Sumut Memilih

MUI Didesak Terbitkan Fatwa Haram Terhadap Politik Uang Jelang Pemilu 2024

Presidium Kornas, Sutrisno Pangaribuan mendesak MUI serta organisasi keagamaan lainnya menerbitkan fatwa haram terhadap politik uang.

|
TRIBUN MEDAN/FATAH BAGINDA GORBY
Mantan anggota DPRD Sumut periode 2014-2019, Sutrisno Pangaribuan. Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) ini mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta organisasi keagamaan lainnya untuk menerbitkan fatwa haram terhadap politik uang menjelang Pemilu 2024. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Sutrisno Pangaribuan mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta organisasi keagamaan lainnya untuk menerbitkan fatwa haram terhadap politik uang menjelang Pemilu 2024.

Sutrisno menilai, praktik politik uang sama berbahayanya dengan politik identitas.

Baca juga: Presiden Jokowi Akui Masih Ada Politik Uang di Pemilu dan Ungkap Masa Lalu saat Maju Pilkada

Politisasi suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) serta eksploitasi ikatan-ikatan primordial lainnya merendahkan harkat dan martabat manusia. 

"Jika negara melalui pemerintah dan alat negara, beserta penyelenggara, dan pengawas Pemilu tidak berdaya menghadapinya, maka ulama dan pemimpin agama harus turun tangan. Ulama dan pemimpin agama harus menjadi suluh penerang bagi kegelapan praktik politik uang," ujar Sutrisno, Kamis (15/6/2023).

Ketua Relawan Ganjar Pranowo Sumatera Utara ini mengatakan, sebagai lembaga penjaga moral bangsa, ulama dan pemimpin agama MUI, PBNU, PP Muhammadiyah, PGI, KWI, PHDI, WALUBI, MATAKIN dan perwakilan penganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus segera menerbitkan "fatwa haram" dan larangan pemberian dan penerimaan uang dalam Pemilu.

"Ulama dan pemimpin agama diminta juga untuk menerbitkan "fatwa haram" bagi Parpol, calon perseorangan, pasangan calon presiden / wakil presiden, kepala/ wakil kepala daerah yang melalkukan politik uang haram untuk dipilih. Pelaku politik uang harus mendapat sanksi moral, haram untuk dipilih," katanya.

Sutrisno menyebut, KORNAS meyakini, penerbitan fatwa haram dari ulama dan pemimpin agama, akan membantu memperbaiki kualitas Pemilu.

"Karena jika pelaku kejahatan Pemilu tidak takut penjara, mereka masih mungkin takut tidak masuk surga," ucapnya.

Dikatakan Sutrisno, praktik politik uang merupakan materi perdebatan kelompok pro sistem terbuka dan pro sistem tertutup menjelang Pemilu 2024.

Pro sistem tertutup menuduh sistem terbuka menyuburkan terjadinya praktik politik uang secara massif melibatkan masyarakat.

Sebaliknya pro terbuka menuduh pro tertutup ingin membuat praktik politik uang eksklusif, hanya bagi segelintir orang elit Parpol. 

"Keinginan memenangkan kontestasi memaksa kontestan menggunakan politik uang dalam memengaruhi hasil Pemilu. Sementara pihak lain, akan mengaku kalah sebab kurang uang atau "peluru". Akibatnya, para kontestan akan sibuk memamerkan isi tas daripada kapasitas. Akhirnya, pertarungan antara ide, gagasan, dan program politik tidak menarik dalam Pemilu," ujarnya.

Politik Uang Sampai ke Lembaga Pengawas Pemilu

Sutrisno menyebut, pengaruh politik uang tidak hanya mengalir ke pemilih, namun juga ke oknum penyelenggara dan pengawas Pemilu.

Selain itu, oknum penyelenggara pemerintahan, kata dia, juga tidak mau ketinggalan. Mereka juga ikut bermain, baik dari tingkat desa/ kelurahan, kecamatan hingga tingkat pusat.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved