News Video
Anggota DPR RI Sebut Hakim Yang Bebaskan Sekda Samosir Jabiat Sagala Manipulatif
Arteria menegaskan bahwa hakim di luar kewenangan dalam memutus perkara ini. Serta Kepala PN Balige harusnya diperiksa terkait putusan pra peradilan.
Penulis: Victory Arrival Hutauruk |
Anggota DPR RI Sebut Hakim Yang Bebaskan Sekda Samosir Jabiat Sagala Manipulatif
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengutuk putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Balige, Sandro Imanuel Sijabat yang membatalkan status tersangka Sekda Samosir Jabiat Sagala dan Plt Kadishub Samosir Sardo Sirumapea.
Dalam putusan sidang pra peradilan hakim tunggal Sandro Imanuel Sijabat pada 12 Juli 2021 bahwa penetapan tersangka dan surat perintah penyidikan kedua orang tersebut dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pada Penyalahgunaan Dana Belanja Tak terduga Penanggulangan Bencana Non-Alam Dalam Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat (17 Maret 2020 s.d. 31 Maret 2020) di Kabupaten Samosir tidak sah.
Arteria menegaskan bahwa hakim di luar kewenangan dalam memutus perkara ini.
Serta Kepala Pengadilan Negeri Balige harusnya diperiksa terkait putusan pra peradilan ini.
"Yang bersangkutan orang Samosir suruh periksa disini. Saya katakan hakim nya diluar kewenangan. Maklum diluar kewenangan hakim nya baru lulus tahun 2017. Itu yang saya minta betul diperiksa yang namanya Ketua Pengadilan Negeri Balige. Diperiksa yang namanya hakim pemeriksa Hakim pemeriksa perkara pra peradilan tersebut keadilan tersebut," tuturnya di Kantor DPD PDI Perjuangan, Medan.
Ia juga meminta KPK untuk turun tangan agar menyadap dugaan manipulatif yang dilakukan hakim tersebut.
"Lalau perlu periksa sadap. Saya minta tolong termasuk juga kepada teman-teman KPK sadap. Kenapa begitu, saya katakan hakim yang bersangkutan bukan hakim tapi melakukan perbuatan perbuatan yang sangat manipulatif," tegasnya.
Arteria menjelaskan bahwa orang-orang yang memuluskan diterimanya pra peradilan ini bekerja dengan tidak menggunakan otak.
"Ini pemain-pemain yang sudah kelewatan kalau mau main, main yang cantik pakai otak. Tapi inikan mainnya enggak pakai otak tapi pakai otot," tegasnya.
Arteria membeberkan bahwa yang menjadi modus hakim dalam putusan tampak seperti tulisan pengacara bukan pertimbangan hakim.
"Apa motif dan modusnya, pertama selalu seolah-olah mengutip ada surat edaran Jaksa Agung, surat edaran Mahkamah Agung, ada peraturan Jaksa Agung, ada peraturan Mahkamah Agung. Ada pendapat ahli, ada putusan MK. Pertimbangan hakim seolah-olah bukan pertimbangan hakim, tapi ini tulisan pengacara," jelasnya.
Ia juga menanyakan soal sekolah hukum yang dijalani hakim, karena baginya Hakim tak berwenang dalam membatalkan sah tidaknya penyidikan.
"Kemudian saya ingin sampaikan mudah-mudahan yang bersangkutan sekolah hakimnya memang benar sekolah hakim. Terkait dengan objek pra peradilan pahami apa yang dimaksud dengan objek pra peradilan, sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan ingat itu bukan sah tidaknya penyidikan. itu dominus litisnya jaksa bukan kewenangan hakim disitu," ungkapnya.
"Kemudian juga penghentian penuntutan bukan penuntutan nya sendiri. inikan yang dikerjakan sah tidaknya penyidikan, makanya belajar sekolah hukum dimana ini," tambah Arteria.