Profil TB Simatupang, Jenderal yang Pensiun di Usia 39, Berani Banting Pintu di Depan Soekarno

Sejarah mencatat, Indonesia pernah mempunyai jenderal yang pensiun di usia sangat muda. Dia adalah Tahi Bonar Simatupang atau TB Simatupang

Editor: Juang Naibaho
Ist
Letjen (Purn) TB Simatupang, mantan Kepala Staf Angkatan Perang RI (KSAP) yang pernah berseteru dengan Presiden Soekarno. 

Pada masa itu, TB Simatupang sudah membaca dan mendalami buku "Tentang Perang" karya Carl von Clausewitz. Dalam pertemuan alumni, biasanya dia yang paling banyak bicara dan memberikan analisis-analisis. Bahkan menurut Kawilarang, seandainya TB Simatupang orang Belanda, dia pasti akan mendapatkan mahkota emas.

Namun, setelah lulus dari KMA, Jepang berhasil merebut kekuasaan di Hindia Belanda. Alhasil, KNIL pun dibubarkan. TB Simatupang dan beberapa temannya direkrut Jepang dan ditempatkan di Resimen Pertama di Jakarta dengan pangkat Calon Perwira.

Beberapa tahun berselang, Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan. Hal ini membuat TB Simatupang menjadi bagian dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Ia ikut dalam perang kemerdekaan, ketika Belanda ingin kembali menguasai Indonesia.

TB Simatupang tidak memfokuskan kemampuan fisik selama berperang. Melainkan tentang strategi dan taktik di medan perang.

Atas kelihaiannya, putra dari Sutan Mangaraja Soaduan Simatupang dan Mina Boru Sibutar ini pun dipercaya sebagai Kepala Organisasi Markas Besar TKR. Tugas itu diberikan langsung oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo.

Ia dikenal sangat pintar bertempur, sehingga wajar saat kariernya di militer melesat begitu cepat. Dalam tempo singkat, ia diberi kepercayaan mengemban jabatan Wakil Kepala Staf Angkatan Perang. Sedangkan Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) tidak lain adalah Jenderal Besar Sudirman.

Intelektualitas dan pengalaman gerilya, bersama Jenderal Sudirman pun menjadi bekal yang cukup baginya untuk berpartisipasi dalam upaya diplomasi saat Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, pada 1949.

Karier TB Simatupang terus bersinar. Pada 1950, Jenderal Sudirman meninggal dunia, sehingga TB Simatupang diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dengan pangkat Mayor Jenderal. Saat itu umurnya baru 30 tahun.

Namun, ketika itu terjadi pergolakan di internal Angkatan Darat. Kolonel Bambang Supeno yang merupakan komandan institusi pelatihan perwira militer Candradimuka, mendekati Presiden Soekarno untuk membujuknya agar memecat Kolonel AH Nasution dari posisinya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Alasannya, banyak perwira kurang berkenan dengan AH Nasution yang tengah berupaya meningkatkan kualitas tentara.

Soekarno setuju dengan memberikan syarat para Pangdam sependapat dan memberikan tanda tangan. Syarat itu bisa dipenuhi oleh Supeno.

Kabar itu pun sampai ke telinga TB Simatupang. Ia tak terima dan langsung menemui Presiden Soekarno di Istana Negara. Pertemuan saat itu dihadiri Menteri Pertahan Sri Sultan HB, AH Nasution, dan Kawilarang.

Ketika itu, AH Nasution menyatakan siap dicopot demi keutuhan Angkatan Darat. Namun, tak demikian pemikiran TB Simatupang.

Tanpa tedeng aling, ia menyatakan keberatan atas rencana pergantian AH Nasution atas dasar pengaduan Supeno. Ia menilai tindakan seperti itu merupakan preseden buruk dan bisa menimbulkan situasi yang berbahaya di masa depan dalam organisasi militer.

Cara tersebut bisa dicontoh oleh pejabat militer lain yang ingin mengamankan posisinya dengan mendekati Presiden Soekarno. Pada saat yang sama, apabila ada panglima-panglima divisi yang tidak menyukai seorang pimpinan, mereka bisa mengumpulkan tanda tangan, lalu meminta Soekarno untuk mencopot orang tersebut.

Namun, Soekarno bersikukuh dengan rencana pergantian AH Nasution sebagai KSAD, dengan dasar adanya tanda tangan para panglima divisi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved