkap, SBY baru muncul di acara Partai Demokrat setelah mundur dari Kabinet Presiden Megawati. 

"Ini menegaskan bahwa SBY bukan pendiri Partai Demokrat," tegas Jhoni. 

Jhoni Sebut SBY yang Lakukan Kudeta

Jhoni kemudian melemparkan kalimat pertanyaan, siapa yang melakukan kudeta di Demokrat. 

Politikus asal dari Dapil Sumatera Utara ini menceritakan saat Anas Urbaningrum terpilih sebagai Ketua Umum Demokrat hasil kongres 2010. 

Dalam perjalanannya, Anas kemudian tersandung kasus hukum. 

Meski belum menjadi tersangka, lanjut Jhoni, SBY dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina kemudian mengambil kepemimpinan Partai Demokrat dengan membentuk Presidium.

"SBY selaku ketua depan pembina Partai Demokrat dan juga Presiden RI mengambil kekuasaan Partai Demokrat dengan membentuk Presidium dimana ketuanya adalah SBY, Wakil Ketua Anas Urbaningrum sehingga (Anas) tidak memiliki fungsi dalam menjalankan roda organisasi Partai Demokrat sebagai Ketua Umum. Inilah kudeta yang terjadi di Partai Demokrat," bebernya. 

Jhoni melanjutkan, setelah Anas Urbaningrum menjadi tersangka, digelar KLB pertama untuk memilih ketua umum guna melanjutkan sisa kepemimpinan Anas.

Menurut Jhoni, saat itu, SBY menyatakan hanya akan melanjutkan kepemimpinan Anas. 

Jhoni mengaku diperintah SBY untuk membujuk Marzuki Alie yang saat itu menjadi Ketua DPR untuk tidak maju menjadi calon ketua umum.

Kemudian di Kongres 2015, Jhoni menuding SBY melakukan rekayasa agar menjadi calon tunggal, hingga akhirnya SBY terpilih sebagai Ketua Umum. 

Jhoni menyebut, SBY kembali melakukan rekayasa dalam Kongres di tahun 2020. 

"Pembahasan dan penetapan tata tertib acara tidak dilakukan dimana salah satu isinya membatasi syarat dan tata cara pencalonan calon ketum. Selain itu tidak ada LPj dari Ketua," ujar Jhoni. 

Setelah itu, kata Jhoni, SBY mendesain para ketua DPD agar mendeklarasikan putranya, Agus Harimurti Yudhyono, sebagai calon ketua umum. 

"Itulah yang mereka sebut aklamasi. Makanya AHY berada di puncak gunung tetapi tidak pernah mendaki," kata Jhoni. 

Menurut Jhoni, Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan. 

"Oleh karena itu, AHY selaku ketua umum tidak tahu cara turun gunung sehingga bapaknya, SBY yang saya hormati turun gunung. Inilah yang disebut krisis kepemimpinan," bebernya. 

(ind/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved