Pdt WTP Simarmata Berpulang
Sosok Pendeta WTP Simarmata, Mantan Ephorus HKBP dan Senator Asal Sumut yang Baru Berpulang
Senator asal Sumatera Utara yang juga mantan mantan Ephorus HKBP, Pdt WTP Simarmata meninggal dunia di RS Columbia Medan, Jumat (17/6/2022).
Penulis: Rizky Aisyah |
Pengalamannya di bidang gerejawi berjubel. Hal itu juga bisa juga karena dua periode menjadi Sekretaris Jenderal HKBP, dan pernah menjadi Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) se- Sumatera Utara.
Pengalamannya berjubel. Sejak mahasiswa sudah terlibat di organisasi kampus di GMKI. Dia mengerti betul bahwa hidup harus ada keseimbangan.
Menyeimbangkan antara IQ EQ dan SQ. Baginya IQ, bukanlah menjadi patokan utama dalam kesuksesan setiap umat manusia, tetapi keseimbangan antara ketiganya itu sangat penting.

Mendengungkan keberagaman
Banyak pemikirannya yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Soal semangat keberagaman hari ini.
Sejak dulu WTP menyadari bahwa agama harus memberi solusi, bukan menjadi pembawa ketidaknyamanan.
Karena sering kali, kata WTP, agama-agama terbawa arus kepentingan kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan kontribusi kepada rekonsiliasi. Malah menjadi sumber konflik.
“Ini yang harus dihindari secara serius agar agama tidak terseret kepada posisi diperalat untuk kepentingan tertentu,” katanya.
Bagi WTP Simarmata, agama tidak hanya berbicara soal hubungan antara Allah dan manusia, tetapi juga soal hubungan antara manusia, bahkan dengan seluruh ciptaan Allah.
Karenanya, agama pun menjadi panduan bagi umat manusia bagaimana ber-Tuhan dan bermasyarakat.
“Bagaimana kita memperlakukan sesama adalah gambaran dari bagaimana kita berkomunikasi dengan Tuhan. Karenanya agama tidak boleh dipaksakan untuk dianut oleh orang lain.”
Tambahnya lagi, alih-alih, prinsipnya tidak ada satupun agama di dunia ini yang mendukung ketidakadilan yang terjadi di antara umat manusia.
Tidak ada satu agama pun yang memberi rekomendasi bagi para penganutnya untuk menggunakan kekuasaan yang dimiliki atau menyalahgunakan potensi yang dimiliki dalam sebuah masyarakat.
Dia menjelaskan, lebih jauh lagi bahwa tidak ada satu agama pun yang dalam ajarannya melegitimasi kesenjangan sosial.
“Kerusuhan dan ketidakadilan dll. Semua agama mengajarkan hal-hal yang membawa kesejahteraan bagi umat manusia. Karenanya memang semua agama harus mampu saling merangkul, apalagi di tengah masyarakat majemuk seperti bangsa dan Negara Indonesia,” jelasnya.