Masjid Al Hadhonah Balige yang Dibangun Warga Non Muslim Secara Gotongroyong

Imam pertama di mushola ini namanya Johannes Nainggolan yang dipanggil sebagai Haji Muhammad Nainggolan yang berasal dari Sosor Tangga.

Penulis: Maurits Pardosi |
MAURITS PARDOSI / TRIBUN MEDAN
Masjid Al Hadhonah Balige yang terletak di Kelurahan Napitupulu, Kecamatan Balige, Kabupaten Balige. 

Perjalanan  panjang membuat mushola tersebut ditingkatkan menjadi masjid pada tahun 1964. Hal itu diakibatkan okeh jumlah umat yang semakin pesat dari waktu ke waktu. 

“Pada tahun 1923, ini dipercayakan kepada Lobe Tinggi Pardede atau Haji Abdul Halim Pardede. Pada tahun 1964, para pemuka agama Islam menjadikan mushola ini menjadi masjid,” 

“Saat itu diketuai oleh Haji Harahap, dilanjutkan oleh Haji Hasibuan Halasan Simangunsong dan barulah saya, yang berlaku dari 2020 hingga 2023 nanti. Baik mushola maupun masjid itu punya Badan Kenaziran biasanya berganti per lima tahun,” sambungnya. 

Setelah menjadi masjid sejak tahun 1964 hingga saat ini, masjid ini juga sudah direhab berulang kali.

Sehingga, masjid kini memiliki perpustakaan sebagai bilik menimba ilmu khasanah iman sebelum dan sehabis jalankan sholat di masjid. 

“Pada tahun 1964 Ustadz Syamsuddin Simangunsong bersama alim ulama lainya, Ustadz Arso, Haji Mohammad Tua Sibarani sebagai Kepala Kantor Urusan pada saat itu, beserta Masyarakat Kaum Muslimin dan Muslimat SE Kota Balige mengajukan agar Musholah Al Hadhonah ditingkatkan menjadi Masjid Al Hadhonah Balige,” lanjutnya. 

Masjid ini punya dua lantai dengan tujuan yang berbeda. Di lantai I, jamaah bisa jalankan sejumlah kegiatan bernuansa religi, misalnya pemandian jasad dan sekaligus sholat untuk orang meninggal, juga digunakan sebagai tempat seminar ataupun kegiatan kaum muda masjid. 

“Di lantai I misalnya Pelaksanaan fardu Kifayah (memandikan dan pelaksanaan nya), bisa juga dilakukan kegiatan PHBI dan sarana olahraga untuk jamaah contohnya tenis meja,” sambungnya. 

Ia menyampaikan bahwa pergantian pengurus  semula 5 tahun sekali, akhir akhirnya menjadi 3 tahun sekali.

Sementara, di lantai II, jamaah menjadikan sholat. Kaum laki-laki dan perempuan langsung terbagi dua saat berada di gerbang.

Bila kita menghadap masjid, kaum perempuan langsung mengambil arah ke sebelah kanan dan menaiki tangga hingga sampai masuk ke ruang sholat di lantai II.

Sebaliknya, kaum lelaki dapat mengambil posisi sebelah kanan dan menaiki tangga hingga menuju bilik sholat di lantai II.

(cr3/tribun-medan.com) 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved