Pengunjung Protes Dipungut Biaya Masuk 2 Kali ke Kawasan Wisata Sibayak

Jonatan menduga hanya ada satu tiket saja yang resmi, dan yang satunya lagi adalah tiket ilegal yang dibuat sendiri oleh oknum warga.

TRIBUN MEDAN/HO
Tiket masuk Kawasan Wisata Sibayak, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Kamis (27/5/2021). Sebagian pengunjung mempertanyakan keabsahan salah satu tiket ini. 

Laporan Wartawan Tribun Medan, Almazmur Siahaan

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Sebagian wisatawan yang mendatangi kawasan wisata Sibayak, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, protes terhadap pungutan masuk ke kawasan tersebut lantaran dianggap kemahalan.

Jonatan, salah satu pengunjung  mengatakan, saat ia dan temannya hendak masuk, mereka harus membayar tiket masuk sebanyak dua kali.

Harga per tiket Rp 5.000, jadi total biaya masuk Rp 10.000 per orangnya, di luar dari biaya masuk ke tempat wisata seperti pemandian air panas.

Saat itu, ia dan temannya hendak berkunjung ke Pariban, pemandian air panas paling hits di kalangan kaum milenial.

Ia juga keberatan karena biaya masuk ke Pariban juga naik, yang dulunya Rp 15.000 per orang sekarang naik menjadi Rp 20.000 per orangnya.

"Mahal kali tiket masuknya, kami pikir hanya sekali bayar saja, ternyata dua kali bayar, jadi total Rp 10.000 per orang. Belum lagi harga biaya masuk ke Pariban pun naik. Dulu cuma Rp 15.000 sekarang jadi Rp 20.000 per orang. Masalahnya cepat kali naiknya, masih beberapa bulan udah langsung dinaikkan," ujar Jonatan, Kamis (27/5/2021).

Jonatan menduga hanya ada satu tiket saja yang resmi, dan yang satunya lagi adalah tiket ilegal yang dibuat sendiri oleh oknum warga.

"Kalau aku lihat cuma satu tiket itu yang resmi, karena jelas dari BUMDes dan ada stempelnya. Sedangkan tiket satu lagi itu sepertinya hanya dibuat-dibuat warga sendiri karena tidak ada stempelnya dan tidak jelas itu dari mana," katanya.

Sekitar dua bulan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karo meminta secara tegas aktivitas retribusi yang mengatasnamakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ini agar segera dihentikan.

Sadarta Bukit, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Karo mengungkapkan keputusan untuk menutup aktivitas retribusi ini berdasarkan hasil rapat bersama dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Karo, pada Rabu (18/3/2021).

Ia mengatakan, pihaknya juga sempat mendapat pernyataan dari pihak desa karena dianggap tidak mendukung langkah masyarakat untuk menaikkan keuangan dan kesejahteraan desa.

Sadarta mengaku, ia langsung menjelaskan kepada pihak masyarakat jika keputusan ini dipilih agar masyarakat tidak terjerat pada permasalahan hukum.

Ia juga menjelaskan, keputusan penutupan ini karena memang aktivitas pengutipan tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang ada.

Selain meminta aktivitas pengutipan ini ditutup pihaknya juga meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo, untuk membuat regulasi agar masyarakat desa tetap bisa menaikkan keuangan daerahnya tanpa melanggar hukum.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved