Ferdy Sambo Tamat
Mahfud MD: Sambo Tak Akan Bisa Lepas dari Pasal 340 KUHP, Kini Dibayangi Hukuman Mati, Ini Faktanya
Ferdy Sambo resmi dipecat dari Polri. Karier jenderal bintang dua itu di Korps Bhayangkara benar-benar tamat.
TRIBUN-MEDAN.COM - Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, bahwa Ferdy Sambo kemungkinan besar tak bisa lepas dari jeratan Pasal 340 KUHP.
Ferdy Sambo resmi dipecat dari Polri. Karier jenderal bintang dua itu di Korps Bhayangkara benar-benar tamat.
Sempat tak terima atas pemecatan dirinya, Sambo mengajukan banding melalui Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Namun, sidang KKEP menolak bandingnya.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri tersebut resmi diberhentikan secara tidak hormat atau PTDH.
Kini, mantan perwira tinggi Polri itu dibayangi ancaman hukuman mati sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Karier moncer Sambo sedianya mengukir karier moncer selama berkiprah hampir tiga dekade di kepolisian. Dia bahkan disebut-sebut sebagai jenderal bintang dua termuda.
Pria kelahiran Barru, Sulawesi Selatan, 19 Februari 1973 itu merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1994. Sambo berpengalaman di bidang reserse. Tahun 2010 dia menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jakarta Barat.
Kariernya terus menanjak hingga tahun 2012 ditunjuk sebagai Kapolres Purbalingga. Setahun setelahnya, dia menjabat sebagai Kapolres Brebes. Kian melesat, pada 2015 Sambo menjabat sebagai Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadireskrimum) Polda Metro Jaya.
Dia juga sempat dipercaya menjadi Kepala Subdirektorat (Kasubdit) IV, lalu Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri pada 2016. Lalu, 16 November 2020 Sambo mulai menjabat sebagai Kepala Divisi Propam Polri. Siapa sangka, ini merupakan jabatan terakhirnya sebelum didepak dari Polri.
Sepanjang kariernya, Sambo pernah terlibat dalam pengungkapan sederet kasus besar seperti bom Sarinah Thamrin (2016), kasus kopi mengandung sianida (2016), kasus surat palsu tersangka Djoko Tjandra (2018), hingga kebakaran Gedung Kejaksaan Agung RI (2020).
Dinonaktifkan lalu dicopot
Kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J menjadi awal mula runtuhnya karier Sambo di Institusi Bhayangkara. Kasus ini pertama kali terungkap pada 11 Juli 2022.
Narasi yang beredar di awal, Brigadir J tewas setelah terlibat baku tembak dengan Richard Eliezer atau Bharada E di rumah dinas Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Mulanya disebutkan bahwa peristiwa itu berawal dari dugaan pelecehan Brigadir J terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi. Imbas kasus ini, Sambo dinonaktifkan dari posisi Kadiv Propam Polri pada 18 Juli 2022.
Selang dua minggu tepatnya 4 Agustus 2022, dia resmi dicopot dari jabatannya. Bersama dengan 9 anggota kepolisian lainnya, Sambo dimutasi sebagai perwira tinggi (pati) Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
Seluruhnya diduga melanggar kode etik karena tidak profesional dalam menangani kasus kematian Brigadir J. Tersangka pembunuhan Pengusutan kasus kematian Brigadir Yosua pun terus berjalan.
Tepat 9 Agustus 2022, Sambo ditetapkan sebagai tersangka dugaan pembunuhan berencana. Dia diduga menjadi dalang pembunuhan berencana terhadap anak buahnya sendiri.
Kapolri Jenderal Listyo Prabowo memastikan, tak ada insiden baku tembak maupun pelecehan di rumah Sambo sebagaimana narasi yang beredar di awal.
Peristiwa sebenarnya, Sambo memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E untuk menembak Yosua di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumahnya supaya seolah terjadi tembak-menembak.
"Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak, Saudara FS (Ferdy Sambo) melakukan penembakan dengan senjata milik senjata J (Yosua) ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak," terang Sigit dalam konferensi pers, Selasa (9/8/2022).
Sebelum Sambo, Bharada E sudah lebih dulu menjadi tersangka. Selain itu, ajudan istri Sambo bernama Ricky Rizal atau Bripka RR serta asisten rumah tangga (ART) Sambo, Kuat Ma'ruf, juga ditetapkan sebagai tersangka. Menyusul Sambo, pada Jumat (19/8/2022), giliran istri Sambo, Putri Candrawathi, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Kelimanya disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Obstruction of justice
Tak hanya diduga menjadi otak pembunuhan, Sambo juga menjadi tersangka obstruction of justice atau tindakan menghalangi penyidikan kasus kematian Yosua. Perbuatan menghalangi penyidikan dalam kasus ini mulai dari perusakan dan penghilangan CCTV, hingga perusakan tempat kejadian perkara (TKP).
Dalam perkara ini, Sambo tak sendiri. Ada enam polisi lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Para tersangka dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancamannya bisa 8 hingga 10 tahun penjara. Mereka juga dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun kurungan.
Dipecat, lalu banding
Sambo sempat mengajukan permohonan pengunduran diri dari Polri beberapa hari sebelum sidang KKEP. Namun, permohonan itu ditolak oleh Kapolri. Polri tetap memproses dugaan pelanggaran etik Sambo melalui sidang KKEP yang digelar Kamis (25/8/2022) hingga Jumat (26/8/2022).
Hasil sidang kode etik itu menyatakan, Sambo diberhentikan secara tidak hormat dari institusi Polri. "Pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," kata Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Komjen Ahmad Dofiri saat membacakan putusan sidang di Mabes Polri, Jakarta.
Tak hanya itu, Sambo juga dijatuhkan sanksi etik dengan dinyatakan melakukan perbuatan tercela dan sanksi administratif berupa penempatan khusus (patsus) selama 40 hari.
Atas keputusan majelis sidang ini, Sambo tak terima. Dia langsung mengajukan banding. "Mohon izin, sesuai dengan Pasal 29 PP 7 Tahun 2022, izinkan kami mengajukan banding, apa pun keputusan banding kami siap untuk laksanakan," kata Sambo saat itu.
Tamat
Setelah tiga minggu kemudian, nasib Sambo diputuskan. Polri ketuk palu, memutuskan menolak permohonan banding Sambo terkait pemecatannya sebagai polisi.
“Menolak permohonan banding pemohon banding,” kata pimpinan sidang komisi banding Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto di Mabes Polri, Jakarta, Senin (19/9/2022).
"Menguatkan putusan sidang komisi etik Polri tanggal 26 Agustus 2022 atas nama pelanggar Ferdy Sambo," imbuh Agung.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, putusan banding ini bersifat final dan mengikat.
Sambo tidak bisa melakukan upaya hukum lain atas hasil keputusan KKEP ini. “Tidak ada (Kasasi dan Peninjauan Kembali). Banding ini sifatnya final dan mengikat, sudah tidak ada lagi upaya hukum, ini upaya hukum yang terakhir,” kata Dedi di Lobi Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta, Senin (19/9/2022).
Dengan demikian, Sambo resmi dipecat dari institusi Polri. Karier moncer sang jenderal berakhir. Kini, polisi masih terus melanjutkan proses hukum terhadap Sambo terkait kasus kematian Brigadir J.
Ancaman sanksi puluhan tahun penjara, bahkan mungkin hukuman mati, membayangi mantan petinggi Polri itu.
Mahfud MD: Ferdy Sambo Tak Bisa Lepas Dari Pasal 340 KUHP
Menko Polhukam Mahfud MD dalam bincang-bincang dengan Karni Iliyas mengatakan, bahwa Ferdy Sambo kemungkinan besar tak bisa lepas dari jeratan Pasal 340 KUHP.
"Satu hal yang pasti tidak kontroversional adalah pembunuhan. Perencanaannya Sambo dan itu pembunuhan. Itu Pasal 340 KUHP," ujarnya.
Kata Mahfud, bukti-bukti pro justitia untuk di persidangan sudah terpenuhi. Baik formil maupun materiil.
Kemudian, Ferdy Sambo sudah mengakui dia merencankan pembunuhan.
"Yang masih belum diakui, dia tidak ikut menembak, sementara kesaksian lain dia (FS) ikut menembak. Dari bukti autopsi dan uji balistik ada tiga jenis peluru di tubuh korban (Yosua)," ujar Mahfud MD.
"Nanti kita buktikan di persidangan,"pungkasnya.
Kemudian kata Mahfud, soal motif, itu tidak terlalu penting. "Tapi kalau motif itu seandainya ditanyakan majelis Hakim di persidangan dan itu menjadi perdebatan utama, maka saya akan muncul di persidangan," ujarnya.
"Saya sudah sampaikan kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan, apa yang disampaikan sebagai motif itu tidak masuk akal. Dan itu tidak Pro Justitia," katanya.
"Katanya PC trauma dan tidak bisa bicara sudah sebulan, nah begitu puluhan personel div propam dirombak dimutasi, dan FS ditahan di Mako Brimob, PC langsung muncul dan bicara, kan aneh itu," ujarnya lagi.
"Saya sudah komunikasi dengan penyidik bahwa motif yang tidak masuk akal itu tidak usah dibawa ke persidangan," sambungnya. "Yang pasti, faktanya ada pembunuhan, korbannya ada. Itu sudah clear dari sudut hukumnya."
(*/tribun-medan.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tamatnya Karier Sang Jenderal di Polri, Kini Ferdy Sambo Dibayangi Hukuman Mati
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Terungkap-bahwa-Ferdy-Sambo-menolak-melakukan-reka-adegan-menembak-Brigadir-Yosua-Hutabarat.jpg)