Contoh soal SNBT 2023

Contoh Soal SNBT 2023 Literasi Bahasa Indonesia, Cocok Untuk Calon Mahasiswa yang Mau Masuk UI

Universitas Indonesia merupakan sebuah perguruan tinggi di Indonesia yang kampus utamanya terletak di bagian Utara dari Depok, Jawa Barat.

Penulis: Istiqomah Kaloko |
HO / TRIBUN
Contoh Soal SNBT 2023 Literasi Bahasa Indonesia, Cocok Untuk Calon Mahasiswa yang Mau Masuk UI 

TRIBUN-MEDAN.COM - Berikut 10 contoh soal SNBT 2023 Materi Literasi Bahasa Indonesia Umum lengkap dengan kunci jawaban dan pembahasan.

Seperti diketahui, SNBT 2023 akan dilaksanakan pada 8-14 Mei 2023 untuk Gelombang I dan 22-23 Mei 2023 untuk Gelombang II.

Pada SNBT 2023 ini, kamu bisa memilih peruruan tinggi favoritmu.

Ada banyak Perguruan Tinggi Negeri yang dapat kamu pilih melalui Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2023, salah satunya ialah Universitas Indonesia (UI).

Universitas Indonesia yang disingkat sebagai UI merupakan sebuah perguruan tinggi di Indonesia yang kampus utamanya terletak di bagian Utara dari Depok, Jawa Barat.

UI adalah salah satu institusi pendidikan tinggi tertua di Indonesia.

Untuk masuk ke Universitas Indonesia, kam dapat mengikuti beberapa seleksi, slaah satunya Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) tahun 2023.

Terdapat tujuh subtes yang akan diujikan dalam SNBT 2023, termasuk tes Literasi Bahasa Indonesia.

Literasi dalam Bahasa Indonesia ini menjadi materi penting yang wajib dipelajari oleh calon mahasiswa agar bisa menjawab ujian pada SNBT 2023 nantinya.

Tes literasi dibuat untuk mengukur kemampuan sehingga dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat dengan memahami, menggunakan, mengevaluasi dan merenungkan berbagai jenis teks untuk memecahkan masalah serta mengembangkan kapasitas pribadi sebagai warga negara Indonesia dan dunia.

Contoh soal Tes Literasi Bahasa Indonesia:

Bacalah teks berikut ini untuk menjawab soal nomor 1 - 2!

Devide et impera menjadi salah satu senjata kongsi dagang Belanda (VOC) untuk menguasai Nusantara. Istilah ini berasal dari bahasa Spanyol yang kurang lebih artinya ‘belah dan kuasai’. Istilah ini merujuk pada sebuah strategi perang yang dikombinasikan dengan politik, ekonomi, dan sosial untuk menguasai sebuah wilayah atau kelompok. Cara ini bahkan dijadikan kebiasaan oleh VOC dalam hal politik, militer, dan ekonomi untuk melestarikan penjajahannya di Indonesia. Orientasinya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menaklukkan raja-raja di Nusantara. Misalnya dalam kasus Kerajaan Mataram,  posisinya semakin melemah karena terbagi menjadi empat wilayah terpisah.

Dalam konteks lain, devide et impera juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat. Kondisi ini terasa sekali ketika kita didera pandemi Covid-19. Kita tak sadar bahwa pro kontra terhadap sebuah kebijakan publik misalnya, justru memperoleh panggung daripada upaya bersama untuk keluar dari pandemi ini. Kondisi di masyarakat saat itu seperti terkena “politik belah dan kuasai”. Ego “siapa kami” lebih mengemuka dibandingkan “inilah kita!”.

Media sosial menjadi ajang untuk mengaduk-aduk jejak digital masa kelam. Lantas, langkah yang sudah mulai ke depan kembali mundur. Upaya untuk membentuk imunitas komunal pun memperoleh hambatan justru di pusat kasus. Misalnya, hasil survei mencatat persentase warga DKI Jakarta yang menolak vaksinasi Covid-19 paling tinggi di Indonesia, yakni 33 persen. Kita patut merenungkan ucapan ahli virus, Faheem Younus, “Orang yang terpecah tidak bisa menang melawan virus yang bersatu.”

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved