TRIBUNWIKI
SOSOK Agam Wispi, Penulis Sastra Eksil Asal Langkat yang Belajar Jurnalistik hingga ke Berlin
Selama hidup sebagai orang eksilan, ia baru menerbitkan satu buku kumpulan sajak Kronologi in Memoriam 1953-1954.
Penulis: Satia | Editor: Ayu Prasandi
Pada suatu hari Agam Wispi menyaksikan keadaan itu pada awal tahun 1960-an, ketika di Tanjung Morawa tanah garapan para petani miskin digusur dengan traktor dan bedil, dan dari kantor Barisan Tani Indonesia rakyat memprotes, dan seorang petani mati ditembak:
''dia jatuh roboh satu peluru dalam kepala ingatannya melayang didakap siksa tapi siksa cumadapat bangkainya''
Ketika sajak itu terbit dalam antologi Matinja Seorang Petani (1961) ia dilarang oleh penguasa militer yang waktu itu ditegakkan bersama dengan "Demokrasi Terpimpin".
Baca juga: TRIBUN-MEDAN-WIKI: Ifani Helen, Dara Utama Kota Medan
Buku-buku kumpulan sajaknya Sahabat dan Yang Tak Terbungkamkan diterbitkan oleh Lekra, Jakarta.
Selama hidup sebagai orang eksilan, ia baru menerbitkan satu buku kumpulan sajak Kronologi in Memoriam 1953-1954.
Dan sajak-sajak yang sempat ditulisnya selama hidup di pengasingan masih tersimpan di laci belum sempat diterbitkan.
Di Amsterdam, ia sempat mengelola ruang kebudayaan di majalah Arah.
Agam Wispi pulang kembali ke Indonesia pada tahun 1996, dan menerbitkan kumpulan puisi "Pulang".
(wen/tribun-medan.com)