Cerita Seleb
Jarang Tersorot, Sifat Asli Duta Sheila On 7 Terkuak Usai Diajak Selfie, Sosok Modjo Kakek Buyutnya
Sewaktu sedang menyebarang ke tempat penjual jajanan gorengan, ada mobil yang berhenti di depan gerobak gorengan.
Sejak lahir, Kiai Mojo tidak pernah berada di dalam lingkungan keraton.
Secara garis silsilah keluarga, Kiai Mojo dan Pangeran Diponegoro memiliki ikatan kekerabatan.
Diponegoro yang sempat bergelar Bendara Raden Mas Antawirya adalah putra sulung Sultan Hamengkubuwana III dari istri selir. Dengan demikian, Diponegoro adalah saudara sepupu Kiai Mojo. Sama seperti Kiai Madja, Diponegoro juga hidup di luar istana sejak kecil.
Hubungan kekeluargaan antara keduanya semakin erat setelah Kiai Madja menikahi janda Pangeran Mangkubumi yang tidak lain adalah paman Diponegoro.
Pangeran Diponegoro pun memanggil Kiai Madja dengan sapaan "paman" meski keduanya adalah saudara sepupu.

Pulang dari Mekkah
Dasar pengetahuan agama Kiai Madja berasal dari ayahnya yang seorang ulama besar.
Setelah menunaikan ibadah haji, Kiai Madja sempat bermukim di Mekkah.
Pulang dari tanah suci, ia melanjutkan peran sang ayah mengelola pesantren di desanya dan berhasil menghimpun cukup banyak pengikut.
Hubungan dengan Diponegoro
Kiai Mojo bergabung sejak hari pertama pasukan Diponegoro tiba di Gua Selarong (terletak di Pajangan, Bantul, Yogyakarta) untuk menjalankan siasat perang gerilya melawan Belanda.
Ia juga menjadi wakil Diponegoro dalam perundingan penting dengan Belanda pada 29 Agustus 1827 di Klaten.
Dalam upaya diplomasinya, Kiai Mojo dengan tegas mengajukan sejumlah tuntutan.
Sejak bergabung dengan Diponegoro, Kiai Madja berhasil merekrut banyak tokoh berpengaruh, termasuk 88 orang kiai desa, 11 orang syekh, 18 orang pejabat urusan agama (penghulu, khatib, juru kunci, dan lain-lain), 15 orang guru mengaji, juga puluhan orang ulama dari Bagelen, Kedu, Mataram, Pajang, Madiun, Ponorogo, dan seterusnya, serta beberapa orang santri perempuan.
Setelah berjuang bersama selama sekitar tiga tahun, Kiai Madja mulai tidak sepaham ketika Pangeran Diponegoro mulai menggunakan cara-cara yang dianggapnya menyimpang dari Islam untuk menarik simpati rakyat demi menambah kekuatannya
Diponegoro memakai sentimen budaya Jawa melalui konsep Ratu Adil atau juru selamat dalam kampanye merekrut pasukan.
Pada 12 November 1828, Kiai Mojo dan para pengikutnya disergap di daerah Mlangi, Sleman, dekat Sungai Bedog, kemudian dibawa ke Salatiga.
Dalam penahanannya, Kiai Mojo meminta agar para pengikutnya dibebaskan dan menerima apapun keputusan Belanda terhadap dirinya.
Belanda mengabulkan permintaan tersebut dan hanya menyisakan Kiai Madja beserta orang-orang dekatnya dan beberapa tokoh berpengaruh, sementara sebagian besar pengikutnya dilepaskan.
Baru pada 17 November 1828, Kyai Mojo beserta orang-orang yang masih menyertainya dikirim ke Batavia dan diputuskan akan diasingkan ke Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara.
Di tanah pembuangan, Kyai Mojo terus berdakwah hingga wafat pada 20 Desember 1849 di usianya yang ke 57 tahun.
Perang Jawa sendiri berakhir dua tahun setelah hengkangnya kubu Kiai Mojo dari pasukan Diponegoro.
Jawa Tondano
Semua pengikut Kiai Madja yang dibuang ke Tondano adalah laki-laki.
Mereka kemudian menikahi perempuan setempat.
Dari dua kebudayaan itu lahirlah Kampung Jawa Tondano.
Mereka mendirikan Masjid Al-Falah dan mengislamkan beberapa perempuan Minahasa dan menyisakan tradisi-tradisi Islam Jawa hingga kini.
Penerus keturunan Kiai Madja biasa memakai nama Kiai Mojo.
Salah satunya adalah dosen Bahasa Jerman di Universitas Sam Ratulangi, Julaiha Kiay Modjo.
Ia berkata tak tahu lagi di mana orang-orang dengan nama marga Kiay Modjo tinggal di Kampung Jawa Tondano.
Banyak juga marga Kiay Modjo yang tinggal di Gorontalo.
Itulah garis keturunan dan kakek buyut Duta Sheila on 7 yang ternyata bukan orang sembarangan.
(*/ Tribun-Medan.com)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul Kisah Duta Sheila On 7 yang Ramah Hingga Mau Traktir Penggemar Beli Gorengan Viral di Media Sosial.