Brigadir J Ditembak Mati
Hasil Pemeriksaan Menggunakan Lie Detector, Pakar Hukum Pidana: Fokus Aja Pada Kasus Pembunuhannya
Menurut Abdul Fickar, kesaksian para tersangka dengan menggunakan lie detector tidak bisa dijadikan alat bukti dalam persidangan nanti.
TRIBUN-MEDAN.COM - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai pemeriksaan saksi dan tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J menggunakan pendeteksi kebohongan atau lie detector tidak mendesak untuk dilakukan.
Menurut Abdul Fickar, kesaksian para tersangka dengan menggunakan lie detector tidak bisa dijadikan alat bukti dalam persidangan nanti.
"Menurut saya, itu enggak berpengaruh, karena tersangka oleh hukum saja dikasih hak ingkar. Enggak usah dikasih lie detector, dia mau ngomong apa aja enggak apa-apa," kata Abdul dikutip dari Kompas.com, Selasa (6/9/2022).
Abdul Fickar menjelaskan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), para tersangka atau terdakwa diberikan hak untuk mengingkari pernyataan mereka sendiri.
Pengingkaran tersebut, kata Abdul, membuat keterangan para tersangka bisa berubah-ubah, baik dalam pemeriksaan maupun dalam persidangan.
"Jadi, dia (para tersangka) mau bohong pun ada legitimasinya, KUHAP itu diberikan dia hak ingkar," ujar Abdul Fickar.
Oleh karenanya, kata Abdul, sebaiknya polisi dengan saksama mengumpulkan alat bukti yang mampu membantah pembelaan para tersangka dibandingkan memeriksa berulang kali para tersangka dengan menggunakan lie detector.
"Betul (lebih baik mengumpulkan alat bukti), karena kalau dia mau bohong pun enggak apa-apa, di undang-undang ada dasarnya juga. Bohong itu misalnya membantah mengingkari sesuatu yang dianggap terbukti oleh para saksi tapi dia ingkari, dia tidak dihukum oleh pengingkarannya," katanya.
Pakai lie detector untuk memperkaya alat bukti
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian mengatakan, semua tersangka akan dilakukan uji polygraph, termasuk mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.
"Iya terjadwal (Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi)," kata Andi Rian saat dikonfirmasi, Senin (5/9/2022).
Selain tersangka Ferdy Sambo dan Putri, ada juga saksi yang akan diperiksa menggunakan uji polygraph, yakni asisten rumah tangga Sambo yang bernama Susi.
"PC, saksi Susi, dan FS. Jadwalnya sampai hari Rabu,” ucap Andi Rian.
Sementara untuk tiga tersangka lain di kasus pembunuhan berencana Brigadir J, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf (asisten rumah tangga Sambo) telah terlebih dahulu diperiksa dengan menggunakan uji polygraph atau alat pendeteksi kebohongan.
Brigjen Pol Andi Rian Djajadi mengatakan bahwa Bharada Richard Eliezer (Bharada E), Brigadir Ricky Rizal (RR) dan Kuat Maruf (KM) sudah jujur dalam memberi keterangan terkait kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
Keterangan tersebut, kata Andi, dilakukan pemeriksaan dengan alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) untuk hasil uji Polygraph terhadap ketiga tersangka pembunuhan berencana Brigadir J itu.
"Barusan saya dapat hasil sementara uji Polygraph terhadap RE, RR dan KM, hasilnya “No Deception Indicated” alias Jujur," ujar Andi Rian dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa 6 September 2022.
Andi Rian juga menjelaskan bahwa uji Polygraph itu bertujuan untuk memperkaya atau menambah bukti - bukti yang sudah dikumpulkan serta didalami oleh pihak kepolisian.
"Uji Polygraph sekali lagi saya jelaskan bertujuan untuk memperkaya alat bukti petunjuk," kata dia.
Diberitakan sebelumnya bahwa Brigadir J tewas di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022.
Brigadir J tewas ditembak oleh Bharada E atau Richard Eliezer atas perintah Ferdy Sambo.
Polri telah menetapkan Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Putri Candrawathi, serta Bripka RR atau Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf sebagai tersangka pembunuhan berencana Brigadir J.
Atas perbuatan mereka, kelima tersangka itu dijerat pasal pembunuhan berencana yang termaktub dalam Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman seumur hidup dan hukuman mati.
(*/Tribun-medan.com/Kompas.com)