Suami Pegawai Pegadaian di Stabat Suruh ART Gadaikan Emas Palsu, Negara Rugi Rp 2,3 Miliar
Sopir terdakwa, Eko Purwanto diminta terdakwa menggadaikan perhiasan emas palsu sebanyak kurang lebih sepuluh kali ke Pegadaian.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Para pekerja di rumah terdakwa korupsi Rp 2,39 miliar di PT Pegadaian Perdamaian Stabat mengaku tidak tahu bahwa kartu identitas mereka dipakai untuk pengurusan gadai emas palsu oleh pasangansuami istri Syafda Ridha Syukurillah-Devi Andria Sari.
Devi Andria Sari yang menjadi terdakwa pada kasus ini pernah bekerja di Pegadaian Perdamaian Stabat dan suaminya Syafda Ridha Syukurillah diduga bersekongkol menggasak uang dengan modus itu dari tahun 2019 sampai tahun 2021.
Sidang lanjutan kasus ini di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (13/12/2021), menghadirkan empat orang saksi yang tiga diantaranya yakni pekerja kedua terdakwa.
Saksi Wildan yang merupakan tukang pembuat kandang ayam terdakwa mengaku disuruh terdakwa Syafda menggadaikan perhiasan berupa gelang ke Pegadaian Perdamaian Stabat sebanyak dua kali.
"Disuruh gadai oleh Bang Syafda. Katanya, jumpa petugas security dan kasih aja KTP (saya). Ada dua kali disuruh," katanya kepada jaksa.
Terdakwa mengaku sempat menaruh curiga sebab terdakwa juga pernah meminjam KTP-nya dengan alasan tak jelas. Namun ia mengaku tidak berani menolak karena perintah atasan.
"Saya curiganya sewaktu yang ketiga kali, saya pikir kok sering kali (gadai). Dia pinjam KTP saya, lalu saya tanya buat apa? Katanya sebentar aja pinjam sekitar dua jam. Saya kan kerja di situ. Enggak enak menolaknya. Sekitar empat kali KTP dipinjam," katanya.
Belakangan, kata Wildan, ia mengetahui kalau KTP-nya dimanfaatkan kedua terdakwa sebanyak belasan kali untuk menggadai emas palsu.
Sopir terdakwa, Eko Purwanto diminta terdakwa menggadaikan perhiasan emas palsu sebanyak kurang lebih sepuluh kali ke Pegadaian tempat kerja Devi Andria Sari itu. Ia mengaku awalnya tidak tahu bahwa perhiasan itu emas palsu.
"Kurang lebih sepuluh kali. Katanya ini kasihkan ke ibu itu (terdakwa Devi). KTP saya dipakai buat gadai, tadinya saya belum tahu itu istrinya. Lalu, Ibu Devi kasih berkas penerimaan dan saya teken, cair uangnya," bebernya.
Pengakuan serupa juga diungkapkan oleh Samna yang merupakan tukang taman terdakwa. Saman mengaku disuruh empat kali gadai perhiasan palsu tersebut.
"Ada disuruh perpanjang juga, gelang sama kalung. Disuruh jumpai istrinya, lalu disuruh nyerahkan KTP saya. Setelah tandatangan diserahkan kalung, lalu nunggu pencairan uang dari kasir," bebernya.
Hakim ketua Imanuel Tarigan mencecar para saksi apakah ada menerima uang dari terdakwa usai meminjamkan KTP buat digadai.
"Tidak ada, Yang Mulia," kata para terdakwa.
Selain itu, para terdakwa mengaku tidak tahu bahwa rupanya kartu identitas mereka digunakan berulang kali hingga uang pencairan mencapai miliaran rupiah.
"Gara-gara kalian mau saja disuruh begitu mengakibatkan Rp 2,3 miliar kerugian negara. Masa kalian enggak tahu itu emas palsu?" cetus hakim.
Dalam sidang tersebut juga terungkap, bahwa kedua terdakwa juga memanfaatkan data salah satu karyawan Pegadaian untuk melakukan gadai emas palsu.
Usai mendengar keterangan saksi-saksi, saat dikonfrontir kedua terdakwa tidak ada merasa keberatan dan langsung membenarnya semua kesaksian para saksi.
"Tidak ada keberatan, Pak. Mereka tidak tau itu palsu," kata kedua terdakwa.
Dakwan Jaksa
Pada sidang sebelumnya, jaksa dalam surat dakwaannya menyebut bahwa kedua terdakwa telah bersepakat untuk memulai beberapa usaha yang dimulai dari kuliner seafood di Cemara Kecamatan Percut Sei Tuan, namun mereka tidak mempunyai modal.
Karena tidak mempunyai modal untuk memulai berbagai macam rencana usaha, terdakwa yang merupakan Pegawai PT Pegadaian (Persero) dan bertugas sebagai Pengelola UPC Perdamaian Stabat sepakat dengan suaminya Syafda Ridha Syukurillah, untuk membuat pinjaman uang di UPC Perdamaian Stabat dengan menggunakan perhiasan imitasi yang bukan emas, namun nantinya seolah-olah dianggap sebagai emas.
"Bahwa sejak tanggal 11 Juni 2019, Terdakwa mulai membuat pinjaman Kredit Cepat Aman (KCA) di UPC Perdamaian Stabat dengan menggunakan barang gadai/jaminannya, berupa perhiasan imitasi," urai JPU.
Terdakwa yang bertugas memeriksa dan menaksir nilai barang gadai/jaminannya, maka ia menilai perhiasan imitasi tersebut senilai dengan perhiasan emas.
Terdakwa dalam membuat pinjaman KCA tersebut ada yang menggunakan nama adik-adik kandung terdakwa tanpa sepengetahuan adik-adik terdakwa, nama-nama karangan Terdakwa sendiri, nama-nama orang yang pernah menjadi nasabah di UPC Perdamaian Stabat tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, maupun pinjaman Kredit Cepat Aman (KCA) atas nama Syafda Ridha Syukurillah dan orang-orang kenalan Syafda Ridha Syukurillah yang datang langsung ke Kantor UPC Perdamaian Stabat atas suruhan Syafda Ridha Syukurillah.
"Yang mana sampai dengan tanggal 24 Maret 2020, seluruhnya berjumlah 306 transaksi KCA," beber Jaksa.
Perbuatan keduanya kata Jaksa, merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara sebesar Rp 2.394.468.800.
"Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UURI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UURI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UURI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," pungkas Jaksa. (cr21/tribun-medan.com)