Breaking News

Doa dan Zikir

Tidak ada Kata Ikhlas di Surat Al-Ikhlas, Ini Sejarah Turunnya Ayat-ayat Tauhid Ini

Surat yang terdiri dari empat ayat ini termasuk surat Makkiyah. Dinamakan Surat Al Ikhlas karena ikhlas adalah tauhid

Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Dedy Kurniawan
Ho/ Tribunmedan.com
Surat Ikhlas 

Kata ahad (أحد) terambil dari akar kata wahdah (وحدة) yang artinya kesatuan. Juga kata waahid (واحد) yang berarti satu. Kata ahad dalam ayat ini berfungsi sebagai sifat Allah yang artinya Allah memiliki sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya.

Menurut Sayyid Qutb, “qul huwallaahu ahad” merupakan lafal yang lebih halus dan lebih lembut daripada kata “ahad.” Sebab ia menyandarkan kepada makna “wahid” bahwa tidak ada sesuatu pun selain Dia bersama Dia dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang sama denganNya.

“Ini adalah ahadiyyatul-wujud, keesaan wujud. Karena itu tidak ada hakikat kecuali hakikatNya dan tidak ada wujud yang hakiki kecuali wujudNya. Segala maujud yang lain hanyalah berkembang atau muncul dari wujud yang hakiki itu dan berkembang dari wujud dzatiyah itu,” tulis Sayyid Qutb dalam Tafsir fi Zilalil Qur’an.

Surat Al Ikhlas ayat 2

اللَّهُ الصَّمَدُ

“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”

Ibnu Abbas menjelaskan tafsir ayat ini. Maksudnya adalah, seluruh makhluk bergantung kepada Allah dalam kebutuhan dan sarana mereka. Dialah Tuhan yang mahasempurna dalam perilakuNya. Mahamulia yang mahasempurna dalam kemulianNya. Mahabesar yang mahasempurna dalam kebesaranNya.

Al Hasan mengatakan, arti ayat ini adalah Allah Mahahidup lagi terus menerus mengurus makhlukNya.

Menurut Tafsir Al Misbah, ash shamad (الصمد) terambil dari kata kerja shamada (صمد) yang artinya menuju. Ash shamad merupakan kata jadian yang artinya “yang dituju.”

Sedangkan menurut Sayyid Qutb, arti ash shamad (الصمد) secara bahasa adalah tuan yang dituju, yang suatu perkara tidak akan terlaksana kecuali dengan izinnya. Allah adalah Tuan yang tidak ada tuan sebenarnya selain Dia. Dialah satu-satunya yang dituju untuk memenuhi segala hajat makhluk.

Surat Al Ikhlas ayat 3

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

“Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna ayat ini adalah Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak mempunyai istri.

Sayyid Qutb menjelaskan, hakikat Allah itu tetap, abadi, azali. Sifatnya adalah sempurna dan mutlak dalam semua keadaan. Kelahiran adalah suatu kemunculan dan pengembangan, wujud tambahan setelah kekurangan atau ketiadaan. Hal demikian mustahil bagi Allah. Kelahiran juga memerlukan perkawinan. Lagi-lagi, ini mustahil bagi Allah.

Surat Al Ikhlas ayat 4

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”

Kata kufuwan (كفوا) terambil dari kata kufu’ (كفؤ) yang artinya sama. Tidak ada seorang pun yang setara apalagi sama dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dialah yang memiliki segala sesuatu dan yang menciptakannya, maka mana mungkin Dia memiliki tandingan dari kalangan makhlukNya yang bisa mendekati atau menyamaiNya.

Menurut Sayyid Qutb, makna ayat ini adalah, tidak ada yang sebanding dan setara dengan Allah. Baik dalam hakikat wujudnya maupun dalam sifat dzatiyahnya.

Rangkuman Tafsir Surat Al Ikhlas

Surat ini berisi rukun-rukun aqidah dan dan syariat Islam paling penting. Yakni mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Menyifati Allah dengan sifat sempurna dan menafikan segala sekutu bagiNya.

Surat ini merupakan bantahan telak kepada orang-orang kafir baik dari kalangan kaum pagan (musyrik) maupun Yahudi dan Nasrani. Mereka semua telah menyekutukan Allah. Maka Allah menjelaskan tauhid yang benar, yang harus diimani oleh umat Islam. Dalam empat ayat yang padat dan sarat kandungan makna yang dalam.

(*/Tribun-Medan.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved