Akhir Riwayat Ching Sih, Pelacur Jadi Ratu Bajak Laut dengan Julukan Teror China Selatan
Dia terkenal sebagai wanita yang kejam dan kuat, hingga memiliki julukan sebagai "Teror China Selatan" selama puncak kejayaannya.
Raja bajak laut lainnya di provinsi Guangdong membentuk aliansi dengannya yang menjadi kekuatan bajak laut utama pada 1804.
Pada 16 November 1807, Zheng Yi meninggal di Vietnam pada usia tiga puluh sembilan tahun (menurut beberapa catatan dia berusia empat puluh dua pada saat kematiannya).
Puncak kekuasaan
Setelah 6 tahun menikah, Zheng Yi meninggal pada usia 39 tahun di Vietnam, mengutip dari The Famous People, membuat Ching Shih berada pada puncak kepemimpinan pasukan bajak aut suaminya.
Dia membentuk aliansi dengan anak tiri suaminya Cheung Po Tsai. Cheung Po Tsai diadobsi ketika ia telah berusia dewasa.
Dian H. Murray penulis dalam buku "Pirates of the South China Coast, 1790-1810", mengungkapkan bahwa "adopsi pada usia dewasa sering dipraktikkan di China untuk membangun dasar kekerabatan dalam interaksi lebih lanjut, terutama dalam bentuk bisnis atau murid-guru".
“Zheng Yi mengadopsi anak seorang nelayan remaja bukanlah hal yang luar biasa," ungkapnya seperti yang dikutip Kompas.com dari Atlas Obscura.
Cheung Po Tsai, awalnya adalah orang yang mewarisi kendali Armada Bendera Merah. Namun, Cheung Po Tsai lebih dari sekadar anak tiri Ching Shih.
Dia kemudian mencari dukungan dari anggota paling kuat dari keluarga mendiang suaminya, yaitu keponakannya Ching Pao-yang dan Ching Chi, yang menjadi sekutu untuk membantunya mendapatkan kesetiaan penuh dari keluarga Zheng Yi.
Ia juga berusaha mengambil langkah untuk mendapatkan loyalitas dari koalisi bajak laut yang dibentuk oleh mendiang suaminya. Alhasil, ia mendapatkan kepercayaan dari kapten armada yang paling setia kepada suaminya dan memperluas pengaruhnya pada kapten lainnya.
Saat itu, armadanya terdiri dari sekitar 800 kapal dengan berbagai ukuran dan memiliki sekitar 80.000 pasukan.
Sebagai pemimpin Armada Bendera Merah yang baru, Ching Shih menetapkan kode hukum yang ketat bagi anak buahnya untuk menjaga persatuan dan disiplin dalam armada.
“Kapal bajak laut sering kali memiliki beberapa wanita di dalamnya, tetapi tidak jelas sejauh mana peran mereka dalam praktik bajak laut,” kata Murray.
Tidak seperti di Barat, di China Selatan tidak ada stigma yang melekat pada perempuan yang berada di atas kapal, seperti dianggap sial bagi kapal.
Namun demikian, tidak mudah bagi siapa pun, apalagi janda bajak laut, untuk mengendalikan begitu banyak penjahat.
Kode hukum ketat yang diterapkan Ching Shih untuk menyatukan armada bajak lautnya yang besar itu adalah setiap bajak laut yang memberikan perintah sepihak atau tidak mematuhi perintah atasan harus dipenggal di tempat