Jembatan Desa Salabulan Tak Kunjung Rampung, Kantor Desa Tutup Setahun
Warga mengusulkan agar dibangun jembatan sepanjang 12 meter untuk menghubungkan antar dusun.Tapi fasilitas penting itu tak kunjung selesai.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Fakta mengejutkan terungkap, dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pembangunan jembatan yang menghubungkan Dusun II dan Dusun III Desa Salabulan, Kecamatan Sibolangit, yang merugikan negara Rp 258 juta lebih di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (24/5/2021).
Dalam sidang yang digelar di Ruang Cakra 8 itu, kedua terdakwa yakni Kepala Desa Salabulan Lebih Tarigan dan Mantan Bendahara Desa, Fransiskus Valentino sempat membuat majelis hakim kesal.
Dalam sidang yang digelar secara daring itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Resky Pradhana Romli menghadirkan Rukiyati, selaku pendamping warga Dusun II dan III.
Dalam kesaksiannya, Rukiyati mengatakan warga mengusulkan agar dibangun jembatan sepanjang 12 meter dan lebar 3 meter untuk menghubungkan antar dusun. Namun, pembangunan sempat tertunda hingga tahun 2019, karena ada bencana longsor pada Desember 2017, sehingga jembatan tersebut tidak bisa digunakan.
Masalahnya, saat Rukiyati ingin menanyakan kelanjutan proyek itu, Kantor Desa Salabulan malah tutup selama setahun.
"Jadi warga yang berharap adanya pembangunan jembatan kecewa karena belum siap. Tak sampai disitu. Ketika kami datangi ke kantor desa untuk mempertanyakan penyelesaian jembatan, kantor desanya malah tutup setahun pada 2019," ucapnya.
Mendapati jawaban tersebut, Ketua Majelis Hakim Tipikor, Mohammad Yusafrihadi Girsang pun bertanya apa benar kantor desa tutup selama setahun.
"Ya, karena saat datang ke kantor ada dua kali dalam seminggu, kantornya tutup," tegas saksi
Rukiyati mengaku dimintai uang Rp 80juta untuk membeli rangka besi senilai Rp 80 juta untuk jembatan.
Permintaan itu dipenuhinya dan menyerahkan ke kantor desa.
Sementara itu, saksi lainnya yakni Maradona selaku pendamping desa, dalam persidangan mengatakan ia dilibatkan hanya sebatas pada perencanaannya saja. Sekaitan masalah teknis di lapangan, dirinya mengaku sama sekali tidak dilibatkan.
Lama tak ada kabar, ia pun bertanya terkait tidak siapnya pengerjaan jembatan itu langsung kepada kepala desa. Tetapi tidak ada jawaban.
Saksi lainnya, Aladin Sembiring yang merupakan Kaur Pembangunan Desa Salabulan tahun 2017 dan Antonius Sembiring Kaur Pembangunan Desa 2019, menyebutkan bahwa rancangan dan pelaksanaan pembangunan jembatan memang ada, tetapi pekerjaan tidak siap.
Antonius mengakui bahwa dirinya memang diminta untuk menandatangi penyewaan eskavator senilai Rp 60 Juta, supaya pengerjaan selesai. Akan tetapi alat berat yang dimaksud tidak pernah ada.
Mendengar keterangan para saksi tersebut, Ketua Majelis Hakim mempertanyakan kenapa tidak dilakukan perhitungan secara matang terkait pembangunan jembatan tersebut.