Konflik Jemaat Gereja HKBP Pabrik Tenun
MASIH MEMANAS, Berikut Kronologi Konflik Jemaat Gereja HKBP Pabrik Tenun dengan Pemimpin Gereja
Dwi juga mengungkapkan, para jemaat juga sempat dituduh telah melakukan korupsi di gereja yang terletak di Jalan Pabrik Tenun tersebut.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Konflik jemaat Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan dengan pimpinan gereja, Pendeta Rumondang Sitorus masih terus berlanjut.
Para jemaat sempat mengelar aksi protes dengan cara ke luar saat pimpinan gereja tersebut berkotbah dalam ibadah Minggu pagi.
Kuasa hukum para jemaat, Dwi Ngai Sinaga menjelaskan, protes tersebut dilakukan karena kecewa dengan sikap Pendeta Rumondang Sitorus.
"Inside hari Minggu itu merupakan tindakan yang sudah beberapa kali dilakukan oleh Jamaat. Mereka sudah pernah melakukan beberapa kali protes terhadap pendeta yang menjabat itu," kata Dwi kepada Tribun-medan, Senin (27/6/2022).
Baca juga: PH Jemaat Gereja HKBP Pabrik Tenun Beberkan Kronologis Konflik Dengan Pendeta Rumondang Sitorus
Ia mengatakan, para jemaat menuding pendeta tersebut telah melakukan sejumlah pelanggaran terhadap ketentuan aturan di HKBP.
"Puncaknya ini sebenarnya kejadiannya ketika arogansi pendeta Rumondang mengganti calon sintua yang sudah belajar hampir setahun, diberhentikan 10 orang.
"Setelah diberhentikan baru ditunjuk yang baru, tanpa adanya rapat dari parhalado, baik itu juga aturan - aturan HKBP," tuturnya.
Dwi juga mengungkapkan, para jemaat juga sempat dituduh telah melakukan korupsi di gereja yang terletak di Jalan Pabrik Tenun, Kecamatan Medan Medan Petisah itu.
Namun, hal tersebut tidaklah pernah dilakukan oleh para jemaat.
"Puncak dari perlawanan mereka, ada beberapa isu yang dibangun, bahwasanya dengan adanya pendeta Rumondang ini Jamaat menolak, karena di dalam itu ada tindakan korupsi itu yang sedang dibangun, tekait perluasan gereja," bebernya.
"Apabila kita kaji dengan kasat mata, apabila Jamaat ini yang melakukan korupsi terhadap pembebasan lahan itu boleh kita cek yang pro dan kontra," ungkapnya
"Bendahara pembebasan lahan atau panitia pembebasan lahan itu adalah sintua yang pro ke pendeta, bagaimana kita diisukan mengkorupsi uang gereja," tambahnya.

Baca juga: KONFLIK Lagi, Jemaat Gereja HKBP Pabrik Tenun Minta Ephorus Gantikan Pendeta Rumondang Sitorus
Lebih lanjut, ia mengungkapkan fakta yang sebenarnya adalah pembangunan gereja HKBP Pabrik Tenun juga menggunakan uang sebagai jemaat, karena pada saat itu keuangan gereja tidak cukup.
"Sedikit bercerita soal mengenai pembebasan lahan ini, waktu itu ada mereka menawar satu lahan untuk pembebasan gereja itu sekitar dua sekian M, jadi uang khas tidak cukup maka digunakanlah uang jemaat," katanya.
Dwi membeberkan, uang jemaat itu rencananya akan di kembalikan pada bulan Juli 2022 ketika pesta Gotilon.
Namun, rencana tersebut sepertinya tidak ditanggapi oleh Pendeta Rumondang Sitorus.
"Mereka akan mengadakan pesta Gotilon, karena Gereja ada mengutang pada Jamaat yang di duluankan oleh Jamaat, tapi ini tidak diindahkan itu dasarnya sebenarnya," ungkapnya.
Lalu, ia menjelaskan puncak persoalan antara jemaat dan pendeta Rumondang Sitorus terjadi di hari Sabtu 21 Mei 2022 silam.
Malam itu, Dwi mengatakan pendeta Rumondang Sitorus tidak ada melakukan persiapan pelayanan di gereja pada hari Minggu.
Kemudian, sejumlah jemaat berinisiatif latihan untuk persiapan pelayanan di hari Minggu. Namun, tidak lama sejumlah Sintua tiba-tiba dipanggil ke Polda Sumut.

"Kita nggak tau kenapa di panggil ke Polda. Sembari mereka latihan malamnya tiba-tiba, ada beberapa personel polisi datang dan melakukan penangkapan yang kami rasa tidak manusiawi, dan di gelanggang ke polda," tuturnya.
Dijelaskannya, malam itu ada sekitar puluhan orang jemaat diangkut ke Polda Sumut, dan ada seorang ibu - ibu terpaksa dilarikan ke rumah sakit dan mengalami trauma.
"Ada hampir 30 orang jemaat lebih, dan efeknya di hari yang sama ada seorang ibu masuk ke rumah sakit. Dan ini menjadi intimidasi terhadap para jemaat," katanya.
Dwi mengatakan, setibanya di Polda mereka diminta untuk membuat surat pernyataan dan ditandatangani.
"Mereka dianggap provokator, menghalang - halangi ibadah. Mereka membuat surat pernyataan di Polda dan berjanji tidak akan mengulangi nya lagi," bebernya.
Dikatakannya, sejak kejadian itulah para jemaat melakukan protes dengan tidak mau mendengar Pendeta Rumondang Sitorus berkotbah dan memiliki keluar dari dalam gereja.
"Jadi sehingga setiap minggu mereka melakukan aksi damai, tapi perlu di pahami gereja berdiri atas Jamaat. Jamaat kumpulkan dana, sehingga berdirilah gereja yang besar. Kenapa setelah besar, gereja ini ada keluhan dari jemaat," tutur Dwi.
Lebih lanjut, dia juga menuturkan para jemaat juga telah mengadukan Pendeta Rumondang Sitorus dan persoalan gereja kepada Ephorus HKBP, tetapi tidak ditanggapi.
"Mereka sudah menyurati Ephorus sebelum mereka keluar dari ibadah, tanggal 11 Febuari, 14 Febuari, 28 Mei dan banyak lagi," ungkapnya.
Baca juga: Dituding Berlebihan Saat Amankan Jemaat Gereja HKBP Pabrik Tenun, Polda Sumut : Menjaga Kamtibnas
"Mereka sudah lakukan upaya, bahwa lebih ekstrimnya lagi mereka sudah melakukan aksi damai, jadi jangan dianggap isu yang dibangun bahwasanya Jamaat ini nggak menghormati atau mempermalukan HKBP," sambungnya.
Dwi menambahkan, para jemaat juga kecewa dengan sikap Ephorus HKBP karena tidak sigap menanggapi persoalan di gereja HKBP Pabrik Tenun yang sedang kisruh.
"Kekecewaan kita kenapa pemimpin HKBP tidak sigap menanggapi ini, jadi bolak - balik jemaat yang disalahkan, masyarakat umum menyalahkan jemaat, yang menangatakan korupsi masalah gereja, siapa yang korupsi," ujarnya.
Ia juga menyampaikan bahwa, para jemaat sudah tidak sepakat lagi dengan kepemimpinan Pendeta Rumondang Sitorus.
"Harus kita kaji kenapa Jamaat menolak, apabila Ephorus tidak mengambil sikap atau memberikan perhatian kepada ini, ini adalah bukti pelanggar," tegasnya.
Selain itu, ia juga mengecam tindakan refresif yang dilakukan oleh kepolisian yang menangkap para jemaat.
Menurutnya, hal tersebut terlalu berlebihan dilakukan oleh pihak kepolisian. Dwi pun mengatakan akan melaporkan hal tersebut ke Komnas HAM.

"Apa dasar polisi melakukan penangkapan di tanggal 21 Mei itu. Terlalu refresif tidak manusiawi, ini akan kita laporkan, apabila tidak ada penyelesaian kita ajan laporkan ke Komnas HAM ini semua," ucapnya.
Selain itu, ia juga menyampaikan harapan para jemaat yakni mengganti Pendeta Rumondang Sitorus karena dirasa tidak sejalan lagi dengan para jemaat gereja.
"Jadi harap jemaat sederhana, tidak memilih pendeta siapa pun, bagaimana jemaat mendengar kotbah sedangkan di hati sudah panas. Mereka berharap gantilah, kenapa dipertahankan ini pendeta atau pindahkan siklus," kata Dwi
Ditegakkannya, apabila persoalan ini tidak selesai pihaknya akan menggugat Pendeta Rumondang Sitorus ke pengadilan Negeri (PN) Medan.
"Kita akan surati Ephorus minta di audiensi, kalau tidak ditanggapi kita akan lakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Medan," pungkasnya.
(cr11/tribun-medan.com)