UMKM Sumut
Cerita Pelaku UMKM Beralih ke Pembayaran Digital saat Diterpa Pandemi Covid-19 hingga Jadi Kebutuhan
PELAKU UMKM Ransel Koffie, Roy Sirait saat menginformasikan produknya ke Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno di Parapat, Simalungun
Penulis: Tommy Simatupang | Editor: Arjuna Bakkara
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN-Pelaku UMKM Sumut Febri Yunarta menceritakan kesan memulai pembayaran digital. Febri Yunarta yang memiliki galeri atau yang disebutnya sebagai Workshop Creabruh mengatakan telah memulai pembayaran sistem digital sejak tahun 2019. Pelaku UMKM sabut kelapa ini merupakan bagian dari UMKM binaan BRI.
Febri mengatakan dengan menggunakan pembayaran digital dapat lebih memudahkan dalam melakukan transaksi. Sistem pembayaran yang digunakan yakni Qris dan BRIMO.
"Kalau pembayaran digital sudah sejak 2019, lebih aman memang kalau memakai pembayaran digital dan praktis. Awalnya memang pakai bank lain, tetapi kemarin ada masalah jadi pindah ke BRI,"ujar Febru Yunarta.
Febri tak menampik masih banyak pelanggan yang menggunakan pembayaran secara tunai, tetapi baginya dengan pembayaran tunai dapat membuat lebih repot. Apalagi, penjualan produk-produk berbahan sabut kelapa memiliki harga yang lumayan.
"Kalau kita pakai Qris jadi gak takut lagi. Kadang kan kita disuruh hitung menghitung uang ini memang repot. Jadi kalau pakai transaksi digital lebih cepat,"ujarnya.
Febri menceritakan awal menggunakan pembayaran dengan Qris BRI dan BRIMO dibantu oleh pegawai BRI. Lalu, tak butuh waktu lama, dia sudah bisa menggunakan semua fitur yang ada.
"Sebenarnya gak sulit menggunakan pembayaran sistem digital ini. Awalnya aja sulit, tapi setelah diajari mudah juga,"ujarnya.
Terlebih ketika di masa Covid19 merebak, kata Febri pembayaran sistem digital paling diutamakan. Para pelanggan lebih merasa yakin untuk tidak bersentuhan langsung.
"Jadi masa Covid-19 itu paling terbantu kalau pembayaran sistem digital,"ujarnya.
Sedikit memberitahu, Febri Yunarta merupakan Founder and CEO UMKM Creabrush Indonesia di Jalan Medan Binjai KM 11,2, Kompleks Semanggi Indah B21, Mulyorejo, Sunggal, Deliserdang, Sumut.
Di UMKM ini, terpajang aneka hasil karya seni berbahan dasar sabut kelapa. Produk berbahan sabut kelapa dirangkai menjadi barang yang indah dan menarik, seperti tas, sendal, sepatu, kaligrafi, dan lukisan. Produk ini pula yang sampai ke pasar China dan Italia.
Febri mengungkapkan awal mula menggeluti UMKM, bukan langsung sabut kelapa. Ia sempat mencoba di bidang furniture. Ia mencoba membuat kursi dari hanger, tetapi hasilnya tidak baik. Lalu, ia melihat ada sikat berbahan sabut kelapa. Dari sini muncul ide untuk membuat produk-produk yang lain dengan bahan sabut kelapa.
"Sekitar tahun 2016 itu mungkin ya. Saya ajak teman untuk membuat sesuatu dari sabut kelapa bukan sekadar sikat saja," ujarnya.
Ide unik ini terus tersalurkan hingga mengikuti banyak pameran. Jika dilihat dari akun Instagram Creabrush Indonesia, Febri dan tim kerap menggelar pameran yang dihadiri oleh sejumlah pejabat daerah dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Febri juga terlihat banyak membuat gambar tokoh seperti artis, pejabat daerah, dan nasional. Ia juga mendapatkan orderan untuk membuat logo BUMN atau pun Kementerian dari sabut kelapa.
"Ketika mereka melihat karya saya, mereka terpukau. Mereka tak menyangka dari sabut kelapa ini bisa jadi karya yang indah," ungkap Febri.
Pedagang Kopi Pinggiran Danau Toba Manfaatkan Pembayaran Digital
Kopi dalam beberapa tahun terakhir telah tumbuh menjadi subsektor kuliner yang dicari banyak orang dan menjadi gaya hidup baru masyarakat. Jamak ditemui berbagai warung kopi ataupun kafe yang menyajikan subsektor kuliner ini.
Tak hanya dinikmati dalam bentuk minuman, kopi pun kini kerap dijadikan oleh-oleh. Banyaknya varian kopi di nusantara menjadi salah satu pendukung kopi semakin populer.
Kepopuleran kopi ini pun menjadi daya tarik bagi banyak pihak untuk menjadikan kopi sebagai bisnis kuliner. Tak sekadar menjadi produk untuk dinikmati, beragam inovasi pun dihadirkan dalam menjalankan bisnis kuliner ini.
Hal inilah yang dilakukan Roy Sirait (34) ketika memutuskan pulang kampung ke Parapat, Sumatera Utara tahun 2013 lalu. Begitu lulus dari Akademi Pariwisata National Hotel Institute (NHI) Bandung, Roy membangun Ransel Koffie persis di pinggiran Danau Toba yang indah. Ransel Koffie merupakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang berbentuk kedai kopi.
Di Ransel Koffie, Roy menyajikan kopi jenis Arabica dan Robusta yang dipanen dari tanah pinggiran Danau Toba. Mulai dari kopi Lintong, Simalungun, dan Toba.
"Geliat UMKM semakin bertumbuh dan kunjungan wisatawan ke Parapat juga lumayan baik saat ini. Rata-rata wisatawan bawa oleh-oleh juga kan? Karena itulah Ransel Koffie juga menyediakan kopi untuk oleh-oleh,” katanya kepada tribun-medan.com via seluler.
Seiring berjalannya waktu, usaha Ransel Koffie Roy pun pun berjalan mulus dari tahun ke tahun. Roy terus menyajikan banyak varian kopi. Ia juga aktif dalam setiap seminar dan pelatihan UMKM yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, perbankan, hingga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia.
Namun, bencana non alam terjadi ketika pandemi Covid-19 melanda tahun 2020. Hal ini membuat banyak pelaku UMKM di Parapat tutup sementara dan tidak berbuat apa-apa. Jumlah wisatawan mulai sedikit. Tidak ada wisatawan lokal mau pun mancanegara yang datang berkunjung. Meski dihantam pandemi, semangat membangun UMKM di tengah kondisi sulit masih diupayakan oleh Roy.
Roy terus memikirkan cara untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19. Roy pun menemukan jalan keluar. Beralih ke digital. Ya, Roy mengalihkan sebagian usaha Ransel Koffie dari konvensional menjadi digital. Produk kopi yang dijual di Ransel Koffie dapat dibeli lewat pemesanan online dan pembayaran digital. Meski berbasis digital, Roy tetap membuka usahanya dengan menyediakan sistem pembayaran transfer bank atau dengan sistem transkasi QRIS BRI.
Ia juga membuka mobile Banking BRI atau BRIMo agar memudahkan dirinya untuk melihat transaksi dari konsumen. ”Tahun 2020 itu tahun yang paling berat bagi pelaku UMKM. Kami berpikir bagaimana mereka (konsumen) tetap dapat membeli produk kita. Di situ awal mula saya dan pelaku UMKM lainnya membuka pembayaran dengan sistem digital," ujarnya.

Tak berapa lama, Pemerintah Indonesia memberi kelonggaran kepada pelaku UMKM untuk menerima konsumen makan dan minum di tempat. Meski sudah mulai menunjukkan pemulihan dan kembali normal, Roy tetap menerapkan pembayaran digital beranggapan sistem ini tetap menjadi alternatif yang mungkin saja bisa menggantikan pembayaran manual.
Terlebih, kata Roy, proses pengurusan QRIS di BRI sangat gampang. Lalu, sistem pencairan yang dilakukan juga terbilang cepat. Bahkan, Roy merasa sudah banyak konsumen yang memilih menggunakan pembayaran digital melalui QRIS.
"Karena nggak ribet. Kalau saya tak masalah dengan Mobil Banking, Cash, atau QRIS. Sistem juga cepat WD ke rekening BRI. Pukul 06.00 WIB menerima pembayaran dna puku 04.00 WIB sudah masuk otomatis ke BRI," ujarnya.
Dengan pembayaran sistem digital, kata Roy memudahkan pelaku UMKM melakukan pembayaran dan pemasaran. "Dengan adanya sistem digital, semakin membantu UMKM dalam pemasaran dan pembayaran. Positifnya digital cash flow bisa kita ketahui dengan cepat.(tmy/tribun-medan.com)
Melaty Parahyangan, Resto Sunda dengan Cita Rasa Rumahan di Tengah Kota Medan |
![]() |
---|
Pelaku UMKM Samosir Arif Sinaga Jadi Terampil Menjahit setelah Dapat Pelatihan dari Pemkab Samosir |
![]() |
---|
Juarai USU Pitching, Razie Buka Gerai Minuman Manisdingin di Gelanggang Mahasiswa USU |
![]() |
---|
Rumah BUMN BRI Bawa UMKM Kawasan Danau Toba Mendunia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.