Sejarah

Sejarah Jembatan Aek Tano Ponggol, Dibangun Ratu Wilhelmina, Akses Darat Tunggal ke Pulau Samosir

Konon sebelum masa penjajahan Hindia Belanda Pulau Samosir menyatu dengan Sumatera dan pada masanya belum ada kata pulau tetapi hanya Samosir.

|
Maurits / Tribun Medan
Pembangunan Jembatan Tano Ponggol 

TRIBUN-MEDAN.com, PANGURURAN - Jembatan Tano Ponggol Dalihan Natolu merupakan kawasan penghubung antara daratan Sumatera dengan Pulau Samosir.

Sehingga, jembatan tersebut kerap disebut sebagai kanal di Kecamatan Pangururan, Samosir.

Jembatan ini dibangun pada sekitar tahun 1907 oleh pemerintah Kolonial Belanda yang menjadi ikon Pulau Samosir. 

Desain jembatan Tano Ponggol.
Desain jembatan Tano Ponggol. (Kementerian PU)

Disebutkan, kanal ini selesai dan diresmikan pada tahun 1913 oleh Ratu Wilhelmina dan bahkan sempat dijuluki Terusan Wilhelmina. 

Tanah yang dikeruk bertujuan agar air Danau Toba yang berasal dari pesisir Silalahi dapat melewati Pangururan dan sebaliknya, sehingga kapal-kapal dapat mengelilingi danau Toba. 

Pekerja PT BRP pembangunan jembatan Kanal Tano Ponggol mengaduk semen yang dilakukan secara manual.
Pekerja PT BRP pembangunan jembatan Kanal Tano Ponggol mengaduk semen yang dilakukan secara manual. (Tribun Medan/Arjuna Bakkara)

Air danau yang mengalir melalui kanal Tano Ponggol disebut sebagai Aek Tano Ponggol, sedangkan jembatan yang dibangun di atas kanal untuk memudahkan transportasi darat dari pulau Sumatra ke pulau Samosir disebut Jembatan Tano Ponggol Dalihan Natolu.

Dibangun dari Kerja Paksa

Konon sebelum masa penjajahan Hindia Belanda Pulau Samosir menyatu dengan Sumatera dan pada masanya belum ada kata pulau tetapi hanya Samosir.

Sekitar Tahun 1900-an, waktu itu Indonesia masih dijajah Belanda termasuk Samosir, dan pada saat itu yang berkuasa di Pemerintahan Hindia Belanda adalah Ratu Willhelmina (pengakuan orang tua dulu yang ikut kerja paksa menggali Tano Ponggol).

Sekitar 1905 Pemerintah Hindia Belanda memerintahkan kepada Tentara Belanda yang ada di Sumatera Utara, untuk melakukan kerja paksa menggali tanah sepanjang 1,5 km dari ujung lokasi Tajur sampai dengan Sitanggang Bau seperti Tribun Medan kutip dari Gobatak.

Kerja paksa atau rodi (istilah lokal) sangat menyedihkan. Bekerja dengan tanpa gaji, dijaga ketat dan dengan ancaman senjata api yang diarahkan ke para pekerja.

Kurang lebih 3 tahun rodi, Danau Toba sebelah Utara dan sebelah Selatan akhirnya tersambung dan tidak ada lagi daratan yang menghubungkan Samosir dengan Sumatera.

Maka muncullah kata sebutan baru yaitu (1) hasil kerja rodi disebut Tano Ponggol dan (2) Samosir menjadi Pulau Samosir yang dikelilingi Danau Toba, dihubungkan jembatan dengan pulau Sumatera dinamakan Jembatan Tano Ponggol.

Dalam sebuah tulisan di pusukbuhit.com, dikatakan bahwa Tano Ponggol diresmikan pada tahun 1913 oleh Kerajaan Belanda oleh Ratu Willhelmina, dan Tano Ponggol disebut Terusan Willhelmina. Demikian pengakuan kakek dari penulis tulisan tersebut, yang ikut dalam kerja rodi pada saat itu. Namun demikian, kebenarannya masih perlu ditelusuri lebih dalam lagi.

Sejak kemerdekaan hingga tahun 1980-an, Tano Ponggol adalah tempat yang popular sebagai tempat transit perdagangan hasil bumi dari Samosir seperti bawang, kacang (hasil utama saat itu) dengan tujuan kota dagang kecil yaitu Haranggaol setiap hari Senin dan Tigaras setiap hari Jumat, dengan kendaraan danau (seperti kapal/solu-solu penumpang Tomok – Ajibata sekarang). Lalu lalangnya kapal melalui Tano Ponggol juga dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk berdagang Jagung Bakar.

 

Kerap Dijadikan Tempat Swafoto

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved