PWT Simanjuntak Tutup Usia
PWT Simanjuntak Meninggal Dunia, Ini Catatan Belasungkawa Pdt Nekson dan Ephorus Robinson
Setelah sebelumnya kehilangan Pendeta Soritua Albert Ernst (SAE) Nababan, kini HKBP kehilangan tokoh lainnya yakni Pdt PWT Simanjuntak.
TRIBUN-MEDAN.com - Kabar duka kembali menyelimuti jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Setelah sebelumnya kehilangan Pendeta Soritua Albert Ernst (SAE) Nababan, kini HKBP kehilangan tokoh lainnya yakni Pdt PWT Simanjuntak.

PWT Simanjuntak meninggal dunia pada hari ini, Minggu (30/5/2021).
Menurut informasi yang dilansir www.tribun-medan.com dari halaman Facebook Ephorus HKBP Pdt Dr Robinson Butarbutar, Pdt PWT Simanjuntak meninggal di RS Cikini Jakarta pada pukul 06.03 WIB.
Pdt PWT Simanjuntak tutup usia di umur 85 tahun.
Ucapan belasungkawa mendalam pun datang dari Pendeta M Nekson M Simanjuntak.
Berikut catatan Nekson
Turut berduka yang mendalam,
Barusan saya terima WA dalam beberapa group pendeta menerima kabar duka cita.
Telah meninggal dunia Ephorus Emeritus Pdt Dr PWT Simanjuntak.
Beliau adalah orang yang baik hati! Saat mahasiswa beliau dosen saya bidang Praktika.
Beliau Ephorus HKBP 1992-1998, ada banyak pelajaran dari Ompung ini.
Kiranya pengabdian dan pelayanannya dapat berkenan dihadapan Tuhan.
Setelah berakhir pelayanan beliau sebagai Ephorus, dia tidak pernah mencampuri urusan HKBP, dia mempercayakan sepenuhnya kepada pejabat HKBP.

Dia sesorang yang prihatin atas leadership di HKBP makaterciptalah AP 1992-2002 yang menetapkan Ephorus cukup satu periode. Agar konflik-konflik pada periodesasi dapat dieliminasi.
Beliau sangat tidak suka AP produk 2004 karena telah mengamandemen itu dan membuat periode 4 tahun dan dapat dipilih kembali.
Sewaktu saya kepala biro jemaat ada permintaan beliau, baik tertulis dan lisan melalui telephon, mohon catatan sejarah di Almanak diperbaiki.
Saya intens komunikasi dengan Ompung PWT Simanjuntak saat ada keinginan Ephorus Emeritus Pdt Dr Willem TP Simarmata TP Simarmata agar seluruh Ephorus Emeritus dapat hadir dan duduk bersama dalam suatu acara di HKBP.

Saat itu saya diminta menghubungi Ompung PWT dan disitulah dia sampaikan bahwa terima kasih atas buat baik Willem TP Simarmata, salam sama dia.
Permohonan saya hanya satu: HKBP tidak pernah memilih Pdt Dr SAE Nababan menjadi Ephorus 1986-1998 (sebagaimana tertulis dalam Almanak), dia dipilih oleh SG sebagai Ephorus periode 1986-1992 kalau pun itu didokumentasikan dalam Almanak harus ada diktum keputusan di SG berikutnya.
"Saya adalah orang yang taat aturan dan keputusan SG", demikian dia sampaikan.
Hal itu banyak disuarakan beliau dalam status FB sebelum sakit.
Saya jawab waktu itu sama Ompung PWT, itulah Ompung sejarah yang unik di HKBP dan menjadi catatan yang menjadi perhatian bersama dan pelajaran bagi semua pelajaran pendeta dan warga HKBP.
Biarlah dengan rekonsiliasi yang terjadi menjadi awal kebangkitan HKBP menjalankan pelayanannya ke depan.
Diakan generasi muda menatap HKBP ke depan, bukan melihat ke belakang.
Ompung PWT sangat berkeinginan dalam SG 2020 HKBP dapat berubah dengan sistem penatalayanannya sistem pemilihan yang baru bukan kayak partai politik dan ada kelompok-kelompok.
Dia banyak share pemikirannya ke WA dan dalam status FBnya.
Saya tertegun sejenak dengan meninggalnya Ompung Emeritus SAE Nababan dan PWT Simanjuntak dalam bulan yang bersamaan kedua tokoh ini telah menjadi catatan sejarah maha penting di HKBP dan menjadi perhatian publik dan pemerintah.
Kiranya HKBP dapat belajar atas apa yang terjadi oleh kedua tokoh ini yang berperan dalam sejarah HKBP.
Selamat jalan Ompung Pdt Dr PWT Simanjuntak kiranya Ompung boru dan seluruh keluarga yang ditinggal diberi kekuatan dan penghiburan.
Salam duka dari kami!
Sejarah Perjalanan PWT Simanjuntak
Diketahui, Pdt PWT Simanjuntak pernah mengemban amanah sebagai Ephorus pada tahun 1993 hingga 1998.
"Huria Kristen Batak Protestan yang Kantor Pusat HKBP di Pearaja-Tarutung menyampaikan turut berdukacita atas meninggalnya bapak Pdt Dr PWT Simanjuntak umur 85 tahun, Ephorus (Em) HKBP Periode 1993-1998," tulis Pdt Dr Robinson Butarbutar dalam foto ungkapan dukacita HKBP, Minggu (30/5/2021).
Dalam ungkapan dukacitanya, Ephorus Robinson juga mengungkapkan bahwa mendiang merupakan mantan anggota DPR-GR/MPRS.
Diketahui, DPR-GR dan MPRS adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) Menjelang Pemilihan Umum sesuai Undang-Undang No. 10 Tahun 1966 tanggal 19 November 1966
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) diatur berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959, dalam Undang-undang ini tetap diberi nama Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara selanjutnya disingkat MPRS, menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 sampai MPR hasil pemilihan umum mulai menjalankan tugas dan wewenangnya.
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang diatur berdasarkan Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1960 dalam Undang-undang ini tetap diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, selanjutnya disingkat DPR-GR, menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 sampai DPR hasil pemilihan umum menjalankan tugas dan wewenangnya.
Dalam penutupnya, Ephorus Robinson menuliskan ayat "2 Timotius 4:7 Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.
"Kita berduka. Beliau Eph Emeritus Pdt Dr PWT Simanjuntak telah meninggalkan kita. Semoga keluarga diberikan Tuhan kekuatan dan penghiburan," tulisnya.
Postingan ini telah ditanggapi 600-an jemaat dan dikomentari 434 komentar ungkapan belasungkawa.
Seperti diketahui meninggalnya Ephorus Emeritus PWT Simanjuntak berdekatan dengan meninggalnya Ephorus Emeritus SAE Nababan yang meninggal terlebih dahulu pada 8 Mei 2021 lalu.
Kedua sosok ini pernah sama-sama menjabat pada periode yang sama yaitu kala itu.
HKBP memiliki dua pucuk pimpinan pada periode 1993 hingga 1998.
Keduanya pernah terlibat konflik di masa-masa tersebut.
Konflik HKBP
Disadur dari buku tulisan Bungaran Antonius Simanjuntak dalam judul 'Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba' Terbitan Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009, dijelaskan bagaimanan konlik perebutan kekuasaan di HKBP terjadi pada era SAE Nababan.
"Terdapat preseden bahwa jabatan sekretaris jenderal (sekjen) merupakan jalur strategis untuk mencapai jabatan puncak Ephorus setelah keberhasilan mantan sekjen Ds T Sihombing dan Ds GHM Siahaan.
Karena itu Ds PM Sihombing sebagai sekjen mempersiapkan diri dengan membina para pendeta. Di luar gereja pusat dan daerah,” demikian ditulis Bungaran.
Untuk memenangkan pemilihan ephorus, terjadi negosiasi rahasia tiga tokoh di Hotel Polonia Medan awal 1987 antara Ds PM Sihombing, Rajagukguk SH, dan SAE Nababan. Diputuskan bahwa Sihombing jadi Ephorus di HKBP, SAE Nababan ketua PGI (Persatuan Gereja-Gereja Indonesia).
Ternyata SAE Nababan turut dicalonkan dalam pemilihan Ephorus HKBP tahun 1987 dan menang.
Alhasil, Sihombing menuduh Nababan mengkhianati kesepakatan di Hotel Polonia dan melakukan perlawanan melalui kelompok par-retreat.
Pergolakan semakin besar setelah mahasiswa dan dosen simpatisan par-ritrit di Universitas HKBP Nommensen melakukan unjuk rasa dan menuntut SAE Nababan turun dari jabatan Ephorus. Pembakaran laboratorium sebagai rangkaian aksi unjuk rasa tidak berhasil diusut tuntas pihak kepolisian.
Berbagai kelompok formal dan informal turut mencampuri konflik internal HKBP, antara lain Tim Damai di bawah pimpinan Jenderal (Purn) Maraden Panggabean (Ketua DPA waktu itu), perusahaan PT Inti Indo Rayon yang mendukung mantan sekjen PM Sihombing.
Berbagai forum yang tumbuh dari kalangan warga dan sintua, serta pemerintah melalui Gubernur dan ketua Bakorstanasda/Panglima Kodam I Bukit Barisan.
Konflik yang pada mulanya hanya terjadi di antara pendeta dan pengurus pusat HKBP, menjalar ke kalangan jemaat secara terbuka setelah campur tangan rezim Orde Baru.
Ketua Bakorstanasda Sumbagut Mayjen Pramono mengangkat Pendeta Dr SM Siahaan menjadi penjabat Ephorus, dengan tugas utama mengakhiri kemelut HKBP.
Keputusan tersebut dituangkan dalam Skep/3/Stada/XII/1992 tanggal 23-12-1932.
Akibat keputusan itu, ribuan warga HKBP melakukan penolakan dengan demonstrasi ke kantor Gubernur, DPRD, dan markas Kodam I/BB.
Korban dari jemaat HKBP berjatuhan. Tentara melakukan penangkapan.
Bahkan, pelantikan Ephorus terpaksa dipindahkan dari Pearaja ke Sipoholon karena sekitar 5.000 warga HKBP menduduki kantor pusat HKBP, menolak kehadiran Pangdam I/BB dan pelantikan Pdt Dr. Siahaan.
Konflik menjalar ke semua gereja HKBP di Indonesia. Sebagian besar menolak campur tangan pemerintah.
Penyelenggaraan Sinode Agung Istimewa (SAI) pertengahan Februari 1994 semakin memperuncing keadaan.
Dalam Sinode itu, terpilih Pendeta PWT Simanjuntak sebagai Ephorus dan Pdt SM Siahaan sebagai Sekretaris Jenderal.
Penindasan oleh preman dan konon didukung aparat keamanan ditujukan kepada pendukung SAE Nababan yang menamakan diri Setia Sampai Akhir (SSA).
Kala itu, muncul anggapan bahwa aparat keamanan tidak netral, tapi mem-back up setiap aksi kelompok pimpinan Dr PWT Simanjuntak dan Dr SM Siahaan pilihan SAI Tiara.
Pendukung SAE Nababan terdesak sehingga harus mendirikan tenda-tenda untuk beribadah, lantaran gedung gereja dikuasai oleh pendukung Dr PWT Simanjuntak dan Dr SM Siahaan.
Di sebuah edisi Majalah “Bona Ni Pinasa” pada 1999 silam ditulis, kala Pdt SAE Nababan akan menghadiri KKR di sebuah daerah di Sumut, pernah ia diadang oleh militer agar tak bisa bertemu dengan jemaatnya.
Namun, SAE Nababan tetap teguh dengan niatnya mnelayani jemaat, dan berhasil lolos dari adangan militer.
Perpecahan gereja terjadi di sebagian besar wilayah. Perkelahian warga untuk memperebutkan gereja bahkan menimbulkan pertumpahan darah.
Untuk meredakan situasi pemerintah menugaskan Menteri Penertiban Aparatur Negara TB Silalahi mendamaikan kelompok yang berseteru.
Rekonsiliasi ditandatangani kedua ephorus, SAE Nababan dan PWT Simanjuntak.
Rekonsiliasi itu merugikan pendukung SAE Nababan, SSA. Di lapangan kelompok SAI tidak mematuhi keputusan rekonsiliasi.
Gagasan perdamaian itu tidak menghasilkan apa-apa dan konflik HKBP tetap tidak berakhir.
Konflik HKBP baru berakhir setelah ditunjuknya Pdt Dr JR Hutauruk sebagai Penjabat Ephorus HKBP untuk misi khusus rekonsiliasi.
Dalam pelaksanaan Sinode Godang pada 18-20 Desember 1998, terpilih Pdt Dr JR Hutauruk sebagai Ephorus, Pdt WTP Simarmata MA menjadi Sekretaris Jenderal, 22 orang jemaat menjadi Pengurus Pusat dan 18 orang Praeses periode 1998-2004.
(*/Tribun-medan.com/vic/raf)