Kisah Pramugari Garuda Banting Setir Jualan Tahu setelah Diputus Kontrak: Jangan Pernah Menyerah
Kisah Pramugari Garuda Banting Setir Jualan Tahu setelah Diputus Kontrak: Jangan Pernah Menyerah
TRIBUN-MEDAN.COM - Hari ini, 2 Maret 2021, resmi setahun Indonesia mengumumkan adanya pasien pertama Covid-19.
Hingga 1 Maret 2021, Covid-19 sudah menginfeksi 1.341.314 orang, dengan kematian 36.325 orang.
Hingga Senin, terdapat 153.074 kasus aktif di Indonesia. Kasus aktif adalah pasien positif Covid-19 yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Selain itu berdasarkan data yang sama juga diketahui sebanyak 71.668 orang suspek Covid-19.
Dampaknya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat warga miskin di Indonesia meningkat lebih dari 2,7 juta jiwa akibat pandemi Covid-19.
Ini merupakan kenaikan angka kemiskinan pertama dalam tiga tahun terakhir.
Mereka yang masuk kategori miskin - berdasarkan data BPS - adalah yang pengeluarannya di bawah Rp460 ribu per orang atau Rp2,2 juta per keluarga per bulan.
Penerbangan sektor yang paling terpukul akibat pandemi Covid-19, mengalami penurunan jumlah penumpang rata-rata 50% dari tahun sebelumnya.
Pemutusan hubungan kerja sejumlah karyawan adalah langkah yang kemudian ditempuh sebagian besar maskapai.
Seperti yang dialami Josephine Wulandari dan Martha Putri, pramugari Garuda Indonesia.
Pada Jumat 27 Maret 2020, lebih dari 20 pramugari dan pramugara dikumpulkan di sebuah ruang rapat di salah satu ruang Garuda Operation Center (GOC), Banten. Semua berpakaian formal bebas, sebagian menggunakan stelan berwarna hitam.
Sebelum rapat dimulai, ruangan sempat diisi tawa dan canda saat sejumlah orang di antara mereka merekam video dari ponsel untuk diunggah di media sosial.
Suasana ruangan mendadak hening ketika manajer tiba.
Sang manajer mengumumkan, para pelayan penumpang pesawat di ruangan tersebut diputus kontrak. Alasannya jumlah penerbangan menurun karena pandemi global.
"Ketika bapak itu keluar, kita nggak ada yang bisa ngomong apa-apa. Setelah bapak itu keluar, kita baru nangis, shock," kata Martha Putri mengingat kejadian setahun lalu.