Membunuh & Telanjangi Nakes Wanita untuk Papua Merdeka? Marinus: KKB (TPNPB) Teroris Berotak Mesum
Kamu tidak bisa melawan aparat keamanan, kamu melampiaskannya dengan membunuh tenaga kesehatan perempuan. Kamu teroris kaki tangan iblis.
Melansir tribun papua, Marselinus Ola Atanila, satu di antara mantri yang bertugas di Puskesmas Kiwirok mendapat kabar bahwa akan ada penyerangan KKB ke pihak TNI-Polri.
Namun, demi kemanusiaan, Marselinus dan rekan-rekannya tetap bertahan di barak dan juga puskesmas, mana tau pihaknya dibutuhkan bantuan dalam penyelamatan.
Kabar penyerangan tersebut didengarnya sekitar pukul 07.00 WIT.
“Kami mengambil langkah bijak untuk tetap di dalam barak medis dan juga puskesmas sehingga apabila penyerangan dan ada korban, kami sebagai nakes bisa melakukan pertolongan,” kata Marselinus mengisahkan kronologis penyerangan KKB terhadap dirinya dan nakes lainnya di Kiwirok.
Tetapi, kejadian berbanding terbalik. Sekitar pukul 09.00 WIT, terjadi letusan pertama kalinya di Pos Pamtas.
“Kami tidak mengira akan terjadi penyerangan terhadap nakes. Pada pukul 09.05 WIT, KKB mulai menghancurkan puskesmas dan menyiram bensin keliling gedung, membakarnya,” ujarnya.
Sekitar pukul 09.07 WIT, kata Marselinus, KKB mulai menuju ke barak dokter yang bersebrangan dengan puskesmas.
KKB melancarkan aksinya dengan menghancurkan kaca jendela kemudian menyiram bensin dan membakar.
Di dalam barak dokter tersebut terdapat lima orang nakes yaitu Dokter Restu Pamanggi, mantri Lukas Luji Parta, suster Siti Khodija, dan mantri Martinus Deni Satya.

Pada saat pukul 09.10 WIT, KKB semakin brutal dengan memasuki barak dokter dan menyerang nakes yang ada di dalamnya.
Merasa diserang, nakes tersebut lari berhamburan keluar dari barak secara terpisah.
“Dokter Restu sempat dihadang dan dipukul dengan besi, kemudian digiring ke jurang dan ditendang ke jurang,” urai Marselus.
Sedetik kemudian, KKB menuju ke barak nakes yang kedua dimana terdapat dirinya bersama, mantri Manuel Abi, mantri Lukas Luji Patra, suster Kristina Sampe Tonapa, suster Katriyanti Tandila dan juga almarhum suster Gabriella Melani.
“Merasa terancam, saya dan rekan-rekan lain bersembunyi di dalam WC, namun keberadaan kami diketahui sehingga kami berusaha menyelamatkan diri dengan berlari sekuat tenaga,” ujarnya.
Namun, di segala pejuru sudah dikuasai oleh pihak KKB dan KNPB sehingga dirinya dan rekan lainnya terpojok di pinggir jurang.