Breaking News

Tragedi Arema Vs Persebaya

LBH Medan Minta Negara Bertanggungjawab dan Mengecam Tindakan Berlebihan Atas Tragedi Kanjuruhan

LBH Medan angkat bicara terkait Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan seratusan suporter, Minggu (2/10/2022).

LBH Medan Minta Negara Bertanggungjawab dan Mengecam Tindakan Berlebihan Atas Tragedi Kanjuruhan

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN -  Kerusuhan pascapertandingan sepak bola antara Arema Vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, menewaskan seratusan suporter.

Adanya tindakan yang diduga berlebihan dari aparat yang menjadi pengamanan dalam pertandingan menjadi sorotan banyak pihak.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan turut angkat bicara.

Wakil Direktur (Wadir) LBH Medan, Irvan Syahputra mengatakan pertama pihaknya mengucapkan rasa bela sungkawanya kepada para korban.

Saat ini, data yang diterima oleh LBH Medan, ada sekitar 153 korban jiwa akibat tragedi yang terjadi, pada Sabtu (1/9/2022) malam.

"Sejak awal panitia mengkhawatirkan akan pertandingan ini, dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko," kata Irvan kepada Tribun-medan, Minggu (2/10/2022).

Ia mengatakan, ketika itu pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari.

"Pertandingan berjalan lancar hingga selesai, hingga kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan dimana terdapat supporter memasuki lapangan," sebutnya.

Dikatakannya, malam itu pihak aparat melakukan penindakan terhadap para penonton yang masuk ke lapangan sepakbola itu.

"Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan," bebernya.

Dijelaskan Irvan, sewaktu para penonton semakin banyak turun ke lapangan, aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton.

Padahal, menembakkan gas air mata di areal stadion dilarang oleh Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA).

LBH Medan menduga, penggunaan kekuatan yang berlebihan, melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur, menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.

"Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa, mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan," ujarnya.

"Jelas penggunaan gas Air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation, pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion," tambahnya.

Pihaknya menilai, tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan.

1. Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa.
2. Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
3. Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI.
4. Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara
5. Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara.

Diungkapkan Irvan, penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi dugaan Pelanggaran HAM dengan meninggalnya ratusan korban jiwa dan luka.

LBH Medan, mengecam tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM POLRI.

"Kita mendesak negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini, dengan membentuk tim penyelidik independen," ujarnya.

Ia juga mendesak, Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM, yang diduga pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas

"Kita juga mendesak Propam POLRI dan POM TNI untuk segera memeriksa, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-POLRI yang bertugas pada saat peristiwa tersebut," katanya.

Irvan juga meminta kepada Kapolri, untuk melakukan evaluasi secara tegas terhadap anak buahnya yang melakukan pengamanan pada saat itu.

"Mendesak negara, Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka, dalam tragedi Kanjuruhan, Malang," pungkasnya.

(*/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved