TRIBUNWIKI
MENGENAL Kota Tarutung, Kota Durian yang Berada di Kaki Bukit Barisan
Kota Tarutung yang berada di pusat Kabupaten Tapanuli Utara, tepatnya menjadi ibu kota kabupaten tersebut.
Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, TAPANULI UTARA – Kata “tarutung” merupakan bahasa Batak Toba yang memiliki arti durian dalam Bahasa Indonesia.
Kota Tarutung yang berada di pusat Kabupaten Tapanuli Utara, tepatnya menjadi ibu kota kabupaten tersebut.
Dari berbagai sumber, pemberian nama Tarutung bukan asal-asal, melainkan miliki makna tersendiri.
Disampaikan, hingga awal abad XIX, kota Tarutung dulunya sudah ramai dikunjungi guna transaksi dagang.
Para pelaku dagang datang dari berbagai kawasan; daerah Silindung, Humbang Hasundutan, Samosir, Toba, dan Dairi.
Selain itu, para pedagang juga datang dari arah selatan; Pahae, Sipirok, Sibolga, dan Barus.
Baca juga: TRIBUN-MEDAN-WIKI: Mengenal Tarian Ikan Kekek, Bagian Tradisi Masyarakat Pesisir Langkat
Dikisahkan bahwa awal transaksi perdagangan tradisional ini dilakukan disebuah lokasi perkampungan yang berpusat di bawah sebuah pohon beringin rindang.
Kawasan ini disebut Onan Sitaru yang sama artinya pasar barter yang berada di perkampungan Saitnihuta.
Dikabarkan, pohon beringin tersebut masih tumbuh dan berusia sekitar ratusan tahun yang lalu.
Di pasar barter itu, ada sejumlah komoditi barang kebutuhan sehari-hari seperti bahan pangan, ternak, ikan asin, garam, beras, tembakau, dan umbi-umbian.
Selain itu, ada juga komoditi ekspor seperti kemenyan yang banyak dipasok dari kawasan Humbang, Pahae dan Silindung.
Semasa bergejolaknya perang saudara yang disebut Perang Paderi yang diperkirakan terjadi antara tahun 1816 hingga 1833, maka kegiatan perdagangan di pasar tradisional ini terhenti sama sekali.
Pasukan Bonjol meluluhlantakkan kehidupan masyarakat Batak Utara yang memulai penguasaannya dari kawasan Silindung dan menyebar sampai ke kawasan Batak lainnya di Toba.
Sehingga, perang tersebut menyebabkan di kawasan Silindung sangat jarang terlihat bangunan rumah khas Batak.
Pembangunan kampung tersebut dibangun setelah selesainya Perang Paderi dan datangnya evangelisasi Kristen.
Baca juga: TRIBUN-MEDAN-WIKI: Varia Theater, Bioskop Primadona Era 1980 di Kisaran, Kabupaten Asahan
Walau sempat menjadi kota mati, lambat laun penduduk turun dari gunung-gunung membuka kembali perkampungannya diatas puing-puing kehancuran atau membuka perkampungan baru.
Dan, akhirnya perkampungan-perkampungan tersebut kembali ramai.
Selanjutnya, Kota Tarutung juga menjadi pusat perdangangan hingga masa pemerintahkan kolonial Belanda.
Perdagangan tradisional yang dulunya sudah berkembang di Onan Sitaru Saitnihuta mulai menampakkan kesibukannya.
Kawasan tersebut sudah berganti menjadi di bawah kawasan Tangsi yang dikuasai Belanda dan di sekitar itu berdiri perkampungan yang disebut Hutatoruan.
Kawasan itu menjadi resmi sebagai tempat berdagang dan Belanda menanam sebuah pohon pertanda yaitu pohon durian yang orang Batak menyebutnya tarutung di tahun 1877.
Setelah lebih kurang 60 tahun lamanya maka terbukalah kembali kegiatan pasar tradisional dibawah pohon tarutung yang kemudian berkembang menjadi kota yang disebut Kota Tarutung sebagai ibukota Kabupaten Tapanuli Utara.
Pohon durian tersebut sebagai pertanda awal berdirinya Kota Tarutung tersebut masih tumbuh tegar saat ini dan menghasilkan buah yang lebat pada musimnya walaupun berukuran agak kecil.
Baca juga: TRIBUN-MEDAN-WIKI, Jalan Tol Binjai Resmi Beroperasi, Berikut Tarif Sesuai Golongan dan Jarak Tempuh
Pohon ini menjadi ikon Kota Tarutung dan pohon durian yang sudah berusia 131 tahun itu tetap terawat dalam lingkungan taman kota oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara.
Dari kawasan Siatas Barita, daerah yang berdekatan dengan Kota Tarutung ini terlihat hijaunya Kota Tarutung dan ternyata dapat memanjakan mata.
Hingga kini, keindahan kawasan tersebut masih terawatt.
(cr3/tribun-medan.com)