Sejarah Masyarakat Aceh Di Medan, Dimulai Sejak Abad 16, Kini Merajai Warung Mie Aceh

Sejarawan muda asal Medan, M. Azis Rizky Lubis mengatakan, ekspansi orang-orang Aceh dimulai pada abad ke 16 hingga ke 17 atau sekitar tahun 1612.

Penulis: Fredy Santoso | Editor: Ayu Prasandi
Dok. Shutterstock/Ketut Mahendri
Mi Aceh dimasak menggunakan racikan bumbu rempah dan disuguhkan dengan potongan daging sapi, udang, dan taoge. 

Meski demikian, perkembangan pendatang asal Aceh saat ini lebih banyak ke dua sektor yakni, warung kopi ataupun kedai sembako.

Disini mereka mampu merajai dua bisnis tersebut.

Akan tetapi bisnis kuliner yang mereka bangun sedikit mengalami pergeseran.

Aziz menyebutkan kalau citarasa makanan khas Aceh yang dibawa ke Medan ada modifikasi rasa dimana mereka menyesuaikan dengan lidah orang Sumatera Utara yang cenderung menyukai rasa pedas.

Sehingga tak heran kalau seandainya kita makan mie goreng Aceh yang ada di Medan dengan di tanah serambi Mekah rasanya berbeda.

Hal itulah yang membuat mereka mampu ekspansi besar-besaran dan bertahan di Medan dan sekitarnya melalui sisi kuliner.

Baca juga: Kisah Cinta Vira Yuniar, Dulu Ceraikan Tengku Ryan Masalah Ekonomi, Rujuk Lagi Karena Masih Sayang

"Saya kira ada adaptasi di situ. Pertama adaptasi rasa, mengapa dikatakan adaptasi rasa misalkan kita pergi ke Aceh sendiri makan mie goreng yaitu mie khas Aceh tentu rasanya berbeda dengan mie Aceh yang kita konsumsi di sini.

Misalnya tingkat kepedasan atau rasa asin sehingga dapat menyesuaikan dengan lidah oleh orang-orang Sumatera Utara."

"Makanya mereka dapat bertahan. Kalau tidak beradaptasi dan menyesuaikan biasanya kan tidak akan berkembang usaha yang mereka lakukan."

Kedatangan orang-orang Aceh inipun bukan sekedar menjajakan makanan.

Sampai sekarang inipun mereka sudah merambah bisnis yang lebih besar. Apalagi belakangan popularitas kopi sedang meriah-meriahnya.

Disini bahkan mereka menjadi pelopor dengan kopi khas Aceh Gayo yang cara pengelolaannya menggunakan saringan berwarna cokelat kehitaman yang menjadi ciri khasnya.

Tentunya dalam hal memperkenalkan kopinya mereka seperti membedakan dengan warung makan Mie Aceh.

Disini bangunan tempat berdagang mereka lebih permanen dengan susunan kreamer tersusun rapi bertingkat.

Baca juga: Julius Raja Mengapresiasi Keputusan Satgas Covid-19 Pusat Tentang Penundaan Liga

"Sama halnya dengan orang Minang yang banyak membuka rumah makan. Begitu  seolah-olah kayak ada bagiannya masing-masing. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved