Awal Mula Persoalan Malaysia dengan Sultan Sulu, Ternyata Ingkari Perjanjian 1878
Malaysia dinyatakan kalah dan harus membayar Rp 215 triliun kepada ahli waris Sultan Sulu, jika tidak aset negara serumpun itu akan disita.
TRIBUN-MEDAN.com - Inilah awal mula persoalan Malaysia dengan ahli waris Sultan Sulu.
Malaysia dinyatakan kalah dan harus membayar Rp 215 triliun kepada ahli waris Sultan Sulu, jika tidak aset negara serumpun itu akan disita. Termasuk tiga properti Malaysia di Paris.
Penyitaan tersebut terkait dengan kemenangan ahli waris Sultan Sulu di meja hijau atas aset senilai 15 miliar dollar AS (Rp 231,63 triliun), menurut pengacara ahli waris dan dokumen pengadilan yang didapat Reuters.
Petugas pengadilan mencoba menghitung nilai properti tersebut pada Senin (6/3/2023) setelah pengadilan mengeluarkan perintah penyitaan pada Desember. Namun pejabat Kedutaan Malaysia di Paris menolaknya, kata pengacara dan pemerintah Malaysia.
Perselisihan tersebut bermula dari kesepakatan antara dua penjajah Eropa dan Sultan Sulu di Filipina yang ditandatangani pada 1878.
Sang Sultan mengizinkan para penjajah menggunakan wilayahnya yang ternyata masuk ke dalam teritorial Malaysia saat ini, sebuah kesepakatan yang dihormati Malaysia hingga 2013.
Kuala Lumpur mengambil alih wilayah tersebut setelah merdeka dari Inggris. Setiap tahun Pemerintah Malaysia membayar sejumlah uang kepada ahli waris, yang merupakan warga negara Filipina.
Kuala Lumpur menghentikan pembayaran itu setelah adanya serangan berdarah para pendukung bekas kesultanan yang ingin merebut kembali tanah mereka dari Malaysia pada 2013
Para ahli waris Sultan, yang pernah menguasai wilayah yang mencakup pulau-pulau yang tertutup hutan hujan di Filipina selatan dan sebagian Pulau Kalimantan, mengatakan mereka tidak terlibat dalam serangan itu. Mereka membawa masalah itu ke pengadilan arbitrase.
Malaysia, yang tidak berpartisipasi dalam arbitrase, menyatakan proses penyitaan asetnya tersebut ilegal. Mereka mengatakan telah memperoleh penangguhan putusan di Perancis
Properti Paris adalah set ketiga dari aset Malaysia yang diklaim ahli waris secara publik. Mereka telah mendapatkan perintah penyitaan untuk unit perusahaan minyak negara Petronas di Luksemburg dan telah meminta izin pengadilan Belanda untuk menyita aset di Belanda.
Putusan ini berlaku secara global terhadap sebagian besar aset Malaysia, selain dari premis diplomatik, di bawah konvensi PBB tentang arbitrase.
Seorang hakim Perancis pada Desember tahun lalu mengabulkan permintaan para ahli waris untuk menyita tiga properti Pemerintah Malaysia di Paris untuk melunasi utang sebesar 2,3 juta euro (Rp 37,43 miliar) yang mereka katakan merupakan utang Malaysia kepada mereka, menurut dokumen pengadilan yang dibagikan oleh pengacara ahli waris.
Upaya penyitaan di Paris belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Malaysia diperintahkan untuk membayar ahli waris di bawah putusan arbitrase awal yang diberikan kepada mereka di Spanyol, yang tidak terikat dengan masa tinggal di Perancis, kata pengacara tersebut.
Kementerian Hukum Malaysia tidak menanggapi permintaan komentar atas keputusan awal tersebut.
Hakim Perancis juga menemukan bahwa properti yang terletak di wilayah administrasi ke-16 dekat Kedutaan Malaysia di Paris, tidak memenuhi syarat sebagai tempat diplomatik, menurut dokumen pengadilan
Tidak seperti kedutaan, tempat tersebut tidak memiliki papan nama resmi dan tidak dikenakan pembebasan pajak Perancis, kata hakim.
Pada Senin (6/3/2023), juru sita Perancis berusaha untuk mengevaluasi nilai tiga properti itu, kata para pengacara. Hasil penjualan akan diberikan kepada para ahli waris.
Seorang juru bicara Kementerian Hukum Malaysia mengatakan petugas pengadilan muncul di Kedutaan Malaysia di Paris, tetapi ditolak. Mereka menolak berkomentar lebih lanjut. Kementerian Luar Negeri Malaysia dan kedutaan besarnya di Paris menolak berkomentar.
Reuters tidak dapat memastikan apakah petugas pengadilan mencoba memasuki ketiga properti yang tunduk pada perintah penyitaan.
Paul Cohen, pengacara ahli waris, mengatakan perintah pengadilan itu "tidak ambigu" dalam arahannya untuk menyita properti dan bahwa pengadilan akan memutuskan langkah selanjutnya.
Bulan lalu, petugas pengadilan Luksemburg mengeluarkan perintah penyitaan untuk dua unit Petronas terkait kasus tersebut. Perusahaan mengatakan tindakan ahli waris tidak berdasar dan akan terus mempertahankan posisi hukumnya.
Malaysia sebelumnya berjanji akan mengambil semua langkah hukum untuk melindungi asetnya di seluruh dunia. (Reuters/VOA Indonesia)
(*/ Tribun-Medan.com)
Sultan Sulu
Malaysia
Tribun-medan.com
pengadilan arbitrase
Filipina
Persoalan Malaysia dengan Sultan Sulu
JEJAK Perkara Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto hingga Dapat Abolisi dan Amnesti Presiden Prabowo |
![]() |
---|
NASIB Nefri Pria di Medan Dipenjara 1,5 Tahun Usai Curi Sandal Majikannya, Harganya Tak Main-main |
![]() |
---|
RAGUKAN Hasil Penyelidikan Polisi, Hotman Paris Yakin Arya Daru Dibunuh: Gak Wajar, Terlihat Tenang |
![]() |
---|
JOKOWI Kesal ke Roy Suryo yang Sebut Mulyono Teman Kuliahnya Calo Tiket di Terminal: Semua Diragukan |
![]() |
---|
KEBERADAAN Bayi Yusuf Usai Sang Ayah Ditahan, Dulu Tinggal di Kolong Jembatan Hingga Dikasihani |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.