Berita Sumut
JPU Tak Banding, Empat Terdakwa Perkara Tewasnya Dua Penghuni Kerangkeng Manusia di Langkat Inkrah
JPU Kejari Langkat tak melakukan upaya banding atas vonis hukuman terhadap Dewa Peranginangin, Hendra Surbakti, Hermanto Sitepu dan Iskandar Sembiring
Penulis: Muhammad Anil Rasyid |
TRIBUN-MEDAN.com, LANGKAT - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat tak melakukan upaya banding atas putusan hakim terhadap keempat terdakwa atas tewasnya dua penghuni kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin.
Hal ini diungkapkan oleh Kasi Pidum Kejari Langkat, Indra Ahmadi Effendi Hasibuan, saat dikonfirmasi wartawan Tribun Medan, Jumat (30/12/2022).
Baca juga: Sidang Kerangkeng Manusia Milik Bupati Langkat Nonaktif, Dewa Peranginangin Dituntut 3 Tahun Penjara
"Perkara 467/Pid.B/2022/PN Stb atas nama terdakwa Dewa Peranginangin dan Hendra Surbakti, inkracht eksekusi," ujar Indra.
Lanjut Indra menambahkan, terdakwa Hermanto Sitepu dan Iskandar Sembiring juga mengalami hal yang serupa.
"Perkara 468/Pid.B/2022/PN Stb atas nama terdakwa Hermanto Sitepu dan Iskandar Sembiring inkracht eksekusi," ujar Indra.
Tak hanya itu, keempat terdakwa lainnya pada kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada kerangkeng manusia, JPU melakukan banding atas putusan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Stabat, Halida Rahardhini.
"Perkara 469/Pid.B/2022/PN Stb atas nama terdakwa Terang Ukur Sembiring alias Terang, Jurnalista Subakti, Suparman Perangin-Angin, dan Rajesman Ginting, upaya hukum banding," ucap Indra.
Adapun alasan JPU tak melakukan upaya banding, menurut Indra putusan para terdakwa lebih dari setengah tuntutan pidana badan.
"Dan pasal serta pertimbangan JPU dalam tuntutan sesuai dengan pertimbangan dalam putusan majelis hakim. Kemudian sudah memenuhi rasa keadilan bagi para keluarga korban atau ahli waris korban dengan penyerahan uang restitusi," ujar Indra.
Diberitakan sebelumnya, terdakwa Dewa Peranginangin (anak kandung Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin), Hendra Surbakti, dan Hermanto Sitepu, serta Iskandar Sembiring, divonis ketua majelis hakim Halida Rahardhini satu tahun tujuh bulan penjara.
Keempatnya terbukti bersalah melanggar Pasal 351 ayat 3 Jo Pasal 55 ayat 1 ke Ke-1 KUHPidana, atas tewasnya dua penghuni kerangkeng manusia bernama Sarianto Ginting dan Abdul Sidik Isnur alias Bedul.
Sedangkan itu, terdakwa TPPO Terang Ukur Sembiring, Jurnalista Subakti, Suparman Peranginangin, dan Rajesman Ginting, divonis mejelis hakim bervariasi.
Terang Ukur divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta, Jurnalista divonis tiga tahun penjara denda Rp 200 juta, dan Rajesman Ginting divonis tiga tahun penjara denda Rp 200 juta.
Sementara itu, Suparman Peranginangin hanya divonis dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Atas putusan atau vonis yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Halida Rahardhini, sebelumnya juga mendapat sorotan darI LBH Medan.
Menurut Wakil Ketua LBH Medan, Irvan Saputra mengatakan, parahnya majelis hakim berpendapat tuntutan JPU terlalu tinggi.
Di mana sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap para terdakwa menuntut yaitu tiga tahun penjara. Dan JPU dalam tuntutannya menyatakan jika para terdakwa secara sah bersalah melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Baca juga: Komnas HAM Soroti Vonis Ringan Terdakwa Kasus Kerangkeng Manusia, Putusan Dinilai Sarat Kompromi
"Tuntutan JPU sangat ringan dan melukai rasa keadialan dimasyarakat. Tetapi parahnya dan sangat luar biasa putusan majelis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan JPU. Seharusnya tindakan para Terdakwa yang diduga telah menghilangkan nyawa para korban dituntut dan diputus secara objektif sesuai aturan hukum yang berlaku. Walau sekalipun telah terlaksana upaya restitusi antara para terdakwa dengan keluarga korban," ujar Irvan, Jumat (2/12/2022).
Lanjut Irvan, LBH Medan secara tegas meminta Mahkamah Agung RI melalui Badan Pengawasanya dan Ketua Pengadilan Tinggi Medan, untuk memeriksa majelis hakim perkara a quo.
Karena diduga majelis hakim tidak adil dan tidak profesional, serta tidak bijaksana dalam memeriksa perkara tersebut, sebagaimana ketentuan Pasal 32A jo Pasal 81B Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
Tak hanya itu, LBH Medan meminta kepada JPU dalam perkara a quo untuk melakukan upaya hukum banding guna terciptanya keadilan bagi korban dan masyarakat.
(cr23/tribun-medan.com)