Kontroversi Tewasnya Brigadir Yosua
HASIL AUTOPSI Brigadir J Sudah Diketahui Keluarga? Jari Patah Organ Tubuh Hilang, Polri Menanggapi
Hasil autopsi pertama masih dirahasiakan penyidik kepolisian.Sementara hasil autopsi kedua (autopsi ulang) sudah diketahui keluarga Brigadir j
TRIBUN-MEDAN.com - Jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sudah dua kali diautopsi.
Hasil autopsi pertama masih dirahasiakan penyidik kepolisian.
Sementara hasil autopsi kedua (autopsi ulang) dikabarkan sudah diketahui keluarga Brigadir J.
Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak membeberkan terkait luka yang dialami oleh kliennya tersebut.
Baca juga: Nasib Istri Irjen Fredy Sambo, Terancam Gugur Permohonan Perlindungan yang Diajukan ke LPSK
Terkait itu, Mabes Polri sendiri membantah jika hasil autopsi ulang Brigadir J telah selesai.
Baca juga: BUKA CCTV Detik-detik Istri Ferdy Sambo Lihat Brigadir J Tewas, Provost Datang Bawa Jasad

"Belum keluar (hasil autopsi ulang Brigadir J)," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (2/8/2022).
Dedi menyebut perkiraan hasil autopsi ulang itu akan keluar sekira dua sampai empat minggu dari waktu autopsi.
Dia meminta agar semua pihak bersabar menunggu hasil autopsi itu keluar dan akan diumumkan oleh ahlinya.

"Nanti dari Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dan dokter forensik (dokfor) akan sampaikan hsl uji laboratorium patologi anatomic sekitar dua sampai dengan empat minggu dari waktu autopsi kedua," ungkapnya.

Pihak Brigadir J Beberkan Hasil Autopsi Ulang
Kamaruddin Simanjuntak yang menjadi penasehat hukum atau pengacara pihak keluarga Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, membuka hasil autopsi jenazah Brigadir J ke publik.
Sesuai dengan catatan langsung dari hasil pemeriksaan para dokter forensik dan juga dokter sebagai saksi perwakilan dari keluarga, terdapat beberapa lubang yang diduga adalah luka tembak di tubuh Brigadir J.
"Berdasarkan hasil autopsi yang kedua setelah jenazahnya digali, kita menetapkan dua tenaga kesehatan, satu dokter satu magister kesehatan untuk mewakili keluarga dan penasehat hukum."
"Karena terus terjadi negosiasi-negosiasi yang awalnya penasehat hukum boleh menyaksikan penggalian dan autopsi, keluarga boleh menyaksikan, dan bahkan keluarga disediakan CCTV terus akhirnya bergesernya tidak boleh (datang pada waktu autopsi) dengan alasan pelanggaran kode etik kedokteran."
"Jadi hanya yang berprofesi sebagai dokter atu tenaga medis yang boleh melihat (autopsi ulang), jadi di jam-jam terakhir apabila ada keluarga, atau orang yang bisa dipercaya atau pengamat boleh (hadir) yang penting profesinya dokter atau di bidang kesehatan."