TRIBUNWIKI
Makam Raja Sisingamangaraja XII Ternyata Ada di Sionom Hudon, Berikut Sejarahnya
Namun, dibalik ketokohannya tidak banyak yang tahu Keberadaan Makam Raja Sisingamangaraja XII yang gugur pasca tragedi Aek Sibulbulon 17 Juni 1907.
Penulis: Arjuna Bakkara | Editor: Ayu Prasandi
Oleh berbagai pembelaan terhadap masyarakat, dituduh separatis pengacau oleh Belanda sehingga dicari untuk dipenjarakan, maka mereka mengungsi ke Sindias, rumah pakdenya Jangkar Tumanggor. Oleh sebab seorang malim, maka keluarga itu dilindungi dan dirahasiakan keberadaannya.
Selama 22 tahun berada di Sionom Hudon, Sisingamangaraja XII mengajar sebagai (raja pangalualuon) yang karismatik, memberi nasehat kepada seluruh umat perihal pemikiran maupun prilaku.
Akan tetapi, pengajaran itu pupus. Tahun 1907, pasukan Belanda pimpinan Kapten Kristofel, membunuhnya di Sibulbulon, Jumat 17 Juni 1907.
Oleh sebab pembunuhan itu diexpose oleh wartawan dalam surat kabar lokal maupun luar negeri sebagai perbuatan sadis.
Berita sensasi yang menjadi perhatian dunia terhadap raja Batak di tanah Batak. Pasukan sigudamdam (orang Toba menyebut Sihudamdam) pun turut mengadakan perlawanan Belanda, citra pemerintah Belanda dimata internasional merosot tajam.
Dalam rangka merubah citranya dimata publik, politik rangkul terhadap raja- raja wilayah (ketua raja) seluruh Sumatera dicanangkan oleh pemerintah Belanda sekitar tahun 1910.
Program penataran (edukasi) itu diselenggarakan oleh Boven di setiap kewedanaan, diselenggarakan selama tiga bulan di setiap kewedanaan. Raja wilayah Sionom Hudon memperoleh perlakuan yang sama, diundang oleh boven Barus.
Baca juga: Padahal Sudah Hidup Bergelimang Harta dengan Pasha Ungu, Adelia Beri Kode Soal Ini pada sang Suami
Setelah undangan dibaca, ketua raja Sionom Hudon curiga oleh persyaratan undangan.
Bahwa setiap ketua raja membawa surat keterangan yang ditanda tangani oleh raja-raja kampung sebagai pengesahan. Ingat masa lalu, ketua raja sebelumnya dipanggil tidak pernah kembali.
Oleh pertimbangan keselamatan dirinya, maka mengutus perwaliannya, seseorang yang dianggap pendatang di wilayahnya. Orang tersebut dibekali surat keterangan yang ditanda tangani oleh raja-raja kampung.
Surat keterangan tersebut dibawa sendiri sebagai bukti bahwa dirinya adalah ketua raja Sionom Hudon.
Setelah tiga bulan, beliau pulang, tiba di pasar Parlilitan dengan baju dinas putih dengan topi putih diatas kepala sebagai pertanda kebesaran bahwa dia adalah raja ihutan (ihutan artinya diikuti).
Saat surat penugasan diperlihatkan olehnya, masyarakat langsung protes bahwa Boven Barus salah angkat.
Masyarakat sepakat menggugat keputusan itu bahwa raja ihutan bentukan Boven Barus tidak sah.
Awalnya didiamkan, setelah penuntutan masuk berita koran, kemudian turun keputusan boven Barus menyebut bahwa surat keputusan telah ditanda tangani, maka keputusan tertulis tidak dapat diubah. Demikian ditetapan Boven Barus.
Oleh ketetapan seperti itu, masyarakat mengadukan Boven Barus naik banding pada pengadilan tinggi keresidenan Sibolga.
Mereka melampirkan surat keterangan yang ditanda tangani oleh raja-raja kampung. Perlawanan banding itu diexpose oleh berbagai surat kabar, ditulis head line, bangkitnya semangat baru.
Baca juga: GEGER, Boru Pandiangan Gantung Diri Usai Habisi Keponakannya di Sunggal
Kepala dipenggal
Musuh yang diburu telah terbunuh, perintah tangkap hidup atau mati telah dilaksanakan, mayat telah ada di hadapan mata bukti fisik tinggal memperlihatkan kepada pemberi perintah.
Keterangan dukun kampung selaku petunjuk jalan tentang ciri-ciri, menimbulkan keraguan untuk dieksekusi. Kapten Kristofer selalu pimpinan exsekutor akan membuktikan keabsahan jasad Sisingamangaraja XII. Mayat berserakan, selain raja dan keturunannya korban, ada 13 orang lagi pengawal yang bersamanya.
Mayat-mayat setelah diidentifikasi, menimbulkan keraguan. Bukti yang sah merupakan pembuktikan yang wajib dilakukan kepada pemberi perintah, sang Gubernur Jenderal JB van Heutsz.
Namun saat itu itu pertanyaan mana mayat Sisingamangaraja XII sesungguhnya menjadi pertanyaan.
Ciri-ciri yang didapat bahwa raja menggunakan pakai ciri, pakaian tradisi dan symbol, juga memiliki lidah berbulu menjadi pembenaran keabsahan Sisingamangaraja XII.
Setelah diskusi alot, mereka sepakat keabsahan mayat, bahwa mayat yang berpakaian tradisi dan lidah berbuluh itu jasad Sisingamangaraja XII. Seorang membuka mulut dari jasad itu, ternyata ditemukan ada dua mayat yang lidahnya berbulu.
Satu yang mudah dan satu yang tua. Saat dihunus, lehernya digorok, jasat yang mudah bisa terpotong, sedangkan yang tua tak terpotong, dipercaya adalah jasad Sisingamangaraja XII.
Menjelang malam kepala mayat diperlihatkan, di Batu Gajah, di Kuta Salak, ke Samosir, bahkan samapai ke Balige yang akhirnya dikubur di Pearaja, Tarutung.
Kemudian hari, setelah beberapa tahun dipindahkan ke Sopo Sorung. Tetapi di Sionom Hudon, pengikut Si Singamangaraja dari Sionom Hudon, didukung oleh perlawanan pasukan Sihudamdam di berbagai daerah.
Baca juga: Siapul Jamil Ancam Perkarakan Orang yang Sebut Dirinya Pedofil atau Predator
Bahkan sebagian masyarakat percaya bahwa Si Singamangaraja tak mati.
Sampai sekarang penduduk Sionom Hudon percaya, makam Si Singamangaraja XII ada di Sionom Hudon, meski disebut ada di Balige.
Tulisan ini diwawancara dari Fernando Nahampun berdasarkan buku Kisah Perjuangan Sisingamangaraja XII Di Sionom Hudon, cucu dari Aman Tumangas, salah satu Panglima Sisingamangaraja XII.
Termasuk Fernando Nahampun merupakan keturunan keluarga para Pejuang di Parlilitan yang melindungi Raja Siaingamagaraja XII dan setia mengusir Belanda di Indonesia.
(Jun-tribun-medan.com)