Novel Baswedan dan Puluhan Pegawai KPK Tak Lulus TWK Dinonaktifkan, Ini Rincian SK

Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) di lingkungan Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir.

Editor: Juang Naibaho
TRI BUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Novel Baswedan penyidik senior KPK bersama puluhan pegawai KPK yang tak lulus TWK dinonaktifkan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) di lingkungan Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir.

Kini beredar Surat Keputusan (SK) penonaktifan 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK.

SK tertanggal 7 Mei 2021 tersebut ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri.

Sementara untuk salinan yang sah, ditandatangani oleh Plh Kabiro SDM Yonathan Demme Tangdilintin.

Dalam SK tersebut, terlihat bahwa poin 3 menyatakan bahwa kepada pegawai yang tidak memenuhi syarat TWK menyerahkan tugas kepada atasannya sambil menunggu keputusan lebih lanjut.

Berikut rincian isi SK-nya:

Pertama, menetapkan nama-nama pegawai yang tersebut dalam lampiran surat keputusan ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara.

Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.

Ketiga, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.

Keempat, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Diketahui, penyidik senior KPK Novel Baswedan dan juga A Damanik hingga Ketua Wadah (WP) Pegawai KPK Yudi Purnomo masuk ke daftar tak lulus TWK tersebut.

Jawaban Novel

Sementara itu, penyidik senior KPK Novel Baswedan menyebut bahwa tes wawasan kebangsaan (TWK) sangatlah bermasalah. 

Apalagi, tes tersebut menyingkirkan 75 pegawai terbaik KPK, termasuk dirinya.

Pasalnya, kata Novel, TWK digunakan untuk menyeleksi Pegawai KPK yang telah berbuat nyata bagi bangsa dan negara Indonesia melawan musuh negara yang bernama korupsi.

"Jadi penjelasan yang akan saya sampaikan ini bukan hanya soal lulus atau tidak lulus tes, tapi memang penggunaan TWK untuk menyeleksi pegawai KPK adalah tindakan yang keliru," ujar Novel dalam keterangannya, Selasa (11/5/2021).

Novel menjelaskan seharusnya pemberantasan korupsi tidak bisa dipisahkan dengan nasionalisme atau nilai kebangsaan pegawai KPK. 

Hal ini karena sikap anti korupsi pada dasarnya adalah perjuangan membela kepentingan negara. 

"Saya ingin menggambarkan posisi pemberantasan korupsi dalam bernegara. Terbentuknya negara, tentu ada tujuan yang itu dituangkan dalam konstitusi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka negara membentuk pemerintahan dan aparatur. Dalam pelaksanaan tugas, ketika aparatur berbuat untuk kepentingan sendiri atau kelompok dan mengkhianati tujuan negara, maka itulah KORUPSI. Untuk kepentingan tersebut, maka negara/pemerintah membentuk UU yang mengatur bentuk-bentuk kejahatan korupsi," jelas Novel. 

Lebih lanjut, Novel menilai TWK itu tidak cocok digunakan untuk menyeleksi pegawai negara atau aparatur yang telah bekerja lama. 

Terutama, bagi yang bertugas di bidang pengawasan terhadap aparatur atau penegak hukum, apalagi terhadap pegawai KPK. 

Menurut Novel, pegawai-pegawai KPK tersebut telah menunjukkan kesungguhannya dalam bekerja menangani kasus-kasus korupsi besar yang menggerogoti negara, baik keuangan negara, kekayaan negara, dan hak masyarakat.  

Menurut dia TWK baru akan relevan bila digunakan untuk seleksi calon pegawai dari sumber lulusan baru. 

"Tetapi juga tidak dibenarkan menggunakan pertanyaan yang menyerang privasi, kehormatan atau kebebasan beragama," kata Novel.

Dengan demikian, kata Novel menyatakan tidak lulus TWK terhadap 75 pegawai KPK yang kritis adalah kesimpulan yang sembrono dan sulit untuk dipahami sebagai kepentingan negara.

Novel pun menegaskan bahwa tes TWK bukan seperti tes masuk seleksi tertentu yang bisa dipandang sebagai standar baku. 

"Sekali lagi, penjelasan ini bukan karena lulus atau tidak lulus TWK, tetapi penggunaan TWK yang tidak tepat. Yang terjadi justru sebaliknya yaitu merugikan kepentingan bangsa dan negara, dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia karena dimanfaatkan untuk menyingkirkan pegawai-pegawai terbaik KPK yang bekerja dengan menjaga integritas," ujar Novel. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Novel Baswedan: Penggunaan TWK Untuk Menyeleksi Pegawai KPK Adalah Tindakan Keliru

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved