Materi Belajar Sekolah
Biografi Ki Hajar Dewantara: Pencetus Trilogi Pendidikan yang Diterapkan hingga Saat Ini
Pada artikel ini mengulas tentang biografi Ki Hajar Dewantara yang lebih dikenal dengan Bapak Pendidikan Indonesia.
TRIBUN-MEDAN.com - Pada artikel ini mengulas tentang biografi Ki Hajar Dewantara yang lebih dikenal dengan Bapak Pendidikan Indonesia.
Tokoh yang bernama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat ini lahir pada hari Kamis Legi, tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta.
Berikut biografi Ki Hajar Dewantara, Pahlawan Nasional yang dikutip dari gramedia.com:
1. Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Sebagai bangsawan Jawa, Ki Hajar Dewantara atau bernama asli Soewardi Soerjaningrat menempuh Pendidikan Europeesche Lagere School (ELS), sekolah rendah untuk anak-anak Eropa.
Lalu, ia masuk School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Dokter Jawa.
Namun, karena kondisi kesehatannya tidak mengizinkan, membuat Soewardi Soerjaningrat tidak tamat dari sekolah ini.
2. Profesi Ki Hajar Dewantara
Profesi yang digeluti oleh Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) adalah dunia jurnalisme yang berkiprah di beberapa surat kabar dan majalah pada waktu itu:
Sediotomo, de Express, Oetoesan Hindia, Midden Java, Tjahaja Timoer, Kaoem Moeda, dan Poesara yang melontarkan kritik sosial-politik kaum bumiputera kepada penjajah.
Tulisannya komunikatif, mengena, dan tegas.
Jiwanya sebagai pendidik tertanam dan direalisasikan dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1992 dengan tujuan mendidik masyarakat bumiputera.
Pada waktu itu, Ki Hajar Dewantara termasuk penulis terkenal. Tulisannya yang tajam dan patriotik membuatnya mampu membangkitkan semangat anti kolonial bagi pembacanya.
Selain sebagai wartawan, ia juga aktif di berbagai organisasi sosial dan politik.
Ketika tahun 1908, Ki Hajar Dewantara aktif di seksi propaganda organisasi Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan memebangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
3. Mendirikan Inische Partij
Bersama dengan Danudirdja Setyabudhi atau yang dikenal dengan Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme di Indonesia) pada 25 Desember 1912 dengan tujuan untuk kemerdekaan Indonesia, kemudian ditolak oleh Belanda karena dianggap dapat menumbuhkan rasa nasionalisme rakyat.
Setelah pendaftaran status badan hukum Indische Partij ditolak, Ki Hajar Dewantara ikut membentuk Komite Boemipoetra pada November 1913.
Komite ini sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa.
Komite Boemipoetra melancarkan kritik kepada pemerintah kolonial Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
Berhubungan dengan rencana perayaan tersebut, Ki Hajar Dewantara mengkritik melalui tulisannya yang berjudul Een voor Allen maar Ook Allen voor Een yang artinya (Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu juga) dan Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda).
Akibat dari tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda”, pemerintah kolonial Belanda menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukum interning (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk ia bertempat tinggal.
Ki Hajar Dewantara akhirnya dihukum buang di Pulang Bangka.
4. Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa
Setelah kembali dari pengasingan bersama dengan teman-temannya, Ki Hajar Dewantara mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, National Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada Juli 1922, lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi kelas bawah untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Perguruan ini mengubah metode pengajaran kolonial yaitu dari sistem pendidikan “perintah dan sanksi” kependidikan pamong yang sangat menekankan pendidikan mengenai pentingnya rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Dalam membangun Taman Siswa, banyak rintangan yang dihadapi Ki Hajar Dewantara. Pemerintah kolonial Belanda berusaha membatasi dengan mengeluarkan ordonansi sekolah liar pada 1 Oktober 1932.
Perguruan Taman Siswa sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai Tanah Air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Di tengah keseriusannya di bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantara tetap rajin berkarya dengan menulis. Tema tulisannya kemudian beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisannya itulah Ki Hajar Dewantara berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi negeri Indonesia.
Namun kolonial Belanda juga mengadakan usaha bagaimana cara melemahkan perjuangan gerakan politik yang dipelopori oleh Taman Siswa.
Perjuangannya di bidang pendidikan dan politik inilah membuat pemerintah Indonesia menghormatinya dengan berbagai jabatan dalam pemerintahan Republik Indonesia.
Di antaranya adalah mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1950), mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Gajah Mada (1959) serta diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun 1959.
5. Wafatnya Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 dan dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta.
6. Kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, Tut Wuri Handayani yang menjadi slogan Kementerian Pendidikan.
Namanya juga diabadikan sebagai salah satu kapal perang di Indonesia yaitu KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas Rp 20.000 tahun emisi 1998.
Ki Hajar Dewantara dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang kedua oleh Presiden Soekarno pada 28 November 1959 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, 28 November 1959). Untuk mengingat jasa-jasa Ki Hajar Dewantara, didirikanlah Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta.
Konsep Trilogi Ki Hajar Dewantara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), trilogi berarti tiga hal yang saling bertaut atau bergantung. Konsep trilogi Ki Hajar Dewantara yang digunakan sebagai pijakan yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.
Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing Ngarsa Sung Tuladha berarti bahwa pendidik yang berada di depan hendaknya menjadi contoh. Sung dalam bahasa Jawa berarti memberi, berasal dari kata asung. Sedangkan sung berarti menjadi, karena antara memberi dan menjadi memiliki makna yang berbeda.
Ing Madya Mangun Karsa
Ing Madya artinya di tengah-tengah. Mangun memiliki arti membangkitkan atau menggugah dan Karsa artinya bentuk kemauan atau niat.
Makna dari Ing Madya Mangun Karsa ialah seseorang di tengah harus juga mampu melibatkan diri membangkitkan atau menggugah semangat.
Ing Madya Mangun Karsa berarti seorang pendidik jika berada di tengah-tengah peserta didiknya harus mampu terlibat dalam setiap pembelajaran yang dilakukan siswa agar semua bisa mempersatukan semua gerak dan perilaku secara serentak untuk mencapai tujuan bersama.
Ajaran Ing Madya Mangun Karsa ini erat kaitannya dengan kebersamaan, kekompakan, dan kerjasama. Seorang pendidik tidak hanya melihat kepada orang yang didiknya, tetapi juga harus berada di tengah-tengah orang yang dididiknya.
Pendidik harus memberi wawasan pengetahuan kepada peserta didik. Sebisa mungkin pendidik menanamkan pendidikan kepribadian kepada siswa meskipun tidak secara langsung. Pendidik yang dapat bekerjasama dengan peserta didiknya yang berada di tengah-tengah kelompoknya dan secara kooperatif berusaha Bersama sambal membantu peserta didik.
Baca juga: Materi Belajar Sejarah: Biografi RA Kartini, Pejuang Emansipasi Perempuan
Baca juga: Biografi Soeharto, Presiden Kedua Indonesia: Masa Kecil Soeharto dan Karir Militer
Tut Wuri Handayani
Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berarti memberikan dorongan moral atau dorongan semangat sehingga memiliki arti seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang.
Pendidik harus mampu memberi kemerdekaan kepada peserta didik dengan perhatian sepenuhnya untuk memberikan petunjuk dan pengarahan.
Kemerdekaan pendidikan diberikan pendidik melalui tanggung jawab kepada peserta didik untuk memperlihatkan kemampuannya dan sebagai pendidik, ia berdiri di belakang tentang bagaimana para pendidik bisa menumbuhkan dan merangsang serta mengarahkan setiap potensi yang dimiliki peserta didik, merupakan hal yang harus dipikirkan.
Ki Hajar Dewantara juga menyebutkan tujuan trilogi tersebut adalah sebagai berikut:
Mencapai tujuan tertib dan damai.
Membentuk manusia yang merdeka.
Tertib tidak akan tercapai jika tidak ada damai antar manusia.
Ki Hajar Dewantara menawarkan konsep trilogi pendidikan yang bersifat memanusiakan manusia dengan cara membentuk pribadi yang berakhlak mulia untuk dapat memberi teladan.
Pandangan Ki Hajar Dewantara mengimplisitkan landasan tugas pendidik adalah mengacu kepada pemulihan harkat dan martabat manusia dan diarahkan kepada bakat serta kodratnya.
Hal ini berarti pendidik harus bersikap menuntun dan memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan kretifitas yang memberikan manfaat bagi tumbuh kembang anak.
Karya-karya Ki Hajar Dewantara
1. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Pertama: Tentang Pendidikan
Buku ini membahas gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam bidang Pendidikan di antaranya mengenai Pendidikan nasional.
Pendidikan kanak-kanak, Pendidikan Sistem Pondok, Adab dan etuka keteladanan, Pendidikan dan kesusilaan. Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa kemerdekaan bangsa untuk mendapat kesejahteraan tidak hanya dicapai melalui jalan politik, tetapi juga melalui pendidikan.
2. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Kedua: tentang Kebudayaan
Dalam buku ini, Ki Hajar Dewantara menulis tentang kebudayaan dan kesenian antara lain: Pembangunan Kebudayaan Nasional, Kebudayaan SIfat Pribadi Bangsa, Asosiasi antara Barat dan Timur.
3. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Ketiga: tentang Politik dan Kemasyarakatan
Buku ini berisi tulisan-tulisan mengenai politik antara tahun 1913-1922 yang membuat ramai dunia imperialis Belanda dan tulisan-tulisan mengenai wanita dan perjuangannya.
4. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis
Pada buku bagian keempat ini, Ki Hajar Dewantara banyak melukiskan kisah kehidupan dan perjuangan hidup perintis.
Baca juga: UPDATE Kasus Luhut Vs Fatia dan Haris Azhar, Mediasi di Polda Metro Jaya Hari Ini
Baca juga: ROHIMAH Ngaku Sudah Serius dengan Kekasihnya, Kini Masih Menanti Restu dari Anak
(*/tribun-medan.com)
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari tribun-medan.com. Mari bergabung di Channel Telegram "Tribun Medan Update", caranya klik link https://t.me/tribunmedanupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.