Eksekusi Kafe di Medan

KontraS Sumut Nilai Polisi Terlalu Berlebihan Melakukan Pengamanan Eksekusi D'Caldera Coffe

Pengamanan polisi saat eksekusi dan pengosongan D'Caldera Coffee, dinilai terlalu berlebihan sehingga menjadi perhatian publik.

Tribun Medan
Ricuh pengosongan D'Caldera Coffee di Jalan Sisingamangaraja Medan, Rabu (13/7/2022) 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Pengamanan polisi saat eksekusi dan pengosongan D'Caldera Coffee, dinilai terlalu berlebihan sehingga menjadi perhatian publik.

Menurut Kepala Operasional KontraS Sumut, Adinda Zahra Noviyanti, pihak kepolisian seharusnya tidak perlu menggunakan kekuatan untuk menghadapi masyarakat sipil.

Baca juga: GEN Halilintar Akhirnya Ungkap Alasan Sulit Bertemu dengan Keluarga Aurel Hermansyah

Polisi juga seyogyanya, harus bertindak secara profesional menghadapi sejumlah massa yang menolak pengeksekusian tersebut.

Aparat penegak hukum hanya boleh menggunakan kekuatan jika benar-benar dibutuhkan, atau dengan kata lain kekuatan digunakan bila tidak ada cara lain.

Baca juga: JADWAL Kick Off PSMS, PSDS Deliserdang dan Karo United di Liga 2 Indonesia

"Selain itu takaran penggunaan kekuatannya juga harus disesuaikan antara kekuatan dan besarnya ancaman yang dihadapi," kata Adinda kepada Tribun Medan, Rabu (13/7/2022).

Ia juga menjelaskan, proses eksekusi yang berakhir ricuh tersebut mengakibatkan satu orang mengalami luka di bagian mulut.

Lalu, ada 33 orang dibawa ke Polrestabes Medan.

"Sebagian besar mereka adalah para seniman, dan penggiat budaya di Kota Medan yang menolak eksekusi D’Caldera Coffee," sebutnya.

Adinda menyebutkan, hingga saat ini ke 33 orang yang diangkut ke Polrestabes Medan juga masih belum jelas statusnya.

Menurutnya, temuan tersebut jelas-jelas menunjukkan bahwa ada yang keliru dalam praktik pengamanan kepolisian.

Apalagi peristiwa-persitiwa serupa kerap kali terjadi berulang-ulang.

Khususnya yang berkaitan dengan konteks eksekusi lahan ataupun sengketa agraria lainnya.

"Pendekatan kepolisian dalam menyelesaikan masalah cenderung menggunakan cara represif, mengandalkan senjata dan wewenang penegakan hukum yang dimiliki. Bukan memilih langkah lain yang lebih humanis dan menjunjung tinggi martabat manusia," ungkapnya.

Dikatakannya, proses eksekusi sejatinya dilakukan oleh juru sita dari Pengadilan Negeri Medan.

Sedangkan kepolisian hanya berperan mengamankan.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved