Tolak PT DPM
Tambang DPM di Dairi Ditolak, Warga Kecewa Pemkab Terbitkan Surat Kelayakan dan Curiga Isi Kontrak
Warga Dairi yang sudah mengajukan permohonan mengetahui isi kontrak PT DPM dengan Kementerian ESDM belum mendapatkan kejelasan
Penulis: Alvi Syahrin Najib Suwitra | Editor: Tommy Simatupang
TRIBUN-MEDAN.com, SIDIKALANG - Masyarakat Dairi masih menanti hasil sidang putusan oleh PTUN Jakarta tentang kontrak karya PT Dairi Prima Mineral (DPM) yang hingga kini belum diterima.
Masyarakat Dairi pun bertanya-tanya apa isi dari kontrak tersebut. Terlebih, warga curiga Kementrian ESDM sampai saat ini belum memberikan kepada masyarakat.
Pertanyaan tentang PT DPM juga telah disuarakan oleh Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YPDK).
Mereka menggelar aksi dan menolak tambang PT Dairi Prima Mineral (DPM).
Mereka menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD dan Kantor Bupati Dairi yang berada di Jalan Sisingamaraja Kecamatan Sidikalang, Kamis (30/6/2022).
Massa aksi meminta kepada DPRD Dairi untuk ikut menyuarakan kepada pimpinan pusat tentang perjuangan masyarakat tentang kontrak karya DPM yang saat ini sedang dalam masa persidangan di PTUN Jakarta.
"Kita ingin menyuarakan bahwa, ini loh masyarakat yang menolak PT DPM sudah jelas - jelas kita lihat bahwa mereka sedang berjuang. Seharusnya DPRD bisa ikut menyuarakan, bahkan kepada pemerintah pusat terkait keterbukaan informasi publik, tentang kontrak karya itu," ujar Monica Siregar.
Massa aksi yang terdiri dari masyarakat yang berlokasi di berbagai kecamatan terdampak turut membawa spanduk yang menolak kehadiran DPM.
Selanjutnya, massa aksi kemudian melanjutkan perjalanan ke Kantor Bupati Dairi untuk kembali berunjuk rasa.
Massa aksi menyampaikan aspirasinya tentang keluhan atas kehadiran PT DPM yang saat ini sudah merusak lingkungan.
Akan tetapi, tujuan dari massa aksi yang ingin bertemu langsung dengan Bupati Dairi, Eddy Keleng Ate Berutu tidak membuahkan hasil.
Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu tidak berada di tempat.
"Kami sangat kecewa juga ya. Karena dari Pemerintah Kabupaten sendiri mengeluarkan surat Kelayakan Lingkungan Hidup. Nah seandainya surat itu memang dikeluarkan, seharusnya apa yang menjadi informasi penambangan itu seharusnya dibuka. Jangan di tutup tutupi," sebutnya.
Dirinya menduga, pemerintah Kabupaten Dairi sudah bersekongkol dengan PT DPM dan mendukung untuk terus beroperasi.
"Ini sepertinya ada persekongkolan antara negara dengan DPM. Kami itu melihat dengan sangat jelas kalau sangat mendukung investor," tutupnya.
Diketahui, saat ini masyarakat Dairi yang menolak DPM mengajukan permohonan informasi publik kepada Komisi Informasi Pusat (KIP).
Pada tanggal 20 Januari 2022, KIP mengabulkan permohonan warga Dairi. Namun, 14 hari setelah putusan, Kementrian ESDM belum memberikan dokumen tersebut, dan mengajukan banding ke PTUN Jakarta.
Saat ini, masyarakat Dairi masih akan menanti hasil putusan sidang PTUN yang dijadwalkan pada tanggal 5 Juli 2022.
Isi dari Kontrak dengan PT DPM
Anggota Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), Monica Siregar mengatakan isi dari kontrak tersebut menyangkut kegiatan PT DPM yang beroperasi di kawasan permukiman warga.
"Isinya terkait royalti yang dibayarkan ke pemerintah daerah, maupun kepada pusat. Lalu tentang penampungan kerja. Berapa orang daerah yang bekerja di tambang tersebut, kemudian pemasaran dari produk - produknya, kemana dipasarkan," ujarnya kepada Tribun Medan, Kamis (30/6/2022).
Menurutnya, informasi tersebut tidak bersifat rahasia dan harus diketahui oleh masyarakat.
"Itu bukan merupakan hal yang rahasia. Karena pernah dijelaskan bahwa yang rahasia itu adalah menyangkut kekayaan alam Indonesia," sebutnya.
Apalagi, akibat adanya tambang DPM tersebut berdampak kepada masyarakat sekitar, sehingga informasi tersebut harus dibuka kepada masysrakat.
"Ketika pemerintah bekerjasama dengan perusahaan dan masyarakat terdampak, sehingga masyarakat harus tahu. Apa isi kontraknya, bagaimana informasinya kita harus tahu," terangnya.
Sementara itu, warga Dairi yang menuntut kontrak kerja ke Komisi Informasi Publik (KIP), Sherly Siahaan mengatakan masyarakat Dairi wajib mengetahui kontrak karya tersebut.
"Kami meminta keterbukaan informasi dari pemerintah, atas kehadiran tambang kami di Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga - Pungga. Mereka hadir menambang, dan Kementrian ESDM mengeluarkan hasil izin operasi produksi, dan kami sebagai warga perlu mengetahui apa yang mereka lakukan," ujar Sherly.
Ia menuturkan, pihak Kementrian ESDM tidak pernah memberikan dokumen tersebut, hingga warga Dairi melaporkan ke KIP.
"KIP pusat menyatakan bahwa keterbukaan informasi agar hak warga Dairi diberikan bahwa kontrak karya itu hak publik dan kami perlu tahu," sebutnya.
Akan tetapi, pihak Kementerian ESDM bukan memberikan dokumen tersebut, bahkan mengajukan banding ke PTUN Jakarta.
Hingga kini warga Dairi masih menunggu hasil putusan banding yang dilayangkan Kementrian ESDM ke PTUN Jakarta.
"Kami bertanya - tanya ada apa dengan Kementrian ESDM. Kenapa tidak berpihak kepada rakyat. Malah mereka mengajukan banding ke PTUN," tutupnya.
(cr7/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Warga-Dairi-yang-melaporkan-Kementrian-ESDM-yang-tidak-menyerahkan-dokumen.jpg)