TRIBUNWIKI

Dibalik Sejarah Sigale-gale yang Mendunia, Ada Tokoh-tokoh yang Terlupakan

Cerita Sigale-gale yang berkembang di Tomok yang diketahui Hotna adalah kisah seorang anak yang dihukum.

Editor: Ayu Prasandi
ist
Pengunjung Sigale-gale di Objek Wisata Tomok Bolon sedang menikmati atraksi kesenian Sigale-gale. 

Penari yang ku ingat Serli Boru Sidabutar, Riso Sijabat dan belum masih ada beberapa yang belum saya sebut,” terang Hotna Sijabat.

Dulunya, post card itu semacam pengganti brosur seperti saat ini. 

Di sanalah dituliskan jadwal atraksi Sigale-gale beserta nama-nama inisiator dan pelaku atraksi Sigale-gale.

“Aku tahu ini setelah pergantian dan ayah saya Jatiman sudah meninggal. Panortor dan pemainnya pun sudah tidak lagi melibatkan yang lain-lain,” ujar pendiri sekaligus pembina Sanggar Seni Parsaulian GPSB Tomok ini.

Sayangnya, keturunan dari tokoh-tokoh seperti Jatiman Sijabat dan Binsar Sidabutar sendiri tak lagi yang melanjutkan untuk bermain dipertunjukan Sigale-gale.

Pengunjung Sigale-gale di Objek Wisata Tomok Bolon sedang menikmati atraksi kesenian Sigale-gale.
Pengunjung Sigale-gale di Objek Wisata Tomok Bolon sedang menikmati atraksi kesenian Sigale-gale. (ist)

Baca juga: Lulus Seleksi Berjualan di Kesawan City Walk, Ini Harapan Pelaku UMKM Kota Medan

Kisah Anak yang Dihukum

Cerita Sigale-gale yang berkembang di Tomok yang diketahui Hotna adalah kisah seorang anak yang dihukum.

Tersebutlah seorang anak ditugasi orangtuanya menjaga ternak kerbau, namun perintah tak diindahkan.

“Ala dang diulahon, i uhum ma imana. Ikkon gabe ma ho songon hau on inna natorasna, gabe ma imana songon hau na gale i. (Karena perintah ayahnya tak dikerjakan, dihukumlah dia.

Harus jadi seperti kayu inilah kau lemah lunglai kata ayahnya. Dan jadilah dia seperti batang kayu yang lemah atau berarti gale,” terang Hotna.

Dari cerita tersebut, kata Hotna tentu dapat diambil nilai bagaimana peran anak yang seharusnya menuruti orang tua. 

Demikian juga orangtua, agar tidak terlalu kasar dalam menasihati anak-anaknya.

Konon, lanjut Hotna, si anak pun yang telah menjadi kayu tak dapat disesali. 

Ucapan si orang tua tak dapat ditarik, seperti kata pepatah ‘ibarat nasi sudah menjadi bubur’.

Untuk mengobati kesedihan, sang Ayah pun mengambil dan membawa kayu tersebut ke kampungnya. 

Baca juga: Wanita Ini Menang Lotre Rp 36 Miliar saat Usia 16 Tahun, Kalap Gunakan Uangnya, Kini Hidup Menderita

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved