Pelanggaran Kode Etik Pimpinan KPK Jadi Sorotan, Ketua IM57+Institute Ungkap 4 Hal Krusial

adanya pelanggaran etik yang dilakukan Lili Pintauli Siregar sebagai komisioner KPK tanpa adanya pemecatan

Editor: Salomo Tarigan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli 

TRIBUN-MEDAN.com - Amerika Serikat menerbitkan Laporan Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia Tahun 2021 yang menggambarkan bagaimana penerapan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia selama tahun 2021.

Menanggapi hal tersebut, IM57+ Institute, lembaga yang digawangi para eks pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melihat terdapat empat hal krusial dalam laporan tersebut terkait KPK.

"Pertama, laporan tersebut menggambarkan disparitas perlakuan terhadap pelanggar etik dan pegawai berintegritas," kata Ketua IM57+Institute M. Praswad Nugraha dalam keterangannya, Sabtu (16/4/2022).

Baca juga: Pelaku Tindak pidana Narkoba Jenis Sabu Berhasil Ditangkap Opnal yang Melakukan Undercover Buy

Baca juga: Kolaborasi Dengan BIN, Rutan Kelas II B Kabanjahe Gelar Vaksinasi Warga Binaan dan Para Pegawai

M Praswad Nugraha bersama rekan seperjuangan mantan pegawai KPK
M Praswad Nugraha bersama rekan seperjuangan mantan pegawai KPK (DOK KOMPAS.com/IRFAN KAMIL)

Pada laporan itu, kata Praswad, terdapat penjelasan mengenai bagaimana tes wawasan kebangsaan (TWK) telah dijadikan sarana untuk menyingkirkan pegawai yang menangani kasus strategis.

Di sisi lain, adanya pelanggaran etik yang dilakukan Lili Pintauli Siregar sebagai komisioner KPK tanpa adanya pemecatan.

"Kedua, adanya kaitan antara pemecatan melalui TWK dengan penanganan kasus yang dilakukan," kata Praswad.

Pada laporan tersebut, diujarkannya, terdapat penjelasan bahwa kasus yang ditangani, antara lain korupsi di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan korupsi bansos, keduanya melibatkan menteri berpengaruh.

"Ketiga, laporan tersebut menggambarkan turunnya kredibilitas KPK dan pimpinan KPK di mata negara lain," ujar Praswad.

Baca juga: Yustisi himbau Warga Pengguna Jalan dan Pedagang Mematuhi Prokes dan Segera Vaksin I,II dan III 

Hal tersebut, dijelaskan Praswad, tergambar dengan elaborasi pelanggaran etik komisioner KPK dan tindakan KPK yang memberhentikan 57 pegawai karena mengkritisi pimpinan dan revisi UU KPK serta penanganan kasus strategis.

 "Keempat, pemecatan pegawai KPK dapat dikaitkan dengan perlindungan HAM," jelasnya.

Laporan tersebut, menurut Praswad, merupakan laporan HAM sehingga poin pelanggaran terhadap hak pegawai KPK yang dipecat juga dapat dilihat dari dimensi perlindungan HAM.

"Keempat poin tersebut menambah daftar yang menunjukan menurunnya kredibilitas pemberantasan korupsi didunia internasional," tuturnya.

Baca juga: Warga Belawan Keluhkan Kondisi Tak Layak Huni, Wali Kota Bobby: Segera Lakukan Bedah Rumah

Dugaan Gratifikasi MotoGP Mandalika

 Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai dugaan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar menerima gratifikasi tiket dan akomodasi MotoGP Mandalika, bisa masuk ranah pidana.  

Jika penerimaan tiket MotoGP dan fasilitas penginapan itu benar adanya, Lili disebut telah melanggar pasal 12 B UU Tipikor, dan dapat diancam pidana penjara 20 tahun, bahkan seumur hidup.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Penerimaan itu bisa dianggap sebagai gratifikasi, jika Lili bersikap pasif begitu saja dan tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK."

Baca juga: Dibuka Lowongan Kerja BUMN, Buruan Daftar Tersedia 2.700 Formasi Lebih, Berikut Syarat Pendaftaran


"Tindakan ini jelas melanggar pasal 12 B UU Tipikor, dan Wakil Ketua KPK itu dapat diancam dengan pidana penjara 20 tahun bahkan seumur hidup," tutur peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (13/4/2022).

Penerimaan gratifikasi Lili, lanjut Kurnia, juga bisa dianggap sebagai praktik suap, jika pihak pemberi telah berkomunikasi dengan Lili, dan terbangun kesepakatan untuk permasalahan tertentu, misalnya, pengurusan suatu perkara di KPK.

Baca juga: Muncul Pengakuan Tersangka Mengapa Beri Sekoper Uang 1 Miliar untuk Rizky Billar - Lesti Kejora

"Tindakan ini jelas melanggar pasal 12 huruf a UU Tipikor, dengan hukuman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup," kata Kurnia.

Baca juga: KORBAN Pembacokan di Medan Labuhan Harus Kembali Jalani Operasi, Berharap Bantuan Biaya Pengobatan

Menurut Kurnia, penerimaan itu bisa dianggap sebagai pemerasan, jika Lili melontarkan ancaman terhadap pihak pemberi dengan iming-iming pengurusan suatu perkara.

"Tindakan ini memenuhi unsur pasal 12 huruf e UU Tipikor dengan ancaman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup," bebernya.

Sehingga, ICW menilai Kedeputian Penindakan KPK harus segera menyelidiki dugaan pelanggaran itu dengan mengusut tindak pidananya, baik gratifikasi, suap, atau pemerasan.

 Sebab, ranah penindakan bukan berada di Dewan Pengawas.

"Sehingga, dibutuhkan koordinasi antara pihak Dewan Pengawas dengan Kedeputian Penindakan," ucap Kurnia.

Lili Pintauli Siregar diduga menerima gratifikasi akomodasi hotel hingga tiket MotoGP Mandalika pada 18-20 Maret 2022.

Dewan Pengawas KPK pada 1 April 2022 bersurat kepada pihak PT Pertamina (Persero).

Tujuannya, meminta dokumen mengenai laporan tersebut.

Dalam Surat dengan Nomor: R/787/PI.02.03/03-04/04/2022, Dewas KPK meminta data pemesanan dan pembelian tiket MotoGP Mandalika tertanggal 18-20 Maret 2022, untuk stakeholder Pertamina pada Grandstand Premium Zona A-Red.

Dewas KPK juga meminta data sumber pembayaran atas pemesanan dan pembelian tiket MotoGP Mandalika tertanggal 18-20 Maret 2022, untuk stakeholder Pertamina pada Grandstand Premium Zona A-Red.

Selanjutnya, Dewas KPK turut meminta data pemesanan dan pembelian penginapan di Amber Lombok Beach Resort pada 16-20 Maret 2022.

Usai meminta data, Dewas KPK juga meminta pihak Pertamina menghadiri surat panggilan klarifikasi pada Rabu (6/4/2022) lalu, atas laporan tersebut.

Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris pun membenarkan pihaknya menerima laporan dugaan gratifikasi Lili Pintauli Siregar.

Haris menyatakan Dewas KPK kini tengah mempelajari laporan tersebut.

"Ya benar ada pengaduan terhadap Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar)."

"Saat ini Dewas sedang mempelajari pengaduan tersebut sesuai prosedur operasional baku yang berlaku," kata Haris saat dikonfirmasi, Selasa (12/4/2022).

Lili Pintauli Siregar sebelumnya sudah dinyatakan bersalah melanggar etik terkait mantan Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial.

Dewas KPK menyatakan Lili bersalah melanggar kode etik, karena menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak beperkara.

Mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.

"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (30/9/2021).

Namun Lili masih mendapatkan tunjangan senilai Rp107,9 juta.

Diketahui gaji pokok Lili sebagai Wakil Ketua KPK senilai Rp4.620.000, bila dipotong 40 persen, Lili menerima gaji pokok senilai Rp2.772.000 selama satu tahun ke depan.

Meski begitu, ia masih menerima sejumlah tunjangan di antaranya tunjangan jabatan, tunjangan kehormatan, dan tunjangan perumahan.

Selain itu tunjangan transportasi, tunjangan asuransi kesehatan dan jiwa, serta tunjangan hari tua.

Tumpak menyebut Lili melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf b dan a dalam Peraturan Dewas Nomor 02 Tahun 2020 tantang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku.

Dewas menyatakan Lili terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK menekan Syahrial.

Tekanan itu dilakukan agar Syahrial mengurus masalah kepegawaian adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis, di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.

 Padahal, saat itu KPK tengah menyelidiki dugaan jualbeli jabatan yang dilakukan Syahrial.

Lili kemudian kembali dilaporkan ke Dewas KPK berkenaan dengan penyebaran berita bohong.

Lili pernah membantah telah berkomunikasi dengan mantan Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial saat jumpa pers pada April 2021 terkait perkara korupsi yang ditangani KPK.

Baca juga: Jokowi Teken Pencairan Gaji ke-13 dan Tunjangan Kinerja ASN dan TNI/Polri Cair

Padahal, berdasarkan hasil pemeriksaan Dewas KPK, komunikasi tersebut terbukti, dan Lili pun sudah dijatuhi sanksi etik berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama setahun.

"Pengaduan etik baru terhadap Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar) dalam proses di Dewas," kata Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris saat dikonfirmasi, Rabu (9/2/2022).

Dugaan gratifikasi yang diterima Lili ini pertama kali diungkapkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman meminta Lili mengundurkan diri dari jabatannya.

Lili dianggap semakin membebani kinerja KPK karena kerap kali dilaporkan ke dewan pengawas KPK.

Belum diketahui sudah sampai mana pengusutan Dewan Pengawas KPK atas pelaporan ini.

Baca juga: Nasib Gadis Dulunya Pemulung, Jadi Tulang Punggung Ayahnya Sakit Stroke, Rumahnya Dulu Gubuk Reyot

(Ilham Rian Pratama/wartaKotalive.com/i Tribunnews.com  

Pelanggaran Kode Etik Pimpinan KPK Jadi Sorotam, Ketua IM57+Institute Ungkap 4 Hal Krusial

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved