Sengketa Bumi Perkemahan Sibolangit
Polemik Tanah Bumi Perkemahan Sibolangit, Warga Mengklaim Dapat Hadiah dari Presiden Soekarno
Tanah Bumi Perkemahan Sibolangit saat ini menjadi sengketa. Masyarakat diminta angkat kaki dari lokasi
Penulis: Muhammad Nasrul | Editor: Array A Argus
TRIBUN-MEDAN.COM,DELISERDANG- Sengketa lahan Bumi Perkemahan Sibolangit di Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang makin memanas.
Warga yang membangun rumah di atas lahan Bumi Perkemahan Sibolangit mengklaim bahwa mereka memiliki hak yang jelas atas lahan tersebut.
Pada tahun 1954 silam, sejumlah warga mengaku diberi hadiah oleh Presiden Soekarno untuk mengelola lahan, guna dijadikan kawasan pertanian.

Baca juga: Warga Bumi Perkemahan Sibolangit Gelar Unjuk Rasa, Minta Pemkab Deliserdang Kembalikan Tanah Mereka
Dahulunya, sebahagian lahan Bumi Perkemahan Sibolangit ini dipakai oleh perusahaan teh.
"Pada tahun 1954, negara dan Presiden Soekarno memberikan tanah ini kepada leluhur kami untuk menjaga ketahanan pangan. Suratnya masih ada sama kami," kata Fahmi Azhari, Rabu (12/10/2022).
Fahmi yang merupakan warga sekitar mengatakan, bahwa mereka tidak terima jika Pemprov Sumut datang untuk mengusir masyarakat.
Ia pun menegaskan punya alas hak yang jelas.
Baca juga: BENAHI Bumi Perkemahan Sibolangit, Pemprov Sumut akan Gelar Kemah bersama Pramuka
Sementara itu, Anggota DPRD Deliserdang Timur Sitepu mengatakan bahwa pada tahun 1976, status lahan Bumi Perkemahan Sibolangit ini adalah pinjam pakai.
Dia mengatakan, pinjam pakai dilakukan untuk keperluan acara Jambore Pramuka oleh Kwartir Daerah (Kwarda) Sumut di tahun 1977.
"Permasalahan ini sudah hampir 30 tahun, dimana dulu Kwarda meminjam lahan kepada masyarakat untuk keperluan Jambore tahun 1977," katanya.
Baca juga: Bumi Perkemahan Sibolangit, Lokasi yang Cocok untuk Habiskan Akhir Pekan Nikmati Alam Terbuka
Dirinya menjelaskan, dari perjanjian peminjaman tersebut, ada berbunyi jika pelaksanaan jambore sudah selesai, maka lahan akan dikembalikan ke masyarakat.
Namun, dari fakta yang ada di lapangan, saat ini tanah tersebut belum juga kembali ke masyarakat.
Bahkan, ada informasi jika tanah tersebut sudah bersertifikat atas nama Pemprov Sumut.
Untuk total luas lahan yang dulunya dipinjam dan menjadi sengketa, diketahui seluas 225 hektare.
Baca juga: Gubernur Edy Rahmayadi akan Sikat Orang yang Berani Kuasai Bumi Perkemahan Sibolangit
Ketika ditanya seperti apa langkah kedepan yang akan dilakukan sebagai anggota legislatif, Timur mengaku akan memanggil Pemkab Deliserdang.
Mereka akan membahas seperti apa status lahan tersebut.
Alas hak tidak jelas
Sengketa lahan Bumi Perkemahan Sibolangit ini kembali muncul setelah sejumlah petugas Satpol PP yang dikirim Pemprov Sumut datang menempeli surat peringatan di rumah warga.
Isi surat peringatan itu meminta masyarakat untuk segera angkat kaki dari Bumi Perkemahan Sibolangit.
Baca juga: Warga Bumi Perkemahan Sibolangit Gelar Unjuk Rasa, Minta Pemkab Deliserdang Kembalikan Tanah Mereka
Pemprov Sumut mengklaim bahwa lahan Bumi Perkemahan Sibolangit adalah aset mereka.
Namun, masyarakat juga mengklaim bahwa mereka punya hak atas lahan tersebut.
Sayangnya, kedua belah pihak sampai saat ini tak pernah menunjukkan dokumen atau alas hak yang sah.
Kedua belah pihak sama-sama ngotot mengaku bahwa lahan yang ada adalah miliknya.
Sampai detik ini, sejarah kepemilikan lahan Bumi Perkemahan Sibolangit juga tidak jelas.
Banyak dari warga pendatang yang kemudian mendirikan bangunan di Bumi Perkemahan Sibolangit.
Kerap ada kutipan ke objek wisata
Di kawasan Bumi Perkemahan Sibolangit, ada sejumlah objek wisata yang sering didatangi masyarakat.
Pertama objek wisata batu belah, dan yang sekarang sudah jarang dikunjungi adalah air terjun dua warna.
Sebelum tragedi banjir bandang di air terjun dua warna, ada oknum warga yang kerap diduga melakukan pungutan liar (pungli).
Pungutan berkedok retribusi itu pun tak juntrung kemana disetor.
Ketika tragedi banjir bandang di objek wisata air terjun dua warna terjadi, oknum yang melakukan pungli lolos begitu saja dari jerat hukum.
Padahal, oknum tersebut dinilai sejumlah wisatawan sudah memperkaya dirinya sendiri dengan pungli berkedok retribusi.
Sementara itu, di objek wisata batu belah juga demikian.
Konon sampai hari ini masih ada pengutipan retribusi.
Tidak jelas kemana kutipan retribusi itu mengalir.(mns/tribun-medan.com)