Buku
Buku Kumpulan Puisi Orang-orang Perbatasan, Ungkap Realita Sosial Masyarakat yang Termarjinalkan
Oppungleladjingga merupakan seorang penyair yang telah berumur dan kini sedang dilumat rasa gelisah pada apa yang terjadi di sekitarnya.
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN- Buku kumpulan puisi berjudul Orang-orang Perbatasan karya Oppungleladjingga (Zulkarnain Siregar), berhasil mengabadikan 62 kisah masyarakat yang hidup di perbatasan lewat bait-bait puisi.
Oppungleladjingga merupakan seorang penyair yang telah berumur dan kini sedang dilumat rasa gelisah pada apa yang terjadi di sekitarnya.
Dalam bukunya yang terdapat 62 puisi ini adalah hasil pemilihan karya dari penyair dalam rentang waktu 1985 hingga 2022.
Namun, periode di 2015-2016 menjadi periode penulisan yang mendominasi tahun pembuatan puisi dalam buku bersampul Si Oppung yang sedang bersepeda ini.
Puisi-puisi ini lahir dari perjalanan Opung saat bersepeda ke beberapa daerah perbatasan, sebagai seorang penikmat alam.
Baca juga: UISU Launching Buku Rektor UISU Dari Masa ke Masa dan Pantun Kelok
Lewat puisi ini Opung berusaha ungkap realita sosial masyarakat yang hidup di perbatasan dan menjadikan renungan hidup.
“Kegiatan awalnya gowes (bersepeda) dari kampung ke kampung. Saya sudah tidak terlalu selera pergi ke kota karena macet dan polusi,” ujar Opung kepada Tribun Medan, Selasa (24/1/2023).
Puisi ini menceritakan tentang orang-orang pinggiran seperti petani, nelayan dan orang-orang yang termarjinalkan.
“Saya hanya merekam realitanya yang didapat dari perjalanan. Ada dari beberapa inspirasi yang saya tulis tersebut. Perbatasan ini ada dari Langkat, Deli Serdang, ada juga di Malaka,” jelasnya.
Menurutnya, puisi ini sebenarnya ditulis berdasarkan dari orang-orang perbatasan yang memiliki ekspresi kehilangan arah.
“Jadi saya lebih suka ke kampung melihat kembali potret kehidupan kita dahulu yang masih ada jamannya agraris. Jaman agraris itu kan ketika pertanian menjadi utama. Kita ambil contoh orang yang hidup di perbatasan itu orang yang berada diantara. Orang yang begini di suatu titik yang paling dipilihnya adalah mau kemana dia,” tambahnya.
Lanjut oppungleladjingga, hasil karya ini baginya menjadi jejak dan bukti kepada anak, cucu, hingga cicitnya.
Baca juga: Wanita Lapor Suami Hilang dan Ditertawakan Polisi Ternyata Palsukan Buku Nikah Status Hanya Pacaran
Menurutnya, sebuah bahasa merupakan hal yang paling kuat untuk menjaga budayanya sendiri.
“Dengan karya kita meneguhkan kembali bahwa ini warisan. Warisan ini perlu kita jaga dan jangan kita lupa. Gak usah jauh-jauh menulis tentang hal apapun itu, yang dekat dari kita saja,” tutupnya.
Bait-bait dalam buku ini mempunyai kedalaman dan keluasan makna yang menjelaskan tentang situasi yang ditemui, dilihat dan dirasakannya. Puisi-puisi ini bagai kisah hidup, dikisahkan dengan diksi yang matang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.