Tembak Mati Begal
Permintaan Tembak Mati Begal, Tuai Pro dan Kontra Warga Serta Organisasi Masyarakat Sipil
Tembak mati para bandit jalanan yang diminta oleh Walikota Medan, Bobby Nasution kepada pihak kepolisian, menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Tembak mati para bandit jalanan yang diminta oleh Walikota Medan, Bobby Nasution kepada pihak kepolisian, menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Pasalnya, ada yang menganggap ini merupakan efek jera bagi para pelaku kejahatan karena sudah meresahkan dan membahayakan.
Ada juga yang beranggapan, jika para pelaku ditembak mati tanpa proses hukum di pengadilan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM.
Tribun-medan telah mewawancarai sejumlah masyarakat, mahasiswa dan juga lembaga yang bergerak di bidang Hukum seperti KontraS Sumut dan juga LBH Medan
Salah seorang mahasiswa yang kami temui, Azmi Syahril mengaku sepakat dengan pernyataan walikota Medan, yang meminta para pelaku bandit jalanan ditembak mati oleh polisi.
Menurutnya, kejahatan jalanan khususnya begal sudah sangat meresahkan masyarakat dan menganggu aktivitas warga Kota Medan.
"saya sangat sangat setuju tembak mati, zaman sekarang banyak begal berkeliaran, bagus ditembak mati di tempat dari pada menyusahkan masyarakat," kata Azmi kepada Tribun-medan, Kamis (13/7/2023).
"Untuk kondisi sekarang sangat buruk bagi kita, soalnya banyak pekerja pulang malam sering di begal," sambungnya.
Ia mengaku, aksi kejahatan jalanan ini menimbulkan ketakutan kepada dirinya dan juga warga lain untuk beraktivitas di malam hari.
"Pasti ada ketakutan, takut keluar malam. Kalau saya sekarang jam sembil itu sudah di rumah," bebernya.
"Harapannya, untuk lebih ditingkatkan lagi polisi patroli setiap malam di seluruh kota Medan," tambahnya.
Senada dengan Azmi, Fikri Anwar Nasution yang juga mahasiswa sekaligus pedagang parfum mengaku sepakat dengan tindakan walikota Medan.
"Bagus usulannya, karena sudah meresahkan masyarakat Kota Medan, jadi terhambat aktivitas masyarakat. Seperti kami mau jual parfum takut juga keluar malam," tuturnya.
Sementara itu, menurut salah seorang warga bernama Erwin Syaputra, permintaan tembak mati terhadap pelaku kejahatan yang dilakukan oleh oleh menantu presiden Jokowi itu, sebenarnya harus dipertimbangkan lagi.
Sebab, menurutnya negara kita memiliki aturan hukum yang harus ditaati.
Namun, di satu sisi para pelaku kejahatan juga sudah sangat membahayakan bagi warga Kota Medan.
"Kalau pandangan kami sebagai masyarakat Kota Medan, khusunya kita ini kan negara hukum, tentu ada pertimbangkan ada kajian - kajian," tuturnya.
"Kalau pun begal ini mengancam seseorang, saya pikir sebagai masyarakat kalau memang itu kata pemimpin sah - sah saja (tembak mati), tapi kembali lagi kita ini negara hukum," sambungnya.
Ia sebagai warga berharap kepada pemerintah kota Medan, agar bisa memberikan rasa aman dan nyaman dan bisa melakukan pencegahan terhadap aksi kejahatan.
"Tentunya pihak berwajib seperti pihak kepolisian lebih ekstra dalam menindak begal dan geng motor, karena sudah sangat meresahkan masyarakat," ucapnya.
Erwin juga menyampaikan, belakangan ini memang aksi kriminal di Kota Medan sudah semakin marak dan menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat.
"Kalau bisa dipantau itu di tempat - tempat rawan, ronda malam kembali diaktifkan, biar Kota Medan bisa aman," katanya.
Terpisah, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS Sumatera Utara juga memberikan komentarnya terhadap pernyataan walikota Medan.
Koordinasi KontraS Sumut, Rahmat Muhammad menilai bahwa Bobby Nasution tidak mengerti soal mekanisme hukum.
Menurutnya, permintaan menantu presiden ini dengan menembak mati para pelaku kejahatan jalanan seperti aksi koboi.
"Aku pikir pernyataan Bobby itu hal yang wajar, karena dia nggak ngerti mekanisme hukum yang ada. Aku yakin dia nggak lulusan hukum," katanya.
Ia menyampaikan, kepolisian itu merupakan aparat hukum dan keamanan yang harus bekerja sesuai dengan aturan yang ada.
Dalam hal penggunaan kekuatan, polisi memiliki aturan dan telah diatur di dalam Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009, tentang Penggunaan Kekuatan
Rahmat mengatakan, penindakan tembak mati yang diminta oleh Bobby Nasution merupakan penggunaan kekuatan oleh aparat yang seharusnya memiliki mekanisme dan sesuai dengan prosedur.
Ada pun mekanisme yang harus dilakukan oleh polisi yakni, perintah lisan, penggunaan kekuatan dengan tangan kosong lunak.
Kemudian diikuti dengan tangan kosong keras, penggunaan senjata tumpul, hingga penggunaan senjata kimia, seperti gas air mata atau semprotan cabe.
"Tahap-tahap itu harus dijalankan terlebih dahulu, lagian penggunaan kekuatan itu tidak boleh dilakukan secara serampangan, karena ada prinsip-prinsip yang harus dijalankan oleh kepolisian," jelasnya.
"Misalnya legal nggak penembakan itu di jalani, profesional nggak penembakan itu dilakukan,"
"Kalau misalnya dia sama-sama membawa senjata api atau polisi dalam keadaan merasa berbahaya itu bisa dilakukan penembakan,"
"Tapi juga bukan artian dia di tembak mati, dia harus tembak mencegah atau melumpuhkan si pelaku, kalau tembak mati itu serampangan," ucapnya.
KontraS menilai, penembakan sembarangan dengan menggunakan kekuatan aparat itu berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia atau HAM.
"Karena pelaku belum tentu melakukan kejahatan itu, karena dia belum di proses secara hukum," tuturnya.
"Kebanyakan di kasus penembakan persoalannya adalah apakah benar itu dilakukan sesuai prosedur,"
"Kami mencatat ada 38 kasus penembakan di Sumut tahun ini, dari Juni 2022 ke Juni 2023, dan penembakan itu, selalu tepat sasaran berada di kaki, tapi ada juga yang mati kalau nggak salah tiga atau empat yang mati. Jadi inikan aneh," tegasnya
Lebih lanjut, dikatannya pernyataan menantu presiden Jokowi ini sangat mengkhawatirkan dan membahayakan terhadap institusi kepolisian yang bisa terlibat melanggar HAM.
"Seharusnya yang Bobby lakukan adalah bukan dihilirnya, ketika ada kejahatan maka tangkap pelaku begal dengan tembak mati,"
"Tapi bagaimana melakukan pencegahan. Di Medan memang banyak terakhir-terakhir ini, ada kasus pencurian, begal, geng motor,"
"Bahkan ada temuan mayat-mayat di jalan, ini artinya Medan tidak aman, yang harus dilakukan oleh Bobby bagaimana tindakan preventif mencegah kejahatan,"
"Suruh saja polisi itu monitoring tiap malam, karena ada pencegahan preventif jadi jangan ketika suatu kejahatan yang terjadi maka dilakukan penegakan hukum, pencegahannya dilupakan," bebernya.
Rahmat menyampaikan, langkah tembak mati bandit jalanan tanpa proses hukum bukanlah solusi untuk mencegah aksi kejahatan.
"Bukan menembak dan itu bukan jawaban. Kepolisian berpotensi di sidang etik kan, karena penembakan dianggap tidak prosedural,"
"Apakah penembakan itu menyebabkan pelaku lainnya ketakutan, ternyata nggak juga. Tiap tahun catatan penembakan itu juga segitu-gitu aja, tapi angka kejahatan tidak menurun," sebutnya.
Sependapat dengan KontraS Sumut, Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Medan juga memiliki pandangan hukum yang sama.
Menurut Wasir LBH Medan, Muhammad Alinafiah Matondang, para pelaku kejahatan jalanan yang sudah sangat meresahkan masyarakat memang harus dilakukan penindakan, baik itu melalui Pemerintah Kota Medan dan juga kepolisian.
Namun, ia sangat menyayangkan pernyataan Bobby Nasution yang meminta polisi agar menembak mati para pelaku tanpa melakukan proses hukum.
"Kita memang sepakat jika begal dan geng motor ini ditindak tegas, tapi kita sangat-sangat keberatan dengan statemennya Walikota yang menyatakan tembak mati," tuturnya.
"Karena ini merupakan pembunuhan terhadap manusia tanpa prosedur hukum yang ada, ini merupakan pelanggaran HAM,"
"Jangan sampai Walikota itu bertindak seolah-olah di itu Pengadilan atau Tuhan yang punya kewenangan bisa memutuskan mencabut nyawa orang," sambungnya.
Dikatakannya, pernyataan Bobby Nasution itu bukanlah menggambarkan seorang pemimpin yang seharusnya mencari solusi agar bisa melakukan pencegahan.
"Jangan sampai statemen nya itu mengarah membegal nyawa orang, ini salah. Seharusnya walikota ini sadar, kalau maraknya begal di wilayah kota Medan itu, merupakan indikator kegagalan pemerintah kota Medan, dalam menciptakan rasa aman dan nyaman," ucapnya.
Ia menyampaikan, pemerintah kota Medan memiliki kekuasaan yang bisa melakukan pencegahan aksi-aksi kejahatan yang terjadi di wilayah Kota Medan.
"Pemko Medan kan punya perangkat, ada Dinas-dinas, kemudian ada camat, lurah, kepala lingkungan, inikan bisa dimaksimalkan,"
"Contoh dikembalikan lagi ronda-ronda keliling di setiap lingkungan, kemudian memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada anak-anak muda,"
"Saya rasa pemerintah kota Medan itu punya sumber daya untuk itu. Bukan hanya sekedar cakap tembak mati, ini bukan sikap seorang pemimpin, tapi lebih mengarah ke sikap yang nggak jauh beda sama begal itu, pada akhirnya," katanya.
Ali menyampaikan, tindakan tembak mati terhadap para pelaku kejahatan bukanlah solusi bagi permasalahan tindakan kriminal yang terjadi.
"Tembak mati tidak boleh dilakukan, karena merupakan pelanggaran HAM. Tidak ada jaminan menimbulkan efek jera, yang perlu dilakukan adalah coba merangkul orang tua untuk mendidik anak-anaknya,"
"Mencoba kembali melihat kurikulum dari sekolah - sekolah yang mengarah ke perbaikan akhlak. Jadi tidak hanya penindakan, pencegahannya juga bisa dilakukan di dunia pendidikan," pungkasnya.
(cr11/tribun-medan.com)
NASIB Siswa SMA Anak Polisi Penganiaya Wakil Kepsek di Sinjai Sampai Babak Belur, Begini Akhir Kasus |
![]() |
---|
SOSOK dan Sepak Terjang Letjen TNI Purn AM Putranto Disorot Usai Dicopot dari Kepala Staf Kepresiden |
![]() |
---|
DETIK-DETIK Polisi Adu Mulut dengan Sopir dan Pecahkan Kaca Truk Bawa Semangka, Berakhir Ganti Rugi |
![]() |
---|
Bertemu PWI, Gubernur Sumut Bobby Nasution Harapkan Dukungan Insan Pers Sukseskan Program PHTC |
![]() |
---|
LIGA CHAMPIONS - Bayern Munchen Bungkam Juara Dunia, PSG Pesta Gol, Liverpool Menang Dramatis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.