Berita Sumut
Edy-Ijeck Mulai Saling Sindir Secara Terbuka, Pengamat Nilai Kini Sumut Bermartabat Sulit Dicapai
Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah ini mulai saling sindir secara terbuka.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah atau dikenal dengan sebutan Eramas saat masa Pilgub 2018 lalu kini mulai saling sindir secara terbuka.
Baru-baru ini, saat penutupan Rapimda Golkar Sumut, pada Jumat (23/12/2022), Musa Rajekshah (Ijeck) menyebut Edy Rahmayadi akan alergi jika mengetahui dirinya ingin mencalonkan diri menjadi calon gubernur pada Pilgub Sumut 2024 mendatang.
Baca juga: Wagub Ijeck Sindir Gubernur Edy Rahmayadi Alergi Jika Mendengar Dirinya Maju Jadi Gubernur
Sindiran ini menyusul pernyataan Edy Rahmayadi yang menyebut "alergi" dengan "kuning" yang mengarah pada Partai Golkar saat membuka pidato kebangsaan pada pelantikan DPD Banteng Muda Indonesia (BMI) Sumut, di Hotel Grand Inna Medan pada Rabu (21/9/2022) lalu.
Menanggapi hal ini, Pengamat Politik asal Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (UMSU), Sohibul Anshor Siregar mengatakan visi pasangan Eramas yang bertajuk Sumut Bermartabat kini akan semakin sulit dicapai.
Menurut Sohibul, konsep martabat yang diusung Edy-Ijeck di masa kepemimpinan mereka membutuhkan usaha yang matang, meskipun tanpa konflik antara keduanya.
"Konflik terbuka berkepanjangan antara Edy Rahmayadi dan Ijeck sangat bertentangan dengan visi Sumut Bermartabat yang diusung," ujar Sohibul, Selasa (27/12/2022).
Dikatakan Sohibul, pembangkitan martabat yang diusung Edy-Ijeck merupakan bagian dari kewarganegaraan yang diwujudkan dalam berbagai bentuk perjuangan politik.
Di mana, kata dia, sejak beberapa dekade lalu memotivasi berbagai gerakan perubahan yang damai maupun bernuansa kekerasan.
Hal ini, kata Sohibul mengacu pada gagasan ilmuwan politik asal Amerika Serikat, Francis Fukuyama (1992) yang ditemukan pada karya-karya Myres McDougal (1906-1998), yang membagi martabat kepada delapan unsur yakni kekuasaan, kecerdasan, keahlian, kehormatan, kejujuran, kecintaan, kekayaan dan kesejahteraan.
"Perjuangan memulihkan dan meninggikan martabat itu adalah wilayah kerja yang sangat berat. Sekalipun dengan memobilisasi seluruh kekuatan sosial, politik, dan teknokratis yang ada secara optimum, jelas akan tetap sulit diwujudkan. Konon pula sambil berkelahi?" katanya.
Sohibul mengatakan, baik Edy Rahmayadi maupun Ijeck yang sedang merancang keterpilihan dengan pasangan masing-masing melalui Pilkada 2024 seharusnya dapat mempertimbangkan risikonya.
"Saya tak alergi dengan keputusan itu (masing-masing ingin menjadi cagub). Jika mereka sudah sama-sama merasa tak memiliki kecocokan, harusnya mereka mengetahui risiko bahwa jika konflik terus berlangsung begitu terbuka, justru mereka berdua tak ubahnya sedang berusaha mengkampanyekan kelemahan masing-masing," katanya.
Baca juga: Berpidato di Pelantikan BMI Sumut, Gubernur Edy Rahmayadi Sebut Trauma dengan Partai Golkar
Menurutnya, selain mengganggu efektivitas pemerintahan, Edy-Ijeck secara tak sadar juga melemahkan elektabilitas masing-masing melalui konflik yang terus menerus.
"Selain efektivitas pemerintahan akan terus terganggu, karena lebih jauh nilai keterpilihan (elektabilitas) masing-masing pun sedang mereka rontokkan sendiri tanpa sadar. Itu berarti mereka dengan suka rela sedang melakukan manuver politik memberi jalan mulus kepada figur-figur yang akan menantang mereka pada Pilkada 2024," tutupnya.
(cr14/tribun-medan.com)