YM Jinadhammo Mahathera Wariskan Maha Karya

Umat Buddha Indonesia kehilangan sosok sesepuh panutan, penjaga Buddha Dhamma di Nusantara, Y.M. Bhante Jinadhammo Mahāthera

HO
Penjaga Buddha Dhamma di Nusantara, Y.M. Bhante Jinadhammo Mahāthera wafat pada Kamis (26/1/2023) pukul 04.00 WIB di Medan, Sumatera Utara. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Umat Buddha Indonesia kehilangan sosok sesepuh panutan, penjaga Buddha Dhamma di Nusantara, Y.M. Bhante Jinadhammo Mahāthera. Beliau yang lahir pada tanggal 3 September 1944, wafat pada Kamis (26/1/2023) di Medan, Sumatera Utara.  Y.M. Bhante Jinadhammo Mahāthera merupakan bhikkhu yang paling senior melewati 53 vassa di Indonesia, wafat dengan tenang pada pukul 04.00 WIB.

Ia sangat disayang dan dihormati oleh umat Buddha di Indonesia, terlebih di Sumatera, tempat di mana ia selama ini banyak mengabdi. Beliau dikagumi umat Buddha bukan saja karena kesederhanaan hidupnya tetapi juga keteguhan prinsipnya. Y.M. Bhikkhu Jinadhammo dikenal sangat disiplin dalam tata susila (vinaya). Ia juga banyak memiliki sumbangsih di masa awal dan sulit dalam pengembangan Buddha Dhamma hingga pelosok daerah seperti pembangunan vihara, mengembangkan guru dan dosen Agama Buddha, mendorong aktivis-aktivis Buddhis, sekolah, proyek sosial, dan sebagainya.

Beliau disemayamkan di Vihara Borobudur, Medan, Sumatra Utara dan Upacara puja bakti avamangala (kedukaan) untuk Y.M. Jinadhammo Mahāthera akan digelar dalam tiga tradisi Buddha yakni Theravada , Mahayana dan Vajra Yana yang merupakan ciri khas Sangha Agung Indonesia yang menyakini pentingnya menjaga dan menghargai keberagaman ketiga tradisi yang dikenal sebagai Buddhayana.

Doa pelimpahan jasa dilaksanakan setiap hari hingga prosesi upacara kremasi. Sebelum prosesi kremasi, jasad beliau akan disemayamkan di Vihara Borobudur, Jl. Imam Bonjol untuk memberi kesempatan kepada para anggota sangha dan umat untuk memberikan penghormatan terakhir.

Pengumuman resmi Sangha Agung Indonesia menyampaikan upacara penutupan peti akan dilakukan pada Rabu (1/2/2023) dan malam kembang pada Jumat (3/2/2023). Sedangkan proses kremasi rencananya akan dilangsungkan pada pada Sabtu (4/2/2023) pukul 16.00 WIB.

Y.M. Bhante Jinadhammo Mahathera ditahbiskan sebagai upasaka oleh Y. M. Bhante Ashin Jinarakkhita yang dikenal dengan panggilan Sukong, kemudian sering mendampinginya berkeliling Sumatra, dan wilayah Indonesia lainnya. Sukong merupakan orang Indonesia pertama yang ditahbiskan menjadi bhikkhu setelah 500 tahun runtuhnya kerajaan Majapahit saat ia ditahbiskan pada tahun 1953 yang banyak berperan dalam perkembangan Buddhis di Indonesia di masa masa awal.

Setelah mengabdi selama tiga tahun di Sumatra. Ia berlatih Vippassana-Bhavana intensif di bawah bimbingan langsung Y.M. Bhante Ashin Jinarakkhita bersama dengan puluhan peserta lain dengan disiplin yang ketat dan keras. Samanera Sunardi menjadi salah satu dari lima peserta yang dinyatakan lulus dari sekian puluh orang peserta. Hingga beberapa tahun setelahnya, Y.M. Bhante Jinadhammo Mahathera merupakan salah satu dari lima bhikkhu yang pertama kali diupasampada (ditahbiskan) tanggal 08 Mei 1970 oleh Phra Sasana Sobaṇa selaku Upajjhaya ( Somdet Phra Nyanasamvara, Sangharaja Thailand ke-19)

Beliau berjasa mendatangkan tenaga pengajar Agama Buddha dari pulau Jawa ke Sumatra, khususnya Medan dan pulau Sumatera pada umumnya. Ia juga mengangkat guru-guru tersebut sebagai upasaka pandita agar dapat mewakili Sangha yang pada masa itu tercatat masih sangat minim jumlahnya.

Bhante Jinadhammo antusias melaksanakan program latih diri Umat Buddha, misalnya Program Latih Diri Vipassana Bhavana rutin, Pekan Penghayatan Dharma, Latih diri Atthangasila/Pabbajja Samanera-Samaneri, dan sebagainya. Didukung Romo Ombun Natio, Y.M.  Bhante Jinadhammo Mahathera menggagas pendirian Institut Agama Buddha Smaratungga Cabang Medan (sekarang bernama Sekolah Tinggi Agama Buddha Bodhi Dharma). Ia juga memiliki banyak anak asuh dari keluarga Buddhis kurang mampu yang berkeingan melanjutkan pendidikan.

Y.M. Bhante Jinadhammo Mahathera dilahirkan di Desa Gempok, Simo, Boyolali, Jawa Tengah, dengan nama kecil Soenardi.   Ayahnya bernama Adma Mustam dan ibunya Sadiem. Ia bukan berasal dari keluarga Buddhis. Ia adalah putera ketiga dari enam bersaudara. Sunardi mengenal agama Buddha saat ia bersama teman-temannya sering mengunjungi Candi Borobudur dan Prambanan yang tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Ia penasaran dengan kemegahan candi tersebut, tentang pembuatnya, untuk apa dibangun, dan apa manfaatnya. Pertanyaannya terjawab ketika Sunardi membaca Majalah Mutiara Minggu yang memuat tentang agama-agama besar di Indonesia. Sunardi menjadi tertarik dengan Agama Buddha dan sejak itu ia rutin mempelajari Agama Buddha melalui majalah sederhana tersebut.

Sunardi ditahbiskan sebagai upasaka oleh Y.M. Bhante Ashin Jinarakkhita, kemudian sering mendampinginya berkeliling Sumatra, dan pulau pulau  Indonesia. Y.M. Bhante Jinadhammo Mahathera banyak ketularan sikap pantang menyerah dari Bhante Ashin Jinarakkhita dalam menyebarkan Dhamma ke berbagai daerah, bukan hanya daerah kota, tetapi juga daerah terpencil. Diawal menjalankan tugasnya, beliau sering bepergian ke berbagai tempat sendiri dengan menumpang kendaraan umum, dibonceng dengan sepeda motor, naik sepeda, dan juga berjalan kaki. Perjalanan dilakukan beliau kapan saja, siang atau malam, dan dalam berbagai kondisi cuaca. Bagi seorang Bhikkhu, tugas membabarkan Dhamma, pembinaan dan pelayanan umat merupakan kewajiban yang harus dijalankan dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Untuk ke daerah Riau dari Medan, beliau selalu menumpang bus ALS atau taksi. Di daerah Riau dan sekitar daerah kepulauan Riau, Beliau menumpang kapal kecil atau kapal pong pong. Selain selalu berangkat pagi dan baru tiba di tempat tujuan sore atau malam hari, tak jarang juga jubah Beliau basah karena kecipratan air laut dan air sungai. Salah satu buah dari rajinnya Beliau mengunjungi berbagai daerah di Riau adalah berdirinya Vipassana Centre di Pulau Moro, yang saat ini justru banyak dimanfaatkan orang Singapura untuk melatih diri karena pulau tersebut memang dekat dengan Singapura.

Untuk daerah Aceh, biasanya beliau menumpang Bus Kurnia dari Jalan Puri, Medan atau menumpang taksi yang mengangkut koran pada pagi hari. Selama di daerah Aceh, biasanya beliau berkeliling mengunjungi Banda Aceh, Biruen, Sabang dan Lhokseumawe.

Dalam mengembangkan dan megajarkan Dhamma, Bhikkhu Jinadhammo dikenal sebagai Bhikkhu yang luwes dan memberikan petunjuk tanpa menyakitkan yang mendengarkannya. Misalnya di daerah Weh, Aceh, Beliau mengikuti acara tradisi terlebih dahulu, baru menyampaikan bimbingan Dhamma.

Dalam pengembangan Dhamma di daerah Sumatra Barat, Beliau bepergian dengan menumpang bus atau pesawat ke Kota Padang. Di kota Padang, Beliau naik angkutan kota atau berjalan kaki ke Vihara Buddha Warman di pagi hari.

Selain menempuh perjalanan dengan fasilitas apa adanya, Beliau tidak pernah menuntut pelayanan dari umatnya. Makan apa adanya sesuai dengan yang ada atau yang disebeliaukan dan tinggal atau beristirahat di tempat yang ada tanpa merepotkan umat.

Atas jasanya, pada Oktober 1998, dalam rangka ulang tahun Raja Bhumibol, Kerajaan Thailand memberikan penghargaan kepada para bhikkhu senior mancanegara, termasuk Bhikkhu Jinadhammo. Kipas Penghargaan dan Kathinadana diserahkan oleh Putri Galyani Vadhana, yaitu kakak dari raja, atas nama Raja Bhumibol. Ia didampingi oleh Duta Besar Thailand untuk Indonesia dan rombongan Vihara Borobudur, Medan.

Pemerintah Thailand, melalui Mahathera Semakhom yang merupakan komite Sangha di Thailand, menganugerahkan gelar Phra Khru Buddhadhamprakat kepada Yang Mulia Bhikkhu Jinadhammo Mahathera pada hari Selasa, 8 Januari 2013.

Gelar tersebut berarti sebagai Penyebar Buddha Dharma, diberikan kepada Bhikkhu Jinadhammo Mahathera atas jasa-jasanya dalam mengembangkan agama Buddha di Indonesia. Ia adalah satu-satunya Bhikkhu Indonesia dari antara 500 bhikkhu sangha dari berbagai wilayah negara yang dinilai memiliki prestasi pengabdian luar biasa dalam mengembangkan ajaran Buddha Dharma di daerahnya masing-masing.

Pada tanggal 26 Maret 2013, Bhante Jinadhammo Mahathera Kembali mendapat Penghargaan Gelar Aggamaha Saddhamma Jotikadhaja dari pemerintahan Myanmar. Satu-satunya dan pertama kali bikkhu di Indonesia yang menerima gelar tersebut. Gelar tersebut diterima bersama ratusan bhikkhu dari berbagai negara pada 26 Maret 2013 di Myanmar, disaksikan langsung oleh Presiden Myanmar dan para menterinya.

Kemudian, pada tanggal 5 Desember 2016, Bhikkhu Jinadhammo mendapat anugerah gelar kehormatan dari Kerajaan Thailand sebagai Than Choukun Phra Vithetdhammanyana. Gelar kehormatan ini diberikan kepada Bhante Jinadhammo atas pengabdiannya membabarkan Buddha Dhamma di Indonesia.

Untuk menghargai jasa beliau, Keluarga Buddhayana Indonesia dan para donatur Y.M.Jinadhammo Mahathera mendedikasikan pendirian pusat pelayanan Umat Buddha Prasadha Jinadhammo di Kawasan MMTC pada tanggal 7 Agustus 2018 di atas lahan 10.345 meter persegi. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    Komentar

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved