Pesan Tegas Mantan Ephorus Dr SAE Nababan Sebelum Tutup Usia: 'Tidak Perlu Militer Mengurus Papua'
Pdt. SAE Nababan mengungkapkan ketidaksetujuaannya atas pendekatan yang demikian (ala militer dengan kukatan senjata).
TRIBUN-MEDAN.com - Pesan Mantan Ephorus HKBP Pendeta Dr SAE Nababan sebelum Tutup Usia: "Tidak Perlu Militer Mengurus Papua."
Permasalahan Papua amat pelik. Berkali-kali insiden berdarah, namun tanpa penyelesaian berarti.
Belakangan, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah memutuskan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sebagai teroris.
Keputusan ini diambil menyusul semakin masifnya kekerasan yang dilakukan KKB yang berujung pada kematian, di antaranya seorang Jenderal TNI, yaitu Kepala Badan Intelijen Daerah (Kabinda) Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Nugraha Karya.
Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU menjadi salah satu rujukan keputusan tersebut diambil.
"Berdasar definisi yang dicantumkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 maka apa yang dilakukan oleh KKB dan segala nama organisasinya dan orang-orang yang berafisiliasi dengannnya adalah tindakan teroris," ujar Mahfud, Kamis (29/4/2021) lalu.
Setali tiga uang, setelah adanya penetapan ini, pemerintah langsung memerintahkan aparat keamanan mengejar KKB dengan tindakan tegas namun terukur.
"Pemerintah sudah meminta kepada Polri, TNI, BIN, dan aparat terkait segera melakukan tindakan secara cepat, tegas, terukur menurut hukum, dalam arti jangan sampai menyasar ke masyarajat sipil," kata Mahfud yang dikutip dari artikel Kompas.com.
Baca juga: TERBARU Aksi Perlawanan KKB Papua di Malam Hari, Semoga Seluruh Prajurit Kita Selamat
Mahfud juga menyebut bahwa masyarakat Papua 92 persen sebetulnya pro terhadap Republik Indonesia.
"Pemberantasan terhadap terorisme itu bukan terhadap rakyat Papua, tapi terhadap segelintir orang karena berdasarkan hasil survei lebih dari 92 persen mereka pro-republik," ujar dia.
Menilik permasalahan di Papua itu yang semakin memanas dan pendekatannya dilakukan dengan kekuatan senjata, memunculkan reaksi dari Tokoh Agama, di antaranya Mantan Ephorus HKBP Pendeta Dr SAE Nababan.
Reaksi itu dilontarkan Pdt. SAE Nababan saat hadir dalam diskusi dengan GAMKI belum lama ini.
Pdt. SAE Nababan mengungkapkan ketidaksetujuaannya atas pendekatan yang demikian (ala militer dengan kukatan senjata).
“Militer harus ditarik. Tidak perlu militer mengurus permasalahan ini,” tegas SAE yang dikutip dari artikel Catatan Perjalanan Pdt. Dr. S.A.E. Nababan, LLD yang dipublish pada 13 Februari 2021 di laman saenababan.com.

Pendeta SAE Nababan semasa hidup (SAENababan.com)
Sebagai pendeta di lima zaman dan sekaligus orang yang pernah mengalami represi dari rezim, termasuk dengan penggunaan aparat militer untuk mengintimidasi, SAE Nababan berharap pemerintah saat ini tidak mengulangi kesalahan pemerintahan Orde Baru yang sering bertindak melanggar demokrasi dan kemanusiaan.
“Dulu waktu awal reformasi kita serukan agar tentara kembali ke barak. Banyak yang khawatir kalau dwifungsi ABRI sepenuhnya dicabut, kita bakal kacau. Ternyata kita bisa melewatinya tanpa kekacauan berarti. Hal yang sama juga bisa untuk kasus Papua,” ujarnya.
Selain mengubah pendekatan dengan senjata, SAE Nababan juga mengingatkan beberapa hal yang sama pentingnya, yaitu menghilangkan segala bentuk rasialisme dan memberikan akses, kesejahteraan, serta kesempatan yang lebih besar pada warga Papua.
“Yang juga paling penting adalah adanya pengakuan. Orang Papua memberikan sumber daya alamnya dan banyak sekali uang bagi bangsa kita. Itu harus diakui. Jangan kita cuma bilang sudah menyalurkan banyak dana ke Papua,” tegasnya.
Ketegasan SAE Nababan itu mengingat sejauh ini belum ada perubahan berarti untuk menyelesaikan masalah Papua. Pendekatan militer masih terbilang dominan. Sejumlah sipil maupun aparat berjatuhan jadi korban.
Baca juga: KABAR DUKA, Mantan Ephorus HKBP Pendeta SAE Nababan Meninggal Dunia
Baca juga: Benarkah Pasukan Khusus (Setan) Dikirim ke Papua? Kapolda Papua: Orang Suka Membesar-besarkan Saja
Tutup usia Menjelang 88 Tahun
Kini, Mantan Ephorus HKBP Pendeta Dr SAE Nababan telah tutup usia di Rumah Sakit Medistra, Sabtu (8/5/2021).
Pendeta yang pernah menjabat sebagai Presiden Gereja Dunia ini dikabarkan berpulang pada pukul 16.18 Wib.
Kabar meninggalnya Pendeta SAE Nababan diposting oleh Mantan Anggota DKPP yang juga seorang Pendeta yaitu Pendeta Saut Sirait di media sosialnya.
"Sungguh berduka, Tuhan telah memanggil, Emeritus Ephorus Soritua Nababan," tulisnya.

Sosok Pendeta SAE Nababan.
Dilansir dari website Saenababan.com, diketahui nama lengkap dari Pendeta Sae Nababan adalah Pdt. Dr (HC). Soritua Albert Ernst Nababan LlD.
Pendeta Sae Nababan lebih banyak dikenal generasi menjelang era reformasi. Baik oleh warga jemaat HKBP maupun para aktivis demokrasi kala itu.
Pendeta Sae Nababan lahir di Tarutung 24 Mei 1933 lalu.
Dia adalah salah satu pendeta yang cukup kritis terhadap Orde Baru, terkait persoalan kemanusiaan, hukum dan keadilan.
Hal ini yang banyak membuatnya harus berhadap-hadapan dengan kepentingan penguasa. Bahkan kerap menjadi target orde baru.
Bahkan saat itu ada intervensi rezim Orba pada krisis HKBP 1992-1998, dimana ia menjadi pimpinan sinode gereja tersebut.
Hal ini lah yang membuatnya dekat dengan dengan tokoh progresif masa itu seperti K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri dan Amien Rais.
Itu pula yang membuatnya terlibat dalam memfasilitas pertemuan yang mengkonsolidasikan kekuatan sosial-politik jelang reformasi.
Namun S.A.E. – demikian namanya biasa disingkat, adalah juga teolog yang terlibat dalam banyak gerakan ekumenis dunia.
Ide dan pemikirannya tentang bagaimana gereja harusnya bersikap di tengah masyarakat yang majemuk, serta seimbang dalam menyuarakan keadilan dan perdamaian telah diunggah di banyak forum.
Baca juga: Profil Lengkap Pendeta SAE Nababan, Mantan Ephorus HKBP yang Baru Saja Berpulang
Baca juga: Sosok Pendeta SAE Nababan, Sahabat Gusdur dan Megawati Menentang Rezim Orde Baru
Demikian pula peran dan usulan yang ia ajukan terkait pentingnya kesetaraan dan dialog yang terbuka antar umat beragama di Indonesia, serta peran yang bisa dikerjakan lembaga keagamaan bagi perkembangan demokrasi dan kemanusiaan.
Refleksinya segar dan tajam serta menyorot hal-hal esensial terkait penghayatan iman Kristiani di tengah zaman yang terus berubah.
Disiplin yang diterapkan di keluarganya sejak kecil, studi teologia yang digelutinya di STT Jakarta hingga Universitas Heidelberg Jerman.
Aktivitasnya di kegiatan ekumenis dunia sejak masih muda, hingga pengalaman praksisnya memimpin gereja dan lembaga gerejawi – nampaknya memberi andil besar pada kedalaman ide dan pemikiran yang diwacanakannya.
S.A.E. saat ini saat ini sudah berpulang. Tapi teladan dan pemikirannya sangat layak untuk terus diangkat untuk dipertajam dan dicoba-geluti oleh generasi terkini. (*/tribun-medan.com)
Baca juga: TERKAIT Penanganan KKB di Papua, Kapolda Papua Ungkap Pertemuannya dengan Kapolri dan Panglima TNI
Baca juga: Pola Baru dalam Menangani Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua