Breaking News

Keindahan Alam Pakpak Bharat Titipan Tuhan, Inilah Sejumlah Objek Wisata yang Menakjubkan di Sana

Dari Kota Medan menuju Kabupaten Pakpak Bharat menempuh perjalanan 193 kilometer dengan catatan waktu sekitar 6 jam yang melintasi dua kabupaten

Penulis: AbdiTumanggor | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/ABDI TUMANGGOR
Udara sejuk yang dikelilingi hutan alam yang masih asri 

TRIBUN-MEDAN.COM - Berlibur ke Kabupaten Humbang Hasundutan hingga ke Pantai Laut di Barus Tapanuli Tengah sangat menantang dan menakjubkan jika melalui rute Kabupaten Pakpak Bharat, Sumut.

Dari Kota Medan menuju Kabupaten Pakpak Bharat menempuh perjalanan 193 kilometer dengan catatan waktu sekitar 6 jam yang melintasi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi.

Begitu tiba di Kabupaten Pakpak Bharat yang seluas 1.280 Kilometer persegi ini, langsung disambut dengan kebesaran Tuhan dengan udara sejuk yang dikelilingi hutan alam yang masih asri.

Udara sejuk yang dikelilingi hutan alam yang masih asri
Udara sejuk yang dikelilingi hutan alam yang masih asri di puncak Delleng Simpon.

Pepohonan yang tinggi nan rapat menjadi sajian utama pemandangan.

Infrastruktur jalan provinsi di Kabupaten Pakpak Bharat bisa dikatakan mulus --- walau tidak terlalu lebar--- membuat perjalanan tidak membosankan.

Yang paling menantang, ketika menuju puncak Delleng Simpon (Gunung Simpon) di perbatasan Pakpak Bharat dengan Humbang Hasundutan.

Jalan dari Pakpak Bharat ke perbatasan (puncak Delleng Simpon) sudah sangat mulus. Sayangnya, jalanan turunan dari perbatasan menuju Humbang Hasundutan sangat parah. Panjangnya sekitar 4 kilometer. Namun, sangat menantang jika menggunakan mobil double cabin.

Dari puncak Delleng Simpon yang diselimuti awan ini, hanya memakan waktu 3,5 jam perjalanan menuju pantai laut Barus, Tapanuli Tengah dan juga ke kota Doloksanggul, Humbang Hasundutan.

Di puncak Delleng Simpon, di sana juga ada peninggalan sejarah yang kini menjadi objek wisata yang dilestarikan oleh Pemkab Pakpak Bharat.

Objek wisata tersebut ialah "Eluh Berru Tinambunan" (Air Mata Putri Tinambunan). Konon, air ini tidak pernah kering hingga saat ini. Padahal lokasinya di atas bebatuan.

Kisahnya, pada zaman dahulu ada seorang putri cantik nan jelita, berdarah putih yang memiliki suara merdu, merupakan keturunan marga Tinambunan (marga Parna) di kawasan Gunung jagar yang terletak di arah Pakkat menuju Manduamas, Tapanuli Tengah.

Kecantikan parasnya pun tersiar ke penjuru desa hingga ke Pakpak Bharat.

Banyak lelaki yang sangat terpikat akan kecantikannya, namun si Berru Tinambunan tetap menolak pinangan sejumlah lelaki dari berbagai penjuru desa tetangga.

Suatu waktu, seorang pemuda raja marga Berutu dari Pakpak Bharat ingin melamarnya untuk dijadikan sebagai istri ataupun permaisurinya.

Akan tetapi sang Putri/Berru Tinambunan menolak dan tidak menyukai pemuda Raja tersebut dikarenakan keluarga kaya raya.

Di puncak Delleng Simpon
Di puncak Delleng Simpon, di sana juga ada peninggalan sejarah yang kini menjadi objek wisata yang dilestarikan oleh Pemkab Pakpak Bharat. Jalan provinsi yang tampak masih rusak menuju Humbang Hasundutan.

Berbagai cara dilakukan keluarga agar Berru Tinambunan mau menikah dengan pemuda Raja tersebut. Akan tetapi Berru Tinambunan masih saja menolak lamaran itu.

Sang pangeran Raja Berutu pun tidak tinggal diam. Ia tidak merasa puas bila tak mendapatkan putri Tinambunan yang cantik nan jelita tersebut.

Lantas, apakah pemuda raja kaya raya ini menyerah? Tidak…, sebab ia kembali berusaha mencari celah bagaimana harus mendapatkan putri cantik rebutan pemuda desa tersebut.

Kemudian, si pemuda Berutu menantang si Berru Tinambunan untuk berbalas pantun. Dengan perjanjian, jika si Berru Tinambunan kalah, maka ia harus bersedia menjadi istrinya.

Tantangan tersebut diterima si berru Tinambunan, sebab ia pintar berbalas pantun (dalam bahasa batak disebut Marhuling-huling assa).

Saat pertarungan itu, keduanya silih berganti melontarkan pantun dan saling menjawab satu sama lain. Tidak ada yang menyerah.

Usai pertarungan berbalas pantun itu, si berru Tinambunan mengungkapkan kepada si Berutu, bahwa dirinya telah menaruh cintanya kepada seorang pemuda miskin yang baik hati di desanya. Siapa pemuda itu? Ia adalah Pariban kandungnya sendiri (anak dari adik perempuan bapaknya Tinambunan). Namun si Berutu tetap ngotot untuk meminangnya.

Trik lain pun dilakukan si Berutu. Diam-diam, ia menemui ayah dari si putri/Berru Tinambunan cantik itu.

Kepada sang ayah, si Berutu langsung mengungkapkan niatnya untuk meminang putrinya. Awalnya, ayah si berru Tinambunan masih menolak karena ia merasa keputusan ada di tangan putrinya. Namun, si Berutu rupanya telah memiliki senjata ampuh untuk meluluhkan hati ayah si berru Tinambunan.

Kepada sang ayah Berru Tinambunan, si Berutu menawarkan satu hamparan tanah luas yang dipenuhi kerbau di atasnya ditambah 24 bakul emas, jika bersedia merestui pinangannya.

Jika diterima, apakah persetujuan sang ayah diyakini akan langsung diterima putrinya? Sang ayah Tinambunan tidak yakin.

Akibatnya, sang ayah dan si Berutu diam-diam membuat trik. Bagaimana trik tersebut? Si anak Raja Berutu menggelar acara pesta besar-besaran di Desa Sionom Hudon selama tujuh hari tujuh malam bersama pasukannya. Mereka memotong seekor kerbau setiap harinya.

Sebelum acara pesta, si Berutu menemui si berru Tinambunan. Ia menantang si boru cantik itu untuk melayani para tamu selama tujuh hari tujuh malam.

Dengan perjanjian, jika anak si Berutu tidak mampu menyediakan kebutuhan pesta itu selama tujuh hari tujuh malam, maka ia akan mundur untuk meminangnya.

Begitu juga sebaliknya, jika si berru Tinambunan tidak mampu melayani para tamu selama tujuh hari tujuh malam, maka ia harus bersedia menjadi istrinya.

Baca juga: Layangan Putus Episode 8A & 8B, Kinan Berniat Laporkan Aris dan Lydia ke Polisi, Bagaimana Ceritanya

Acara pesta pun dimulai. Hari pertama hingga hari kelima, si boru Tinambunan masih tahan untuk melayani kehadiran para tamu. Namun di hari ke-6, ia pun mulai kelelahan. Akibat kelelahan, ia pun beristirahat dan tertidur lelap di dalam sebuah rumah panggung bertiang kayu.

Saat itu, si Berutu dengan sejumlah pengikutnya pun, langsung memotong tiang rumah tersebut dan mengangkutnya secara bersama-sama rumah itu ke kampung halamannya di Desa Ulu Merah (saat ini masuk ke Kecamatan Sitali Urung Julu, Kabupaten Pakpak Bharat).

Dengan menelusuri hutan belantara dan mendaki gunung dari akar-akar kayu hingga malam hari, si berru Tinambunan masih tertidur pulas.

Namun, menjelang dini hari, saat tiba di Delleng Simpon (Gunung Simpolon)---perbatasan Kabupaten Pakpak Bharat dengan Kabupaten Humbanghasundutan---si berru Tinambunan pun terbangun.

Saat dirinya tengah terbangun, ia sadar bahwa telah dibawa oleh pemuda si Berutu.

Kepada si Berutu, berru Tinambunan pun meminta agar berhenti sejenak di Gunung Simpon itu. Pemuda si Berutu pun menyetujui untuk beristirahat sejenak.

Saat itulah, si berru Tinambunan duduk di tanah dan terus menangis sambil mengorek-ngorek tanah pakai kayu kecil.

Saat menangis, air matanya pun menetes ke lubang kecil yang tengah dikorek-koreknya tersebut. Dalam tangisnya, ia mengaku telah mengkhianati cintanya kepada paribannya.

Bagaimana tidak, ternyata, ia dengan paribannya sebelumnya telah sama-sama bersumpah untuk sehidup semati.

Walau mendengar ungkapan hati si berru Tinambunan, si Berutu tetap bersikukuh dan melanjutkan perjalanan menuju istananya di Ulu Merah.

Saat tiba di Desa Ulu Merah kampung si Berutu, kedua orangtuanya langsung menyambut rombongan anaknya.

Kedua orangtua si Berutu pun menyiapkan beras di dalam sebuah bakul (dalam adat Batak, kedua anak yang membawa calon istri ke rumah orangtuanya harus disambut dengan menaruh beras di atas kepada keduanya sebelum memasuki rumah).

Si berru Tinambunan pun digandeng si Pangeran Berutu memasuki rumahnya.

Dengan berat hati, si berru Tinambunan melangkahkan kakinya untuk menaiki tangga demi tangga rumah istana orangtua si Berutu. Maklum, rumah orangtua si Berutu bertingkat tujuh.

Tak disangka-sangka, di tangga ke-6, si boru Tinambunan terjatuh hingga ke tanah dan jatuh pingsan tak sadarkan diri.

Setelah diberi pertolongan, si berru Tinambunan tak kunjung sadar, hingga pada akhirnya ia pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Akhirnya, Si Berutu pun hanya bisa menggerutu untuk meratapi nasibnya. Kemudian keluarganya langsung memberitahukan kabar duka tersebut ke kepada orangtua si berru Tinambunan.

Mendapat kabar tersebut, orangtua dan keluarga si berru Tinambunan langsung menjemput jasad putrinya.

Saat pasukan Berutu membawa berru Tinambunan dalam keadaan pulas, ternyata ada juga satu Berru Tumanggor yang menemani sang kakaknya.

Si Berru Tumanggor pun ikut meratapi kepergian kakaknya si Berru Tinambunan. Bahkan kolam air mata Berru Tumanggor ini juga ada di bawah kolam air mata Berru Tinambunan tersebut.

Hingga kini, kedua kolam air tersebut tetap berisi air walaupun di musim kemarau yang berkepanjangan.

Setiap orang yang mengunjungi Eluh Berru Tinambunen ini disarankan untuk mencuci wajah pada air tersebut sebagai adat- istiadat di lokasi tersebut.

Masyarakat meyakini jika air tersebut bisa menyumbuhkan rasa lelah jika kita mencuci wajah kita pada air tersebut dan ada beberapa masyarakat juga mempercayai bahwa air/eluh tersebut bisa memudahkan cari jodoh dan menyembuhkan berbagai penyakit yang tentu dengan cara berdoa di lokasi.

Baca juga: Resep Keripik Kentang Rasa Pecel, Camilan Enak untuk Disantap Keluarga

Kisah eluh (air mata) ini dinyatakan nyata khusunya bagi para keturunan Simbolon Tuan (Nahoda Raja) yang memiliki 7 anak laki-laki yaitu:

1. Simbuyakbuyak ( lahir tak bertulang dan pergi tanpa meninggalkan jejak)

2. Tinambunan (Tinambunen)

3. Tumanggor (Tumangger)

4. Maharaja

5. Pinayungan

6. Turuten

7. Nahampun (Anak Ampun/ Nangkampun)

Ke tujuh anaknya ini dilahirkan di Sionom Hudon, Kabupaten Humbang Hasundutan. Dulu hingga kini dikenal sebagai Suak Pakpak Kelasen.

Puncak Delleng Simpon. Jalan beraspal wilayah Pakpak Bharat, sedangkan yang rusak jalan wilayah Humbang Hasundutan.
Puncak Delleng Simpon. Jalan beraspal wilayah Kabupaten Pakpak Bharat, sedangkan yang rusak jalan wilayah Kabupaten  Humbang Hasundutan. (TRIBUN MEDAN/HO)

Mengembangkan Pertanian, Wisata Arung Jeram, Wisata Berburu, dan Glamorous Camping (Glamping)

Selain melihat 'Eluh Berru Tinambunan', Anda juga bisa bercamping di hutan Delleng Simpon (Gunung Simpon). Tentu dengan tetap menjaga kelestarian alamnya.

Pakpak Bharat memang 80 persen lebih daerahnya dengan kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan Aceh Singkil dan Kecamatan Parlilitan Humbang Hasundutan yang sangat cocok untuk forest tourism.

Selain pengembangan pariwisata dan pertanian, Pakpak Bharat akan lebih maju, dan perekonomiannya akan lebih menjanjikan jika didukung semua pihak, terlebih pemerintah pusat maupun provinsi.

Pakpak Bharat bisa dikatakan sebagai sentralnya dua kawasan laut. Yaitu Laut Barus Tapanuli Tengah dan Laut Aceh Singkil. Dari Pakpak Bharat menuju Laut Barus hanya menempuh perjalanan 3 jam dengan sepeda motor. Begitu juga ke Laut Aceh Singkil hanya menempuh 3 jam perjalanan dengan sepeda motor. Jika menggunakan kendaraan mobil maka setidaknya hanya 4 jam waktu perjalanan.

Namun, sayangnya, hingga saat ini, infrastruktur jalan provinsi menuju ke dua pelabuhan laut itu belum seutuhnya diperhatikan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Di sisi lain, untuk meningkatkan pertanian masyarakat, pada tahun 2022 ini, Pakpak Bharat telah menyiapkan lokasi untuk Food Estate seluas 1.440 hektar. Program ini dari pemerintah pusat. Sama seperti Food Estate di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Diharapkan, program Food Estate ini bisa berjalan dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pakpak Bharat

"Kita harapkan dukungan dari semua pihak dan masyarakat setempat agar program nasional (Food Estate) ini bisa berjalan baik dan secepatnya bisa terlaksana. Dalam bulan Januari 2022 ini, semua harus segera tuntas. Mulai dari penentuan batas-batas lokasi, mendata pemilik lahan, sosialisasi hingga akses jalan utama menuju lokasi," ujar Bupati Franc Bernhard Tumanggor.

Wisatawan menikmati arung jeram
Wisatawan menikmati arung jeram (rafting) di Lae Ordi di Ulu Merah.

Selain itu, Pakpak Bharat juga telah mengembangkan wisata Rafting (Arung Jeram) Lae Ordi di Desa Ulu Merah, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu. Lae bahasa lokal (Sungai) ini membentang dari Desa Cikaok hingga Desa Binanga Boang.

Menariknya, arung jeram ini dibagi menjadi 3 paket, yaitu 5 Km, 3 Km bahkan 7 Km dengan titik awal yang berbeda-beda. Hal itu ditentukan berdasarkan tingkat kesulitannya.

Jika pengunjung menginginkan medan yang langsung memacu adrenalin, maka bisa langsung mencoba paket 5 Km atau 7 Km. Sedangkan paket 3 Km disarankan untuk pengunjung pemula yang lebih ingin menikmati kesejukan airnya yang masih alami dari pegunungan.

Rindangnya pepohonan di sepanjang daerah aliran sungai membuat jalur Arung Jeram Lae Ordi sangat teduh. Bahkan, di beberapa titik jalur Arung Jeram bersisian dengan ladang masyarakat sekitar.

"Peningkatan ekonomi masyarakat dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) memang menjadi hal yang terus diupayakan oleh Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat," demikian ditekankan Bupati Pakpak Bharat Franc Bernhard Tumanggor.

Baca juga: Wisata Mangrove Lubuk Kertang Langkat, Bisa Dapat Edukasi hingga Kulineran

Berikut ini daftar tempat wisata di Kabupaten Pakpak Bharat yang cocok untuk dikunjungi (forest tourism):

1. Rafting (Arung Jeram) Lae Ordi

2. Rafting (Arung Jeram) Lae Kombih.

3. Pesona Delleng (Gunung) Simpon.

4. Sumur Eluh Berru Tinambunan (Sumur Air Mata Putri Tinambunan).

5. Air Terjun Sipitu Lae Petulan

6. Air Terjun Lae Une

7. Air Terjun Lae Singgabit

8. Air Terjun Lae Simbilulu

9. Batu Tettal

10. Situs Patung Mejan

11. Puncak Sindeka

12. Sicike-Cike

13. Sibande

(*/Tribunmedan)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved