Kronologi Kericuhan Anggota TNI dengan Petani di Pantai Labu, Warga Minta Tolong Dipukuli, Videonya

Letkol Caj Drs Wendrizal Sekum Puskopkar "A" BB membeberkan kronologi kejadian di Dusun Saor Matio, Kecamatan Pantai Labu

Editor: Salomo Tarigan
Tangkapan Layar/YouTube
Kericuhan TNI dan warga di area lahan persawahan Desa Seituan Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deliserdang 

Kericuhan yang awalnya terjadi di jalan desa lama kelamaan sampai memasuki area persawahan.

Beberapa personel TNI terlihat berlumpur karena terlibat keributan dengan masyarakat di area persawahan yang baru beberapa hari ditanami.

" Tolong....tolong kami. Tuhan Tolong kami masyarakat dipukuli," ucap pemilik akun Facebook tersebut sembari menayangkan video siaran langsung.

Konflik yang terjadi ini ternyata sudah lama terjadi dan sampai saat ini kedua belah pihak masih mengklaim masing-masing kepemilikan.

Kepala Desa Seituan, Parningotan Marbun menyebut pihak Puskopad sudah lama meminta agar warga mengosongkan lahan pertanian seluas 65 hektare.

Disebut masyarakat tidak mau bergeser lantaran lahan sudah dikuasai dari zaman kakek neneknya.

"Sesudah jadi bandara ini mereka ngaku-ngaku HGU nya ini. Dulu-dulu nggak pernah diperdebatkan dijaman kakek saya. Semenjak ada bandara ininya seperti ini," ucap Parningotan Marbun.

Ia mengaku sangat menyayangkan kericuhan yang terjadi pada Selasa pagi.

Disebut dalam kejadian itu tiga anak-anak juga menjadi korban.

Ia menyebut karena dipijak oknum TNI korban pun harus dibawa berobat.

"Anak-anak masih SMP dan 13 tahun jadi korban. Karena masyarakat saya dipijak ya saya juga nggak terima. Ini kita mau ngadu ke Komnas Perlindungan Anak juga ini supaya tahu Bapak Aris Merdeka Sirait. Ya saya nggak tahu kenapa bisa sampai gitunya kali, ya mungkin emosi TNI nya," kata Parningotan.

Ia mengaku tidak melihat langsung peristiwa kericuhan karena saat itu ia sedang mengikuti rapat di Polresta Deliserdang.

Saat itu dirinya langsung mendapat telpon terus dari masyarakat.

Setelah dirinya datang pihak Puskopad TNI AD pun sudah tidak ada lagi di lokasi.

"Kalau sudah diginiin masyarakat saya yang jelas perlu hukum bertindak karena sudah melampaui pemerintah desa mereka bertindak. Sudah dari dulunya dikuasi masyarakat tanah itu. Ada 160an orang juga itu masyarakat yang punya selama ini," kata Parningotan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved