Kasus Penipuan
ANGGOTA DPRD Taput Tipu Masyarakat Hampir Rp 1 Miliar Modus Proyek Fiktif, Terancam 4 Tahun Penjara
Anggota DPRD Taput, Luciana Siregar menipu warga hingga hampir Rp 1 miliar dengan modus proyek fiktif
ANGGOTA DPRD Taput Tipu Masyarakat Hampir Rp 1 Miliar Modus Proyek Fiktif, Terancam 4 Tahun Penjara
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN - Anggota DPRD Taput (Tapanuli Utara), Luciana Siregar didakwa menipu seorang kontraktor hampir Rp 1 miliar.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Rahmi Shafrina, Luciana Siregar menipu korbannya bernama Limaret Parsaoran Sirait.
Akibat penipuan modus proyek fiktif yang dilakukan Anggota DPRD Taput ini, korbannya merugi hingga Rp 972.500.000.
"Mereka sampaikan itu proyek rumah khusus bagi para korban pengungsi Sinabung di Kecamatan Siosar, Kabupaten Karo,"
"Itu proyek pemerintah dari dana APBN. Mereka sebelumnya sudah ada membayar uang administrasi,"
"Mereka kelimpungan mencari dana dan butuh bantuan dana, informasinya Luciana ini pemborong," kata korban, ketika dihadirkan dalam persidangan, Rabu (6/7/2022).
Saksi korban lantas setuju menyuntikkan dana kepada Luciana, dana tersebut diberikan beberapa kali baik secara langsung maupun transfer.
Namun, setelah menyuntikkan dana hampir Rp 1 miliar, proyek tersebut tak kunjung ada kabar.
Hingga saksi korban menanyakan kebenaran proyek tersebut ke PUPR.
"Sampai kita laporkan (perkara ini) tidak ada proyek itu. Saya datangi dan tanyakan ke PUPR dengan menemui orang-orang yang disebutkan terdakwa, orangnya ada memang tapi proyeknya tidak ada," cetus saksi.
Anehnya, kata Limaret saat dikonfirmasi kebenaran proyek tersebut ke terdakwa, Luciana malah marah-marah padanya.
"Dia marah-marah tetap ngotot bahkan sampai hari ini," ucap saksi.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmi Shafrina dalam dakwaannya menuturkan bahwa perkara ini bermula pada bulan Mei Tahun 2019, saat terdakwa Luciana mendapat tawaran pekerjaan dari rekannya di kementerian PURP, terkait pekerjaan rumah khusus bagi para korban Pengungsi Sinabung di Kecamatan Siosar Kabupaten Karo sebanyak tiga paket.
Dimana untuk ketiga paket tersebut ada uang administrasi yang harus terdakwa bayar, yaitu sebesar Rp 150 juta, untuk setiap paket dan terdakwa sudah membayar dua paket. Namun, untuk kekurangannya terdakwa belum ada uang.
Karena kekurangan uang tersebut, terdakwa bercerita kepada saksi Amru T Siregar yang juga didengar oleh saksi Mangiring Tua Simbolon. Selanjutnya saksi Mangiring mengatakan, ada adik kelasnya yang mau ikut proyek pekerjaan.
Lalu, pada 14 September 2019 sekitar pukul 15.00 WIB saat saksi Mangiring menghubungi saksi korban Limaret Parsaoran Sirait dan menyampaikan jika rekannya, yaitu terdakwa Luciana mendapatkan tiga paket pekerjaan pembangunan rumah khusus pengungsi sinabung dari kementrian PUPR.
"Keesokan harinya, pada 16 September 2019, sekitar pukul 19.40 WIB bertempat di Hotel Lexus Jalan Sisingamangaraja Medan, saksi Mangiring memperkenalkan Limaret, kepada terdakwa dan pada pertemuan tersebut, terdakwa menceritakan proyek tersebut," kata jaksa.
Terdakwa juga mengatakan, setiap paketnya terdakwa diminta untuk menyiapkan dana administrasi sebesar Rp 150 juta,
Saat itu, terdakwa meyakinkan Limaret untuk dua paket sudah terdakwa ambil dan terdakwa sudah menyerahkan uang administrasinya kepada rekannya di kementrian PUPR, sedangkan 1 paket lagi terdakwa tawarkan kepada Limaret karena menurut terdakwa uangnya tidak cukup.
"Tertarik dengan penjelasan terdakwa, selanjutnya Limaret, menyetujui untuk ikut satu paket, dan terdakwa meminta Limaret untuk menyiapkan uang administrasi sebesar Rp 150 juta," ujar JPU.
Keesokan harinya, bertempat di Hotel Lexus sekitar pukul 21.00 WIB, Limaret langsung menyerahkannya kepada terdakwa, dengan dibuatkan kwitansi tanda terima yang ditandatangani oleh terdakwa.
Bahwa beberapa hari kemudian, terdakwa kembali menawarkan satu paket kepada saksi korban, karena mendapatkan kepastian dari terdakwa jika paket pekerjaan perumahan tersebut akan dikerjakan pada bulan Oktober 2019.
Limaret kembali tertarik dan disuruh menyiapkan dana administrasi sebesar Rp 150 juta, dan terdakwa juga meminta saksi korban mengirimnya uang operasional untuk pengurusannya ke Jakarta.
"Pada 24 September 2019, saksi korban mengirimi uang sebesar Rp 155 juta. Bahwa selain pengiriman uang tersebut diatas, terdakwa juga ada meminta sejumlah uang operasional lainnya sehingga total uang yang dikirim saksi korban kepada terdakwa adalah sejumlah Rp 972.500.000," beber JPU.
Sampai dengan saat ini, terdakwa tidak juga dapat memberikan pekerjaan proyek yang terdakwa janjikan sehingga saksi korban merasa dirugikan .
"Akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban mengalami kerugian setidak tidaknya sebesar Rp 972.500.000.
Perbuatan terdakwa memenuhi rumusan dan diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHPidana," pungkas jaksa.
(cr21/tribun-medan.com)