Breaking News

Berita Medan

LBH Medan Soroti Masalah Kesejahteraan dan Perlindungan Kepada Jurnalis di Momen Hari Pers Nasional

Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Medan menyoroti kesejahteraan dan perlindungan jurnalis di momentum Hari Pers Nasional.

|
Tribun Medan/Alfiansyah
ILUSTRASI. AJI Medan melakukan unjuk rasa menolak keras pengesahan RKUHP di Bundaran Majestik, Jalan Gatot Subroto, Kota Medan, Senin (5/12/2022). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Medan menyoroti kesejahteraan dan perlindungan jurnalis di momentum Hari Pers Nasional yang jatuh, pada 9 Februari kemarin.

Menurut Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, pada prinsipnya setiap momentum perayaan seyogianya menggambarkan keadaan bahagia dan suka cita.

Baca juga: Jokowi Bilang Dunia Pers Tidak Baik-baik Saja, Singgung Pemberitaan dan Uang

Namun berdasarkan pemantauan, LBH Medan dan wawancara terhadap beberapa jurnalis di Kota Medan, masih terdapat permasalahan besar dan kesedihan terhadap kawan-kawan jurnalis.

LBH Medan mencatat ada tiga permasalahan besar pers hari ini. 

Pertama, terkait kesejahteran para jurnalis yang ditandai dengan masih banyaknya yang belum mendapatkan upah sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Baik UMK ataupun UMP dan juga belum mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, serta jaminan di hari tua," kata Irvan kepada Tribun-medan, Jumat (10/2/2023).

"Bahkan kita duga masih ada sebagian jurnalis yang tidak di upah oleh perusahaannya. Serta tidak sedikit jurnalis menyatakan jika perusaahan pers sejahtera, tapi jurnalisnya sengasara," sambungnya.

Lalu, ia mengatakan yang kedua permasalahan perlindungan jurnalis baik secara fisik maupun psikis.

Hal ini ditandai dengan masih banyak jurnalis yang mendapatkan dikriminalisasi, penganiayaan, intimidasi dan intervensi dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalistik. 

Bahkan berdasarkan data dan hasil riset dari Aliansi Jurnalis Independen atau AJI, pada akhir 2022. 

Tercatat ada 82,6 persen dari 852 jurnalis perempuan yang dilibatkan dalam risiet di 34 provinsi mengalami kekerasan seksual baik melalui daring maupun luring.

"Parahnya 26 persen diduga pelaku kekerasan seksual berasal dari tempat insan jurnalis bekerja, serta orang lain yang ditemui dilapangan saat melakukan liputan," ungkapnya.

Irvan menyampaikan, yang ketiga lemahnya pengawasan dan perlindungan Dewan Pers terhadap jurnalis dan perusahan pers.

Hal ini ditandai dengan adanya dugaan media yang tidak terverifikasi Dewan Pers yang berakibat munculnya wartawan gadungan atau istilah lain dikalangan jurnalis di Kota Medan.

Oknum-oknum wartawan yang seperti itu sering melakuan perbuatan-perbuatan yang mencoreng kerja-kerja jurnalistik.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved