Materi Belajar Sekolah
Materi Belajar: Penjelasan Sejarah BPUPKI, Tugas, Tujuan, hingga Terbentuknya Panitia Sembilan
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan atau disingkat BPUPKI memiliki peran penting dalam perbentukan undang-undang dasar negara.
TRIBUN-MEDAN.com - Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan atau disingkat BPUPKI memiliki peran penting dalam perbentukan undang-undang dasar negara.
Sebagai rakyat Indonesia tentunya kalian harus tahu tentang sejarah-sejarah Indonesia. Seperti kata Ir. Soekarno “jangan sekali-sekali melupakan sejarah”.
Kita bahas sejarah terbentuknya, tugas BPUPKI dan tujuan BPUPKI yang dilansir dari gramedia.com:
Meletusnya masa Perang Dunia II, maka berakhirlah masa pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia.
Lalu, pemerintahan ini digantikan oleh kekuasaan pemerintah militer Jepang. Jepang mengaku bahwa mereka adalah “Pemimpin Asia dan saudara tua bangsa Indonesia”.
Kenyataannya Jepang tidak ada bedanya seperti penjajah yang lainnya.
Pada suatu ketika Jepang mulai terdesak dengan tentara Sekutu dan mendapat banyak kekalahan
Setelah itu pemerintahan Jepang bersiasat untuk bermurah hati dengan menjanjikan akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
Hal ini dilakukan Jepang untuk menarik hati bangsa Indonesia. Di samping itu Jepang membentuk Panitia Pemeriksa Adat dan Tata Negara yang memiliki tugas untuk menyelidiki adat dan tata negara Indonesia lama untuk disumbangkan kepada Jepang.
Pada 7 September 1944 dilaksanakan sidang istimewa ke-85 Teikoku Ginkai di Tokyo.
Perdana Menteri Koiso mengumumkan tentang pendirian pemerintahan Kemaharajaan Jepang bahwa daerah Indonesia Timur diperkenankan merdeka di kemudian hari.
Jepang memberikan pernyataan seperti ini karena angkatan perang mereka semakin terdesak.
Jepang mengumumkan pembentukkan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Maret 1945 yang dikenal dengan nama Dokuritsu Junbi Cosakai
Jepang membentuk BPUPKI sebagai langkah awal dari janji mereka atas kemerdekaan bangsa Indonesia.
Walaupun Jepang telah mengumumkan pembentukkan BPUPKI, tetapi peresmian BPUPKI terjadi pada tanggal 29 April 1945.
Pada tanggal 29 April 1945 selain peresmian BPUPKI, terlaksanalah pengangkatan pengurus dan anggota BPUPKI.
Telah diangkat sebanyak 60 orang Indonesia sebagai anggota BPUPKI dan 7 orang Jepang untuk mengawasi anggota BPUPKI.
Baca juga: Apa Fungsi Usus Halus dalam Sistem Pencernaan Manusia? Berikut Bagian-bagian Usus Halus
Baca juga: Apa Arti Warga Negara, Fungsi, Hak dan Kewajiban Warga Negara, Beserta Contohnya
Dalam strukturnya, BPUPKI ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu perundingan dan kantor tata usaha. Badan perundingannya terdiri dari seorang ketua, dua orang ketua muda, dan 60 anggota Tata Usaha.
BPUPKI diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, dengan wakilnya Ichibangase Yosio (orang Jepang), dan juga Raden Pandji Soeroso.
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa BPUPKI memiliki dua bagian. Bagian satu ini adalah Tata Usaha yang beranggotakan 60 orang.
Tata usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso beserta wakilnya Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang).
Kebijakan Jepang dalam membentuk BPUPKI bukan tanpa alasan, melainkan Jepang ingin mempertahankan sisa-sisa kekuatannya akibat desakan Sekutu serta memikat hati bangsa Indonesia.
Buku ini menyediakan karya-karya dari Bung Hatta tentang Kemerdekaan dan Demokrasi.
BPUPKI melaksanakan sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945. Namun dari sidang tersebut mereka masih belum menemukan rumusan mengenai dasar negara Indonesia.
Namun sebelum sidang kedua dilaksanakan, BPUPKI membentuk Panitia Sembilan untuk memastikan dan merumuskan dasar negara Indonesia.
Susunan keanggotaan Panitia Sembilan:
Ir. Soekarno (ketua)
Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
K.H. Abdul Wahid Hasjim (anggota)
Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
H. Agus Salim (anggota)
Mr.Alexander Andries Maramis (anggota)
Para Panitia Sembilan ini melaksanakan pertemuan pada tanggal 22 Juni 1945. Mereka menghasilkan rumusan dasar negara Indonesia yang dikenal dengan Piagam Jakarta dari hasil pertemuan tersebut.
Isi dasar negara dalam Piagam Jakarta adalah:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya.Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setelah adanya pertemuan Panitia Sembilan dan menghasilkan Piagam Jakarta, akhirnya rancangan dasar negara tersebut diterima.
Kelima asas yang disampaikan oleh Ir. Soekarno tersebut diberi nama menjadi Pancasila atas petunjuk dari seorang ahli.
Kelanjutan rancangan dasar negara tersebut akan dimatangkan dalam persidangan BPUPKI kedua yang dilaksanakan mulai tanggal 10 Juli 1945.
Pada 10-17 Juli 1945 dilaksanakan sidang BPUPKI yang kedua. Sidang tersebut membahas tentang rancangan Undang-Undang Dasar, bentuk negara, wilayah negara, dan kewarganegaraan Indonesia.
Kemudian BPUPKI dibubarkan pada 7 Agustus 1945. BPUPKI dianggap telah melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya. Setelah itu, Jepang mendirikan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Tujuan BPUPKI Dibentuk
Tujuan BPUPKI dibentuk untuk mendalami, mengkaji, dan menyelidiki bentuk-bentuk dasar yang cocok untuk kepentingan pemerintahan Indonesia dari pasca kemerdekaan. Yang jelas tujuan dari BPUPKI ini untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Walaupun BPUPKI ini sebenarnya hanya sebagai janji manis dari Jepang atas kemerdekaan Indonesia untuk memikat hati rakyat Indonesia.
Janji manis ini digunakan agar Indonesia mau membantu Jepang melawan Sekutu.
Tugas BPUPKI
BPUPKI sebagai badan penyelidik memiliki tugas utama untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang memiliki hubungan dengan politik, tata pemerintahan, ekonomi, dan lainnya yang diperlukan untuk persiapan kemerdekaan Indonesia.
Secara rinci berdasarkan sidang, BPUPKI ditugaskan untuk:
Bertugas untuk membahas tentang dasar negara.
Bertugas menetapkan Undang-Undang Dasar.
Setelah selesai sidang pertama, BPUPKI membentuk reses selama satu bulan.
Bertugas untuk membentuk Panitia Kecil atau Panitia Delapan untuk menampung saran-saran dari para anggota.
Bertugas membantu Panitia Sembilan bersama Panitia Kecil.
Hasil Sidang BPUPKI
1. Sidang Pertama BPUKI (29 Mei – 1 Juni 1945)
Pada sidang BPUPKI yang pertama membahas mengenai rumusan dasar negara.
Dalam sidang ini kegiatannya mendengarkan pidato dari ketiga tokoh utama pergerakan nasional Indonesia yaitu, Prof. Mohammad Yamin, S.H., Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Sidang pada 29 Mei 1945 menghasilkan gagasan rumusan lima asas negara Republik Indonesia dari Prof. Mohammad Yamin, S.H., yaitu:
Peri Kebangsaan
Peri Kemanusiaan
Peri Ketuhanan
Peri Kerakyatan
Kesejahteraan Rakyat
Lalu, sidang 31 Mei 1945, menghasilkan gagasan tentang rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia Merdeka dari Prof. Dr. Soepomo, yaitu:
Persatuan
Kekeluargaan
Keseimbangan lahir batin
Musyawarah
Keadilan sosial
Kemudian, pada 1 Juni 1945, menghasilkan gagasan tentang rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia dari Ir. Soekarno, yaitu:
Kebangsaan Indonesia
Internasionalisme dan peri kemanusiaan
Mufakat atau demokrasi
Kesejahteraan sosial
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sidang Kedua BPUPKI Kedua (10-17 Juli 1945)
Pada sidang BPUPKI yang kedua yang digelar mulai dari 10-17 Juli 1945 membahas tentang rancangan Undang-Undang Dasar (UUD), bentuk negara, wilayah negara, dan kewarganegaraan Indonesia.
Adapun beberapa poin penting termasuk pergantian redaksi dalam UUD, yaitu:
Rencana Hukum Dasar negara Indonesia.
Memutuskan Piagam Jakarta menjadi pembukaan hukum dasar dengan beberapa perubahan.
Frasa “Hukum Dasar” pada alinea keempat diganti menjadi Undang-Undang Dasar.
Kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Lalu, di antara kata permusyawaratan dan perwakilan dalam Undang-Undang Dasar diberi garis miring.(*)